Budidaya Lalat Hitam, 1 Kilogram Tembus 10 Juta Rupiah

Budidaya Lalat Hitam, 1 Kilogram Tembus 10 Juta Rupiah

Kampung Lalat Grumbul Larangan Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok Grumbul Larangan, Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok mulai disebut dengan Desa Laler. Sebagian warganya membudidayakan lalat hitam atau Black Soldier Fly. Siapa sangka, lalat ternyata bisa memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Hampir tiap rumah di Grumbul Larangan dilengkapi dengan semacam kandang berwarna hijau yang terbuat dari bahan semacam kelambu. Warga menyebutnya insekat. Tempat ini menjadi media bagi lalat hitam untuk berkembang biak. Ukurannya bervariasi. Mulai dari yang kecil hingga ukuran besar mencapai 4 x 2 m. Latief, Pendamping Kampung Lalat yang juga dari Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) menuturkan, bukan sembarang lalat yang dibudidaya. "Lalat yang dibudidaya itu lalat hitam," kata dia. Secara fisik, lalat hitam berbeda dengan lalat-lalat yang dijumpai di tumpukan sampah atau tempat kotor lainnya. Warna hitam membalut hampir semua tubuh lalat. Ukurannya juga lebih panjang dan besar dibanding lalat biasa. "Konon lalat ini tidak mengandung penyakit. Berdasar hasil penelitian ada 800 jenis lalat, sebagian besar lalat tersebut mengandung patogen, namun tidak dengan lalat tentara hitam," ujar Latief. Dia menambahkan, hampir semua warga desanya memelihara lalat hitam. Proses perawatan yang sangat mudah membuatnya diminati masyarakat Desa Sokawera. "Dari 200 KK, yang sudah budidaya ada sekitar 50 KK. Kami berharap nanti seluruh KK dapat membudidayakan lalat hitam," ucapnya. Sementara itu Taufik salah seorang warga Grumbul Larangan mengaku mulai mendapatkan manfaat dari berternak lalat hitam. Selain menambah pemasukan, juga menyelesaikan persoalan sampah yang ada. Pasalnya sampah organik terutama sisa makanan menjadi santapan utama magot atau lalat hitam itu. "Mengurangi sampah organik serta dapat untuk membuat pupuk dan menjadi pakan bagi ternak," katanya. Budidaya lalat hitam sendiri bukanlah sebuah hal baru. Untuk daerah Purwokerto, Taufik bahkan menyebut sudah cukup banyak yang membudidayakannya. Memang ada yang jadi daya tarik. Bagaimana tidak, harga telur magot cukup menggiurkan karena dibanderol sekitar Rp 10 juta per kilogramnya. "Sudah sekitar dua bulan budidaya lalat hitam.Efeknya sudah mulai terasa, meski belum mumpuni. 4 kali jual telor sudah menghasilkan sekitar 206 gram, dengan kalkulasi setiap gramnya Rp 10 ribu. Pasarnya sudah ada di Purwokerto. Pembeli yang datang kesini," ungkapnya. Di Grumbul Larangan tersebut sudah ada sekitar 50 kandang. Setiap warga dapat menghasilkan 2 gram magot untuk kandang yang kecil. 5 gram untuk kandang yang besar. "Kalkulasi modal untuk kandangnya saja mencapai Rp 200 ribu itu ukuran kecil. Harapannya nanti lalat hitam dapat menjadi jalan keluar bagi persoalan sampah yang ada," tuturnya. Sementara itu, Nasikin ketua RT 7 RW 4 sekaligus pembudidaya lalat tentara hitam menyebutkan, dia tidak khawatir jika satu saat nanti harga magot turun dipasaran. Alasannya sederhana jika harga turun bahkan anjlok maka warga masih dapat memanfaatkannya sebagai pengurai sampah organik. "Rencananya akan dibuat semacam bank sampah. Dananya akan digunakan untuk pendidikan. Ada sekitar 3 orang dari RW 4 yang akan dikuliahkan dengan menggunakan dana dari budidaya lalat. Warga disini antusias. Budidaya lalat tidak menggunakan modal, karena pakannya dari sampah organik," pungkasnya. (AAM JUNI, Purwokerto.).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: