Guru Keluhkan Tunjangan Sertifikasi Wajib Disetorkan ke Yayasan di Cilacap, Pihak Yayasan Klaim Sudah Ada Musy

Guru Keluhkan Tunjangan Sertifikasi Wajib Disetorkan ke Yayasan di Cilacap, Pihak Yayasan Klaim Sudah Ada Musy

Gedung SDI, MTs, dan MA Darul Qurro Kawunganten. ILUSTRASI CILACAP - Sebanyak sepuluh guru Yayasan Darul Qurro Desa Tegalsari Kecamatan Kawunganten mengeluhkan penarikan iuran uang tunjangan sertifikasi dan inpassing yang dilakukan oleh pihak yayasan yang memiliki jenjang dari SDI, MTs, MA, dan Pondok Pesantren ini. Nilainya tidak tanggung-tanggung, dari tunjangan sertifikasi sebesar Rp 1.500.000 (setelah dikurangi pajak menjadi Rp 1.420.000) diminta semuanya oleh yayasan. Begitu juga yang sudah sertifikasi dan inpassing yang mendapatkan tunjangan sebesar Rp 2.500.000 (setelah dipotong pajak) juga diminta semua oleh pihak yayasan. https://radarbanyumas.co.id/pgri-minta-tunjangan-guru-spk-dikembalikan/ Sumber Radar Banyumas yang tidak mau disebutkan identitasnya menceritakan, dari sepuluh guru tersebut, delapan diantaranya sudah sertifikasi, dan dua lainnya sudah sertifikasi dan inpassing. "Kebijakan ini sudah berjalan sejak Februari 2020," kata sumber, Rabu (3/2). Dia menambahkan, sebelum muncul kebijakan ini, bagi guru yang sudah sertifikasi, pendapatan gaji mereka dari yayasan yang sebesar Rp 900 ribu saja sudah dipotong 50 persen oleh yayasan, atau hanya mendapatkan Rp 450 ribu setiap bulannya dari yayasan. Sedangkan hak tunjangan sertifikasi yang bersumber dari uang negara sebesar Rp 1.420.000 yang ditransfer ke rekening guru sertifikasi diterima utuh atau tidak diminta diserahkan ke yayasan. Atau artinya, guru sertifikasi yang seharusnya mendapatkan hak gaji Rp 900.000 ditambah hak tunjangan sertifikasi sebesar Rp 1.420.000 sebesar Rp 2.320.000 saja sudah berkurang Rp 820.000. "Sebelum ada kebijakan ini, gaji pokok dipotong separo, tetapi tunjangan sertifikasinya silahkan untuk guru tersebut (tidak disetorkan ke yayasan)," tambah dia. Tetapi setelah kebijakan penyetoran uang tunjangan sertifikasi kepada yayasan diberlakukan, guru sertifikasi hanya mendapatkan uang sebesar Rp 1.450.000. https://radarbanyumas.co.id/1-773-guru-madrasah-dapat-tunjangan-profesi/ "Tunjangan sertifikasi (yang ditransfer setiap tiga bulan sekali Rp 1.420.000 x 3 = Rp 4.260.000) setelah diambil dari rekening guru harus disetorkan semua ke yayasan," ungkapnya. Begitu juga bagi guru yang sudah sertifikasi dan inpassing, yang seharusnya mendapatkan hak gaji dari yayasan sekitar Rp 900.000, dan hak tunjangan sertifikasi dan inpassing sebesar Rp 2.500.000, untuk hak tunjangan sertifikasi dan inpassing tersebut (setelah dipotong pajak) diserahkan semua kepada yayasan. Sama seperti guru sertifikasi saja, pada guru inpassing juga hanya mendapatkan sekitar Rp 1.500.000. "Ini (yang sudah sertifikasi dan inpassing) kan hilang Rp 1 juta hitungannya," jelasnya. Yang disayangkan oleh para guru, dia menambahkan, kebijakan ini tanpa ada musyawarah dengan guru terkait. "Dari awal keputusan itu sudah bulat, tidak ada diskusi, tidak ada apa-apa, tetapi diminta untuk menerima langsung," terangnya. Soal ini, pihaknya sebenarnya sudah mengadu kepada yayasan, yang ketuanya sudah mengundurkan diri sejak empat bulan lalu, tetapi tidak membuahkan hasil. Kemudian juga sudah dirapatkan di yayasan dan pimpinan Ponpes, tetapi langsung dihadang oleh pimpinan Ponpes. "Pak Kiai bilang 'ini adalah pesantren, jadi keputusan ada di kiai'. Jadi sebenarnya kita sudah bingung, ikhlas tidak ikhlas ya menjalankan ini (tetap mengajar),"tandasnya. Anggota Dewan Pembina Yayasan Sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Darul Qurro, KH Masani Taftazani ketika dikonfirmasi membenarkan adanya kewajiban bagi guru yang sudah sertifikasi untuk menyetorkan uang tunjangan sertifikasi yang mereka dapat dari negara untuk disetorkan kepada yayasan. "Ini memang intern aturan pondok, karena kita kan sama-sama capek, jadi kita membuat kebijakan dan itu sudah dimusyawarahkan bersama, untuk mengantisipasi ada orang yang akademisnya lebih bagus, integritasnya lebih baik tetapi kebetulan tidak punya ruang (peluang sertifikasi)," kata dia. Masani menambahkan, ada beberapa tenaga pengajar di Yayasan Darul Qurro yang menurut dia secara akademis lebih baik, lulusan Timur Tengah, tetapi tidak memiliki peluang sertifikasi. "Sementara yang mungkin sarjana ecek-ecek dapat (sertifikasi)," ungkapnya. Dia mengklaim, praktik seperti ini tidak hanya dilakukan di Darul Quro, dia juga melihat pondok pesantren di Jawa Timur, yang di dalamnya terdapat yayasan pendidikan juga melakukan praktik yang sama. "Ini untuk mengantisipasi, kasian beberapa orang yang punya intregitas tinggi, kompetensi bagus, loyalitas tinggi, hanya kebetulan dia tidak mempunyai nasib seperti itu (sertifikasi). Maka kita musyawarahkan, dan bagus, ga ada masalah," tandasnya. Dari informasi yang Radarmas dapatkan, Yayasan Darul Quro selain terdapat Pondok Pesantren, juga terdapat SDI dengan sekitar 300 siswa, dan di tingkat MTs dan MA juga sekitar 300 siswa. Dengan didukung 30 guru untuk MTs dan MA, dan 10 guru SDI. (nas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: