Driver Ojol Purbalingga Tolak Kesepakatan

Driver Ojol Purbalingga Tolak Kesepakatan

Beberapa Poin Dinilai Merugikan PURBALINGGA – Mediasi antara sopir taksi konvesional dan driver ojek online yang dilakukan Dinas Perhubungan gagal. Hampir semua driver ojek online meninggalkan Kantor Dinhub saat diminta menandatangani surat kesepakatan Mediasi dilakukan Dinhub karena beberapa kali muncul persoalan antara sopir taksi konvensional dan driver ojek online. Bahkan Dinhub membuat poin-poin kesepakatan yang dirumuskan bersama. Namun driver ojek online menolak poin-poin kesepakatan. MEDIASI : Dinas Perhubungan melakukan mediasi antara sopir taksi konvensional dan driver ojek online yang ada di Purbalingga, kemarin. GALUH WIDOERA/RADARMAS "Kami meminta waktu untuk bermusyawarah secara intern, saya tidak bisa secara sepihak mewakili teman-teman. Besok saya akan kembali lagi menyampaikan hasilnya," kata perwakilan driver online Gojek, Krisna. Dua poin dari lima poin kesepakatan jadi sorotan driver ojek online. Yakni angkutan berbasis aplikasi (ojek online) tidak mengganggu angkutan yang sudah berizin dengan melayani penumpang pada pangkalan atau zona yang sudah dilayani taksi legal. Serta poin yang menyatakan, angkutan berbasis aplikasi (ojek online) hanya berfungsi sebagai alternatif yang melayani penumpang pada jalur yang tidak dilayani angkutan penumpang legal. Dengan dua poin tersebut, transportasi online tidak ada tempat di pusat kota. “Disebutkan wilayah itu melingkupi wilayah kota yang selama ini merupakan pusat dari layanan ojek online. Kalau seperti itu, kami tidak memiliki ruang di wilayah kota,” tuturnya. Sementara itu, Pengurus Paguyuban Angkutan Berbasis Online De Semar, Junianto meminta Dinas Perhubungan tidak menindak para driver ojek online selama belum turun peraturan mengenai angkutan umum menggunakan kendaraan roda dua. Pihaknya meminta diterapkan kebijakan seperti kota lain dengan adanya zonasi atau dengan kuota penumpang. “Karena belum ada ketentuan untuk kendaraan roda dua, kami harap ojek online bisa sejalan tapi tidak mengambil kue yang ada. Kami hanya mengambil celah yang tidak terlayani oleh angkutan umum konvensional,” tuturnya. Sementara itu perwakilan Koperasi Taksi Margo Mulyo, Hartoyo mengatakan, hampir dua tahun sekitar 30 supir taksi aktif beroperasi di Purbalingga. Selama dua tahun, taksi masih sepi penumpang. Bahkan Hartoyo pernah meminta Dinhub untuk tidak menambah taksi konvensional. “Dengan armada taksi yang ada, penumpang sudah sepi. Apalagi kalau ada ojek online. Saat ini pendapat perhari kadang hanya Rp 25 ribu," katanya. Hartoyo mengatakan, kendaraan motor roda dua bukan angkutan umum untuk orang. Dia meminta ojek online untuk mengambil pasar delivery order, sementara taksi konvensioanl dimaksimalkan untuk angkutan orang. Sementara itu, Kepala Dinhub Kabupaten Purbalingga Imam Wahyudi memberikan alternatif agar dicapai kesepakatan win-win solution. Salah satunya dengan melayani pesan antar produk UMKM dan mengambil pasar sebagai angkutan alternatif. Dikatakan, semua angkutan harus mematuhi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan Permenhub Nomor 108 Tahun 2017. “Mendasari peraturan, kendaraan roda dua bukanlah angkutan umum untuk orang. Hanya saja saat ini Dinhub mencari alternatif terbaik yang bisa mengakomodasi kepetingan kedua belah pihak,” tuturnya. Dikatakan, pemerintah daerah diperbolehkan membuat peraturan mengenai peraturan angkutan di wilayahnya masing-masing. Namun peraturan tersebut tidak boleh menyalahi peraturan yang lebih tinggi. “Kalau kami berpedoman pada UU Nomor 22 dan Permenhub, ojek online dan ojek konvensional tidak diperbolehkan untuk angkutan umum orang. Hanya saja di beberapa wilayah di Purbalingga masih ada jalur yang tidak terlayani angkutan konvensional dan jam operasi angkutan konvensional pun terbatas. Teman-teman angkutan berbasis online bisa mengambil celah itu dan angkutan barang,” pungkasnya. (gal/sus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: