Perajin Tahu Kalisari Rugi Miliaran Per Bulan, PSI Minta Harga Kedelai Segera Diturunkan

Perajin Tahu Kalisari Rugi Miliaran Per Bulan, PSI Minta Harga Kedelai Segera Diturunkan

Ketua Dewan Pimpinan Daerah PSI Kabupaten Banyumas, Fitria Agustina, bersama Kepala Desa Kalisari, Endar Susanto, berbincang dengan perajin tahu. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyesalkan harga bahan baku kedelai tak kunjung normal sehingga menyengsarakan perajin tahu dan tempe. Demikian disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI Kabupaten Banyumas, Fitria Agustina, usai mendatangi Desa Kalisari di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Senin (15/3/2021). https://radarbanyumas.co.id/tempe-mendoan-makin-mahal-psi-pemerintah-jangan-php-in-rakyat/ Kalisari adalah desa sentra produksi tahu di Kabupaten Banyumas beromzet miliaran rupiah per bulan dengan pasar yang tersebar di Jawa Tengah bagian barat. Saat datang ke Kalisari, Fitria yang akrab dengan panggilan Chika ini, ditemui Kepala Desa Kalisari, Endar Susanto, dan Ardan Aziz, mantan kepala desa yang saat ini bekerja sebagai guru sekolah menengah atas dan juga keluarga pemilik usaha pembuatan tahu. Kepada Chika, Endar menuturkan perajin di desanya mengalami kerugian miliaran rupiah per bulan akibat melonjaknya harga kedelai selama lebih dari tiga bulan. “Desa Kalisari memiliki 260 perajin yang setiap hari menghabiskan 10 ton bahan baku kedelai,” ungkapnya. Dengan kenaikan harga kedelai hingga mencapai Rp3.500 per kilogram, perajin tahu di Desa Kalisari setiap harinya harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp 35 juta dari sebelum terjadi kenaikan harga. “Ini beban sangat besar yang harus ditanggung warga desa kami,” keluh Endar. Biaya tambahan lebih dari Rp 1 miliar per bulan ini terpaksa ditanggung perajin tahu agar dapat tetap mempertahankan usahanya. Chika mengaku geram dengan kondisi ini. “Jika kenaikan harga kedelai bertahan hingga setahun, warga satu desa saja harus menanggung beban belasan miliar rupiah. Ini lebih dari sepuluh kali lipat dana desa yang mereka terima setiap tahun,” ujarnya. Endar mengatakan, mayoritas warga Desa Kalisari menggantungkan hidup dari membuat tahu. “Dari 260 perajin, rata-rata punya 3 orang karyawan. Bayangkan kalau sampai gulung tikar, akan sangat berdampak pada masyarakat,” ujarnya. Karena itu Endar berharap harga kedelai dapat ditekan semaksimal mungkin. “Syukur kalau dapat diturunkan di bawah Rp8.000 agar perajin tahu bisa mendapat untung kembali,” tambah Endar lagi. Endar mengaku sudah mengadukan masalah ini kepada Pemerintah Kabupaten Banyumas, namun tidak mendapat jawaban yang memuaskan. “Saya berharap pemerintah pusat dapat segera menekan harga seperti yang dijanjikan. Saya bersedia datang ke Jakarta untuk menunjukkan data kerugian yang dialami oleh warga kami,” ujarnya. Ardan Aziz yang keluarganya sudah menjadi perajin tahu sejak tahun 1980-an mengaku lonjakan harga kali ini terasa sangat berat. “Dengan harga saat ini, perajin tahu hanya bisa bertahan hidup saja dan berusaha tidak mengurangi jumah karyawan,” ujarnya. Aziz mengungkapkan, saat ini salah satu yang bisa dilakukan perajin tahu adalah sedikit memperkecil ukuran tahu atau memperbesar ukuran dan menaikkan harganya. Chika menyesalkan Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) tidak dapat menekan harga kedelai seperti yang dijanjikan. “Di satu desa ini saja, kenaikan kedelai menyengsarakan ribuan warga dan merugikan rakyat kecil hingga miliaran rupiah. Apakah Kementerian Pertanian sudah turun melihat kondisi ini di lapangan? Kalau sudah dan tetap membiarkan, artinya Kementan tidak punya hati,” ungkap Chika. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: