Sugiarti, Perajin Batik Ecoprint, Tidak Menyerah Meski 100 Lembar Kain Gagal, Kini Karyanya Sampai Macau
PIONIR : Sugiarti dengan outfit ecoprint karyanya foto di booth pameran ecoprint dengan memamerkan karyanya beberapa waktu lalu. -Sugiarti untuk Radarmas -
"Makin belajar, makin banyak yang kita tidak tahu," jelasnya.
Menurutnya, seni ecoprint sangay dinamis. Tidak kaku dan terus mengikuti perkembangan zaman. "Teknik ecoprint terus berkembang, jadi harus belajar terus," paparnya.
Selain itu, proses pembuatan ecoprint juga memakan waktu. Ini yang menjadikan ecoprint istimewa. Ada ketekunan dan ketelitian dalam setiap prosesnya.
"Teknik pakai pewarnaan. Bikin pewarna dua malam. Kayu-kayu kita rendam satu malam, terus besoknya kira rebus dijadikan 2 sampai tiga liter. Setelah itu disaring, didiamkan semalam lagi. Tiga malam untuk prosesnya saja," ceritanya.
Pemilihan daun untuk dijadikan motif ecoprint juga tidak sembarangan. Tidak semua daun bisa dijadikan motif. "Kalau jenis daunnya ada daun Lanang, Jati, Jenitri. Yakni daun yang mempunyai motif bagus untuk ecoprint," paparnya.
Saat ini, karya ecoprint milik Sugiarti sudah sampai ke Macau. Kalau untuk pasar domestik ,sudah merambah hampir di semua kota-kota besar. "Sudah sampai Macau. Itu sebelum Covid-19. Belinya lewat FB. TKI yang beli, mau dijual lagi kesana," katanya.
Tidak hanya itu, ecoprint juga telah mengantarkannya keliling Indonesia. Lewat pameran ecoprint, dia kerap ikut pameran busana. Bahkan produk bikinannya sudah dipakai banyak tokoh besar.
"Bu Atiqoh Ganjar, dulu yang di Palembang Ibu Gubernur Sumatera, Andy F Noya. Pak Ganjar pernah beli," ujarnya.
Sugiarti juga baru-baru ini ikut pameran di Makassar. Pameran tersebut merupakan pamerannya yang ke-15. "Ini dari Jateng, UMKM se-Jateng. Untuk fashion show hanya tiga orang, dua dari Banyumas satu dari Sulawesi," jelas dia.
Hasil karya Sugiarti dipatok dengan harga mulai Rp 200 ribu ukuran syal hingga Rp 1,8 juta untuk sutera. Sedangkan untuk outer antara Rp 450 ribu hingga Rp 1,4 juta untuk baju.
"Kain dalam sebulan untuk katun butuh 30 lembar, sutera 10 lembar. Karena sutera bahan bakunya mahal, jadi bikinnya tidak banyak. Baju 10 dalam satu bulan," jelasnya.
Dalam proses pembuatan ecoprint, kata Sugiarti, sangat bergantung pada sinar matahari.
Musim hujan saat ini jadi tantangan tersendiri. Karena dia harus bisa memanfaatkan sinar matahari yang seringkali hanya muncul sebentar saat musim hujan.
"Tantangan itu cuaca, ini lagi hujan terus. Kita tergantung cuaca butuh sinar matahari. Cari daun kalau hujan jelek buat ngeprint," paparnya.
Sebagai salah satu pionir ecoprint di Banyumas, Sugiarti punya mimpi ingin punya tempat usaha ecoprint.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


