Dua Desa di Purbalingga Jadi Pencontohan Desa Ramah Anak Perempuan dan Peduli Anak
PERCONTOHAN: Sri Dewi saat memberikan materi soal DRPPA kepada OPD terkait dan jajaran Setda Purbalingga, Senin (31/1). (AMARULLAH/RADARMAS) PURBALINGGA - Tahun 2022 ini, Kabupaten Purbalingga dijadikan role model Desa Ramah Anak Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Salah satu pertimbangannya, dimungkinkan karena Purbalingga memiliki pemimpin perempuan yang diharapkan akan mendukung penuh program tersebut. “Kementerian memilih Bupati dan Walikota perempuan yang diharapkan bisa mendukung penuh program tersebut secara optimal,” tutur Sri Dewi Indrajati Kabid Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pemprov Jawa Tengah pada saat acara DRPPA, Senin (31/1) lalu di Gedung Ardilawet Setda Purbalingga. Ada 9 indikator keberhasilan DRPPA. Yaitu sejauh mana perencanaan terhadap DRPPA diimplementasikan oleh Desa, meningkatnya kewirausahaan pada perempuan, keterwakilan perempuan pada struktur pemerintahan Desa serta BPD, partisipasi anak dan perempuan dalam pembangunan desa, meningkatnya peran ibu dalam keluarga dalam pengasuhan kepada anak, tidak ada anak yang bekerja sebelum waktunya, tidak ada anak yang menikah di bawah 18 tahun, tidak ada kekerasan terhadap anak dan perempuan dan jika mendapatkan kekerasan harus mendapatkan pelayanan yang komprehensif. Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM yang diwakili oleh R Imam Wahyudi Asisten 1 Sekda Purbalingga juga menjabarkan beberapa indikator itu. Karenanya, dengan segala informasi dan data yang masuk, maka tahun ini Desa Sempor Lor Kecamatan Kaligondang dan Desa Pandansari Kejobong menjadi Desa DRPPA semoga bisa memenuhi 9 indikator tersebut. “Sesuai arahan pemerintah, langkah preventif terhadap angka perceraian yang tinggi, harus dilakukan. Kabupaten Purbalingga sebagai salah satu daerah yang memiliki angka perceraian cukup tinggi,” katanya. Pada kesempatan yang sama, Sri Dewi menyambut baik apresiasi Pemkab Purbalingga. Menurutnya, perceraian yang disebabkan oleh perubahan pola lapangan pekerjaan tidak hanya terjadi di Purbalingga namun banyak daerah di Provinsi Jawa Tengah sehingga perlu ditemukan formula agar hal tersebut bisa dihindari. “Fenomena perceraian yang disebabkan karena perubahan pola lapangan kerja yang porsinya lebih banyak pada perempuan tidak hanya terjadi di Purbalingga. Di Jepara juga ada pabrik sepatu yang menyerap lebih banyak tenaga perempuan dan itu banyak menjadi penyebab naiknya angka perceraian,” katanya. Tingginya angka perceraian atas dasar hal tersebut salah satunya dikarenakan oleh penuntutan hak perempuan yang tidak diterima tatkala para perempuan belum berpenghasilan sendiri. https://radarbanyumas.co.id/pemkab-dorong-penghapusan-kesenjangan-internet-di-desa/ Angka KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang diterima oleh perempuan juga menjadi pemicu tingginya perceraian karena perempuan merasa haknya telah sama dengan para pria. “Persamaan hak gender harus disosialisasikan dengan baik. Para pria juga harus memahami persamaan hak sehingga kekerasan terhadap perempuan yang akan berujung pada perceraian bisa direduksi. Hal ini juga untuk mendukung terwujudnya DRPPA,” tegasnya. (amr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: