Lapas akan Jadi Mirip Pabrik

Lapas akan Jadi Mirip Pabrik

Penjara Bisa Lebih Mandiri JAKARTA-Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum dan HAM) bakal membuat terobosan dalam pengelolaan lapas. Rencananya, Ditjen Pemasyarakatan bakal berupaya membuat lapas menjadi semacam pabrik, dengan cara bekerjasama dengan investor. Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, sekarang penjara sudah memiliki berbagai aktivitas seperti usaha kecil menengah (UKM). UKM dalam penjara inilah yang menjadi bibit untuk membuat penjara bisa didayagunakan menjadi semacam pabrik. "Dalam penjara, napi banyak yang membuat handicraft dan sebagainya," paparnya Saat ini jumlah narapidana mencapai 120 ribu orang, ditambah 55 ribu orang tahanan. Bila dibulatkan jumlah orang yang dipenjara di seluruh Indonesia mencapai 180 ribu orang. "Ini potensi tenaga kerja yang besar sekali. Bisa menjadi usaha yang skalanya masal ," ujar mantan Kakanwil Jawa Barat tersebut. Dengan memaksimalkan potensi penjara ini, maka ada kemungkinan investor bisa masuk. Terutama, investor yang ingin membuat usaha yang membutuhkan karyawan dengan jumlah yang besar. "Narapidana ini yang menjadi karyawannya," terangnya. Apalagi, lapas itu tersebar di seluruh Indonesia, jumlahnya mencapai 477 lapas. Hal tersebut tentunya membuat investor bisa memilih untuk bekerjasama dengan penjara yang ada dimana saja. "Penjara di setiap kota itu ada. Tinggal bagaimana memanfaatkannya," paparnya. Narapidana ini tentu membutuhkan aktivitas di dalam penjara. Sehingga, mereka tidak bosan di dalam hotel prodeo. "Narapidana perlu untuk memiliki kreativitas. Apalagi selama ini sudah ada pembuatan berbagai produk," jelasnya. Apalagi, bila kegiatan di dalam penjara ini bisa membuat mereka bisa memiliki skill yang berguna. Sehingga, saat sudah bebas bisa bekerja. "Konsep semacam ini ditujukan untuk membina narapidana," jelasnya. Apakah narapidana itu kemudian digaji? Dia menerangkan ada dua pilihan yang sedang dibahas. Yang pertama, hasil bekerja ini sebagian disisihkan untuk modal para napi. Lalu, Pilihan kedua hasil bekerja dikonversi dengan pengurangan masa hukuman. "Napi bisa memilihnya, mau modal atau hukumannya berkurang," terangnya. Dengan kebijakan semacam ini, lanjutnya, penjara di Indonesia bisa jauh lebih mandiri. Sebab, hasil dari kerjasama ini bisa digunakan untuk membiayai perbaikan fasilitas dari setiap penjara. "Uangnya untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya," jelasnya. Kendati begitu, masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukan Kemenkum dan HAM untuk menunjang rencana kebijakan tersebut. Yakni, soal kemampuan dari sipir. "Sipir tentunya perlu untuk dididik, sehingga mampu menangani penjara yang memiliki konsep semacam ini," ujarnya. Yang pasti, konsep penjara yang bekerjasama dengan perusahaan semacam ini sudah dilakukan di sejumlah negara. Salah satunya, Tiongkok. Hal inilah yang kabarnya membuat Tiongkok bisa memiliki tenaga kerja yang murah. "Saya yakin, penjara ini juga bisa ikut membantu perbaikan ekonomi Indonesia. Apalagi, bila nanti hasil kerjasama ini bisa masuk ke APBN,"paparnya. Untuk memuluskan langkahnya, dia memiliki rencana untuk studi banding dengan sejumlah penjara di luar negeri. "Ya, penjara yang sudah menerapkannya harus kita lihat dan pelajari. Mungkin penjara di Tiongkok itu, tentunya biar bisa diterapkan di Indonesia," ujarnya. Sementara komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menjelaskan, perubahaan konsep pengelolaan lapas semacam ini memang sangat bagus. Sebab, kebijakan ini berupaya memperbaiki manajemen pembinaan dalam lapas. "Namun, tentunya jangan hanya perubahan kemampuan yang didapatkan," ujarnya. Akan jauh lebih bermanfaat, bila juga ada perubahan pembinaan untuk memperbaiki prilaku dari narapidana. "Narapidana memiliki hak untuk tetap mendapatkan pendidikan dan semacamnya. Sehingga, narapidana bisa memiliki prilaku yang jauh lebih baik," ujarnya. Sipir juga bakal menjadi masalah tersendiri. Selama ini masih banyak sipir yang ternyata bekerjasama dengan napi, misalnya memasukkan narkotika. Hal tersebut tentunya perlu untuk dikaji agar sipir justru tidak memanfaatkan penjara dengan konsep yang memanfaatkan tenaga napi ini. "Sipir perlu diperbaiki tingkat pemahaman dan kesejahteraannya," paparnya. Selain itu, terkait rencana pengembangan penjara ini juga perlu untuk ditengok sisi hukumnya. Apakah undang-undang terkait lapas sudah mengakomodir rencana tersebut. "Jangan sampai kebijakan ini dilakukan tanpa ada dasar hukumnya," terangnya. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdhani menilai program kerja bagi para narapidana di rutan sangat baik. Sebab para napi akan memiliki aktifitas yang produktif meskipun sedang menjalani hukuman."Daripada mereka nongkrong-nongkrong atau berkelahi sesama napi mending buat kerja," ujarnya. Dengan bekerja maka para napi tersebut bisa mendapatkan gaji dari pengusaha yang memiliki kerjasama dengan pihak rutan. Setidaknya para napi akan memiliki pengetahuan baru yang bisa berguna saat selesai menjalani hukuman."Jadi setelah keluar penjara dia tidak lagi bingung cari kerjaan," tukasnya. Menurut Hariyadi, yag dibutuhkan investor hanyalah kepastian suplai produksi. Sebab pasti ada kekhawatiran para napi tersebut tidak menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan komitmen semula."Oleh karena itu perlu kerjasama yang erat antara rutan dengan pengusaha agar ada saling percaya. Komunikasikan mekanismenya seperti apa,"  jelasnya. (wir/idr/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: