Sah! Pimpinan MPR Jadi 10 Orang

Sah! Pimpinan MPR Jadi 10 Orang

JAKARTA – Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan dua Revisi Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang (UU). Yakni UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Dengan demikian, jumlah pimpinan MPR RI periode 2019-2024 menjadi 10 orang. Yang kedua, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam UU ini diatur batas usia menikah bagi laki-laki dan perempuan yaitu 19 tahun. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah memimpin rapat terkait pengesahan dua UU tersebut. “Apakah pembicaraan tingkat II terhadap UU MD3 dapat disetujui,” kata Fahri dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/9). Seluruh anggota DPR yang hadir dalam Rapat Paripurna tersebut menyatakan setuju. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Totok Daryanto mengatakan, MPR harus mengejawantahkan aspirasi sesuai kebutuhan berbangsa dan bernegara. Namun masih ada temuan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tersebut. “Dari sisi pimpinan MPR, belum mengakomodasi hasil Pemilu 2019. Sehingga perlu penyempurnaan UU MD3. Poin revisi UU MD3 itu terkait format pimpinan MPR RI yang ada dalam Pasal 15. Yakni terkait pimpinan MPR, yang terdiri dari ketua dan wakil ketua. Dimana pimpinan merepresentasikan dari fraksi-fraksi di DPR dan kelompok DPD RI,” ujar Totok. Bakal calon pimpinan MPR RI diusulkan fraksi dan kelompok DPD RI. Masing-masing mengajukan satu calon. Kemudian dipilih ketua secara musyawarah mufakat. Selanjutnya ditetapkan dalam Paripurna DPR RI. Apabila musyawarah tidak tercapai, maka Ketua MPR dipilih melalui pemungutan suara (voting). Yang memeroleh suara terbanyak ditetapkan menjadi Ketua MPR. Sementara yang tidak terpilih menjadi Wakil Ketua MPR. Selanjutnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyampaikan laporan atas RUU Perkawinan. Dia mengatakan revisi UU Nomor 2/2018 demi menjaga efektivitas MPR. “Perubahan RUU ini karena pemerintah menganggap memutuskan ada lembaga yang lebih efektif dan akuntabel,” ujar Tjahjo. Atas laporan DPR dan pemerintah, Fahri meminta persetujuan para anggota dewan. Wakil rakyat yang hadir menyetujui revisi UU Perkawinan disahkan menjadi UU. “Apakah rancangan UU tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD dapat disetujui disahkan menjadi undang-undang. Apakah dapat disetujui?” tanya Fahri. “Setuju,” jawab peserta rapat. Selanjutnya, Fahri mengetuk palu tanda pengesahan undang-undang. Totok Daryanto menambahkan DPR juga sepakat merevisi UU Perkawinan secara terbatas Terutama Pasal 7 ayat 1 terkait batas usia minimal pernikahan bagi laki-laki dan perempuan. Dia menjelaskan, dalam aturan tersebut, disepakati batasan usia minimal yang diperbolehkan menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Namun ada catatan dari dua fraksi. Yakni PKS dan PPP. Kedua partai itu menginginkan usia minimal perkawinan adalah 18 tahun. “Dispensasi bisa diberikan harus melalui pengadilan yang diajukan oleh orang tua pihak laki-laki dan atau perempuan,” jelasnya. Dispensasi, lanjutnya, harus disertai dengan alasan-alasan yang kuat. Selain itu, pengadilan harus menghadirkan calon laki-laki dan perempuan yang akan melangsungkan perkawinan. Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise mengatakan revisi UU Perkawinan merupakan sejarah. Sebab, sudah lama dinanti oleh masyarakat. Khususnya dalam menyelamatkan anak dari perkawinan yang merugikan. “Hasil revisi UU Perkawninan ini diharapkan dapat mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan membangun generasi tanpa kekerasan terhadap anak. Usia 19 tahun adalah usia matang dan diharapkan mendapatkan keturunan yang berkualitas,” jelas Yohana. Selain itu, dengan usia perkawinan minimal 19 tahun, diharapkan dapat menekan angka kematian ibu dan anak. Dia mengucapkan terima kasih kepada DPR atas kerja sama dalam pembahasan revisi UU Perkawinan. Selanjutnya, pemerintah akan melakukan sosialisasi dan pendidikan soal bahaya pernikahan dini. “Undang-undang juga mewajibkan pemerintah melakukan sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat. Terutama tentang berbahayanya perkawinan usia dini ditinjau dari berbagai aspek,” imbuhnya.(rh/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: