Pemda Perlu Lebih Akomodasi Swasta

Pemda Perlu Lebih Akomodasi Swasta

Agar Skema PPP Berjalan Efektif JAKARTA-  Skema public private partnership (PPP) atau kerja sama pemerintah dengan swasta untuk menyelesaikan proyek yang tidak mungkin diselesaikan dana APBN dan APBD bisa menjadi penentu wajah infrastruktur Indonesia. Namun, aturan kerja sama investasi proyek infrastruktur bisa berhasil kalau pemerintah bisa mengurangi egonya. Hal itu penting agar swasta mau kerja bareng membangun infrastruktur. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, konsep PPP bukan hal yang baru. Sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah didengungkan. Namun, hasilnya memang kurang maksimal. "Ini memang salah satu terobosan dan paling rasional untuk membangun infrastruktur," katanya kemarin. Seperti diketahui, pemerintah pusat bakal membuat aturan yang mengkloning regulasi PPP hingga bisa dilaksanakan oleh pemda. Peraturan itu sedang disiapkan oleh Kemendagri. Eko melanjutkan, aturan soal PPP terlalu mengakomodasi keinginan pemerintah saja. Saking dominannya, hanya secuil kepentingan swasta yang dimasukkan. Akibatnya, skema PPP menjadi tidak menarik. Ujung-ujungnya, ada lima dari proyek mangkrak meski sudah direncanakan sejak 2013. "Pemerintah harus mendengar keinginan swasta dan diakomodir," katanya. Aturan soal proyek yang dikerjakan melalui mekanisme PPP terlalu condong ke pemerintah. Padahal, soal pembiayaan, pengelolaan, dan bagi hasil menjadi bahasan vital bagi pihak swasta. Itu harus dilakukan karena pada dasarnya yang butuh swasta adalah pemerintah. Meski demikian, bukan berarti pemerintah harus menelan mentah-mentah permintaan swasta. Paling aman, pemerintah bisa berada di tengah-tengah. Swasta boleh untung dan proyek infrastruktur bisa berjalan dengan baik. "Selama ini bottleneck ada disitu. Swasta akan masuk dengan uang yang banyak, lho,"  tuturnya. Lebih lanjut dia mengatakan, PPP harus bisa dibuat semenarik mungkin karena infrastruktur Indonesia sudah jauh tertinggal. Bahkan di tingkat ASEAN, dia menyebut Indonesia setara Filipina, dan kalah dari Thailand. Padahal, 40 persen produk domestik bruto (PDB) dari negara-negara ASEAN ada di Indonesia. "Infrastruktur kita memang harus diperbaiki. Tapi, tidak mungkin juga dari APBN dan APBD sepenuhnya," ungkap Eko. Jika infrastruktur Indonesia semakin membaik, dia yakin potensi ekonomi yang besar di dalam negeri bisa tumbuh dengan baik. Cara paling gampang untuk melihat proyek mana yang menarik swasta bisa dilihat dari responnya. Kalau ada proyek vital yang sudah di-PPP-kan tetapi tidak ada yang minat, berarti harus diubah mekanismenya. Yang jelas, jangan menggeneralisasi satu proyek dengan proyek lainnya. "Kalau di Jawa, infrastrukturnya sudah cukup bagus dan pemerintah bisa lebih banyak mengatur. Tapi kalau di luar Jawa, pemerintah berkepentingan untuk membangun. Jadi jangan disamakan," tandasnya. Akan tetapi, kalau aturannya sudah diubah tapi swasta tidak tertarik, pemerintah tetap harus membangunnya. Contoh itu ada di pengembangan kawasan perbatasan. Menurut Eko, tidak mudah menarik investor ke sana. Tapi, pemerintah tetap harus membangun karena menjadi keharusan negara berdaulat. Untuk beberapa proyek yang butuh perhatian lebih dalam menjalin kerja sama pemerintah dan swasta, Eko menyebut sektor energi. Seperti listrik yang disebutnya sangat vital. Alasannya, muara dari ketidakberdaayaan industri adalah tidak tersedianya energi yang tercukupi. "Paling urgent energi karena Indonesia defisit listrik juga," katanya. Efek pengali proyek energi juga bisa sangat terasa karena diikuti pertumbuhan pengusaha lokal. Dia yakin persoalan listrik bisa menarik perhatian swasta karena aturannya sudah bagus. Seperti, ada mekanisme rinci soal penjualan listrik ke PLN. Terpisah, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menambahkan, konsep dari PPP memang baik. Namun, dia mengingatkan agar pemerintah tetap menjalankan praktik ketatanegaraan. Sebab, berjalan cepat bukan berarti harus menabrak aturan. "Jangan asal dikerjakan karena ada aturan ini itu. Cepat iya, tapi aturan diikuti," katanya. Selain itu, dia berharap agar pemerintah bisa membereskan soal pembebasan tanah. Menurut dia, soal tanah itu menjadi yang utama karena selalu meninggalkan masalah. Apalagi, dalam proses pembebasan dan harus memindahkan sekelompok orang dari satu tempat. "Yang ribet biasanya bukan di pemilik tanah, tapi makelarnya," jelasnya. Agus juga mengatakan bahwa pemerintah perlu memastikan keterlibatan daerah. Sebab, seringkali terobosan itu berhenti di pemda. Supaya PPP bisa berjalan dengan lancar, keterlibatan Kemendagri perlu dijadikan ujung tombak untuk mengajak pemda. (dim/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: