Viking Buron Interpol Berakhir di Pangandaran

Viking Buron Interpol  Berakhir di Pangandaran

[caption id="attachment_101794" align="aligncenter" width="100%"]Kapal MV Viking saat diledakan di Pantai Barat Pangandaran, Jawa Barat, Senin (14/3/2016). Kapal FV viking merupakan buronan Interpol yang berhasil ditangkap di Zona Ekonomi Exlusif Indonesia sekitar 12,7 mill dari tanjung uban, Bintan, Provinsi Riau karena masuk kedalam perairan Indonesia tanpa melakukan pelaporan identitas. FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS Kapal MV Viking saat diledakan di Pantai Barat Pangandaran, Jawa Barat, Senin (14/3/2016). Kapal FV viking merupakan buronan Interpol yang berhasil ditangkap di Zona Ekonomi Exlusif Indonesia sekitar 12,7 mill dari tanjung uban, Bintan, Provinsi Riau karena masuk kedalam perairan Indonesia tanpa melakukan pelaporan identitas. FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS[/caption] Isu Illegal Fishing Dibawa ke Wina PANGANDARAN- Kisah Forest Victor (FV) Viking, kapal pencuri ikan berbendera Nigeria, berakhir di Indonesia. Setelah terbukti melanggar hukum internasional dan mencuri ikan, kapal tersebut ditenggelamkan di Pangandaran, Jawa Barat. Kapal dengan bobot 1.322 gross tone (GT) itu dibom di 100 meter dari pesisir pantai. Penenggelaman kapal untuk kesekian kalinya itu sekaligus membuktikan keseriusan Indonesia dalam memerangi illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF). Tim Satgas Penangkapan Kapal Ikan Illegal (Satgas 115) yang terdiri atas Kementrian Kelautan dan Perikanan dan TNI-AL bekerja sama untuk membuktikan kapal berbendera Nigeria (namun diduga dimiliki Spanyol) itu telah melakukan pelanggaran. Kapal tersebut sengaja ditenggelamkan sebagian agar menjadi semacam monumen pemberantasan pencurian ikan. Itu juga sekaligus menjadi obyek wisata anyar. Kapal tersebut ditangkap 26 Februari di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia oleh Komando armada RI Kawasan Barat (koarmabar), KRI Sultan Thaha Saifudin-378. Yakni, 12,7 mil dari Tanjung Uban, Bintan, Provinsi Riau. "Ini menjadi bukti bahwa pemerintah Indonesia tidak main-main dalam memberantas pelaku penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab dan sangat merugikan pemerintah Indonesia," tegas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Panandaran kemarin (14/3). Kapal tersebut sudah menjadi buronan Interpol di berbagai negara sejak tahun 2013. Susi menuturkan, kejahatan tersebut merupakan salah satu bentuk penyebab terjadinya transnational organized crime. Sebab, kejahatan tersebut tak hanya terjadi pada sektor perikanan. Tapi, juga terindikasi terjadi perdagangan manusia, narkoba, sektor pangan, dan lainnya. Bersama dengan negara Norwegia dan Afrika Selatan, Indonesia akan membawa isu IUUF ini dalam konvensi internasional. Yakni, UN Crime Convention di Wina, Austria pada Mei nanti. Harapannya, seluruh negara menyoroti hal yang sama terkait IUUF, sehingga baik Indonesia maupun negara lain mampu bertukar informasi terkait kapal illegal fishing yang beredar tanpa ijin.     Selain mendapatkan Purple Notice dari Interpol, kapal yang memiliki panjang sekitar 40 meter tersebut juga berlayar tanpa disertai dokumen resmi dari pemerintah. Yakni, SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan). Adapun temuan lainnya yakni melakukan pelanggaran penggunaan alat penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan. Yakni, 7980 unit alat tangkap dengan masing-masinh 50 meter dan 71 km tali tambang jaring. Ini jelas melanggar Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan pasal 93 ayat 4 dan Pasal 85. Selama IUUF ini digalakkan, KKP mengklaim terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor perikanan. "Sekarang pertumbuhan sudah 8,96%, kalau kapal asing itu balik ya pertumbuhannya balik lagi kembali 6%. Bahkan mungkin turun lagi," tutur perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Komandan Satgas 115. Sehingga, dampak ini pun bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Meski kapal sudah ditenggelamkan, proses tindak pidana kasus kapal ini terus berjalan. "ABK (11 orang, 6 WNI dan 5 WNA, red.) masih kita amankan, dan masih dimintai keterangan oleh TNI AL," jelas Koordinator Staff Khusus Satgas 115, Mas Achmad Santosa. Adapun, hal ini untuk memperkuat temuan bukti yang sudah dikantongi oleh TNI AL maupun Satgas 115. Tak hanya itu, nahkoda Juan Domingu Nelson Venegas Gonzales berkebangsaan Chili itu pun sedang akan dilakukan proses hukum lebih lanjut dari pemerintah RI. Achmad Santosa pun memastikan bahwa 1-2 bulan ini akan ada tersangka akan kasus ini. Dalam melakukan investigasi ini, pihaknya juga bekerjasama dengan multilateral investigation support team (MIST) bersama dengan beberapa negara. Yakni, Kanada, Afrika Selatan dan Norwegia. "Kita masih lihat apakah ada indikasi perdagangan orang atau tidak," ungkap Komandan Satuan Keamanan Angkatan Laut Wilayah IV, Mayor Laut Harry Ismail. Pihaknya menyebutkan bahwa kapal yang memiliki panjang sekirar 40 meter tersebut, sebelumnya mengangkut 20 ton ikan Gindara sebelum akhirnya ditangkap. "Namun dibuang lagi karena terjadi kerusakan genset, cold storangenya tidak berfungsi. 2 dari 3 gensetnya rusak," jelasnya. Biasanya, kapal ini dapat mengangkut ikan dengan nilai 20-30 milyar dalam sekali tangkapan, antara 2-6 bulan. Secara berkelanjutan, pemberantasan iuuf ini pun pemerintah akan melakukan penambahan pesawat udara. Tujuannya, untuk melakukan intensifikasi dalam pengawasan wilayah perairan perikanan indonesia. Tahun ini, KKP pun akan menggelontorkan dana hingga 600 Milyar untuk membeli 4 pesawat udara. (lus/dis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: