Banner v.2

Kurir Narkoba Hadapi Regu Tembak, Bandarnya Masih Bebas

Kurir Narkoba Hadapi Regu Tembak, Bandarnya Masih Bebas

CILACAP- Bagaimana rasanya menanggung salah hingga ke depan regu tembak, namun sang bos besar masih menghirup udara bebas? Itulah yang dirasakan tiga terpidana mati yang masuk daftar eksekusi tahap ketiga: Suryanto alias Ationg Bin Swehong, Agus Hadi alias Oki Bin Hadi, dan Pujo Lestari Bin Kateno. Bandar besar mereka masih belum tersentuh hukum. Nusa Kambangan Jawa Pos yang menembus Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, bersama kerabat terpidana mati berhasil bertemu dengan ketiganya di Lapas Batu. Saat itu, Suryanto, Agus Hadi, dan Pujo duduk di sebuah ruangan. Jarang ada senyum di bibir mereka. Untuk sekadar mengobrol saja, lidah mereka seakan kelu. Mereka banyak diam. Raut muka Pujo yang paling tampak menahan emosi. Saat diajak bicara, suaranya kerap bergetar. Beda lagi dengan Agus Hadi. Dia tampak sedikit panik dan kebingungan. Dalam kondisi duduk pun, Agus seperti enggan menyendarkan punggung. Yang terasa paling tenang adalah Suryanto. Dia masih sesekali menyungingkan senyum. Walau terkadang terlihat dipaksakan. Posisi kakinya masih disilangkan. Tanda masih ada sisa kenyamanan. Kendati begitu, mereka memiliki kesamaan. Raut mukanya menyimpan beban yang begitu berat. Kepada Jawa Pos, Pujo menceritakan kembali bagaimana kasusnya bisa membuat dirinya dan dua kawannya divonis mati. Mereka memang satu komplotan yang menjadi kurir penyelundupan 13 ribu butir ekstasi dan 12 ribu happy five menggunakan kapal dari Malaysia ke Indonesia. Pujo mengatakan, dirinya merupakan anak buah kapal. Atasannya adalah Agus Hadi, rekan terpidana matinya. Keduanya disuruh Suryanto untuk membawa sebuah bungkusan besar. "Awalnya, kami tidak mengetahui bungkusan itu apa. Dalam prosedurnya, kalau barang paket itu tidak boleh dibuka. Jadi, kami sama sekali tidak mengetahuinya," paparnya. Namun, polisi mencegat kapal tersebut dan menemukan bungkusan itu. Setelah dibuka, ternyata berisi 13 ribu ekstasi dan 12 ribu happy five. "Saat itulah kami ditangkap," ujar lelaki berkulit gelap itu. Saat dia akan menceritakan kembali kisahnya, dia seperti tertahan beberapa detik. Lalu menghela nafas. Dia memaksakan diri untuk meneruskan ceritanya. Menurut dia, keduanya disuruh Suryanto untuk membawa bungkusan itu. "Suryanto ini yang menyuruh kami," tuturnya. Saat itu, Suryanto mengambil arah pembicaraan. Dia menuturkan bahwa dia juga hanya menjadi pesuruh dari seorang bandar besar asal Batam bernama Elen. Dia yang membujuk rayu dirinya agar mau untuk mengambil job tersebut. "Saya tidak kenal Elen ini. Nama lengkapnya saja saya tidak mengetahuinya. Tapi, saya tertipu dan terbujuk iming-iming komisi besar darinya," keluhnya. Pertemuan dengan Elen itu terjadi secara tidak sengaja di sebuah diskotik Planet, Batam, Kepulauan Riau. Saat itu Elen menjanjikan uang dalam jumlah besar kalau mau membantu mengirimkan barang dari Malaysia ke Indonesia. "Saya yang kenal dengan beberapa anak buah kapal mencobanya. Tapi begini akhir kejadiannya," tuturnya. Saat polisi berhasil menangkap dirinya. Justru Elen yang menjadi bos dari semua ini tidak tertangkap. Entah, Elen kabur atau bagaimana. Suryanto menuturkan, dirinya sempat meminta pada polisi agar jangan diberitakan dulu kasusnya biar Elen ini bisa tertangkap. "Tapi, saat itu langsung kasus kami dirilis," keluhnya. Akhirnya, Elen yang menjadi otak dari penyelundupan ini masih menghirup udara bebas. Dia menuturkan, padahal dirinya berupaya untuk bisa bekerjasama dengan kepolisian. "Ya, mau bagaimana lagi. Kami ini ingin membantu, tapi malah dibeginikan," paparnya. Karena itulah ketiganya masih merasa ada ketidakadilan yang terjadi dalam proses hukum kasusnya. Kali ini, Pujo menjelaskan, rasanya sangat tidak adil bila pesuruh seperti dirinya itu divonis mati. Tapi, bandar besarnya masih juga bebas. "Kami hanya ingin semua mengetahuinya," tuturnya. Apalagi, selama di dalam penjara di Batam, banyak kasus yang jumlah barang buktinya justru lebih besar. Pujo menuturkan, salah satu narapidana di Batam juga ada yang tertangkap karena menyelundupkan 45 butir ekstasi. Namun, vonisnya hanya 20 tahun penjara. "Dia sempat cerita kalau bayar sejumlah uang agar hukumannya lebih ringan," paparnya dengan suara yang begitu serak. Dengan suara begitu keras, namun terkesan memohon, Pujo menyatakan, keadilan di negeri ini rasanya hanya untuk orang yang memiliki uang. Orang kecil semacam dirinya dan Agus Hadi akan menjadi korban bila lengah sedikit saja kala mencari uang. "Wong cilik itu sepertinya tidak berhak mendapat keadilan," ujarnya lalu secara mendadak menyebut, anaknya saat ini masih berumur 13 tahun. Dengan mata berkaca-kaca, dia menuturkan, apakah dirinya tidak berhak untuk melihat anaknya untuk sekedar tumbuh besar?. Selama di penjara, dia kehilangan momentum melihat perkembangan anaknya. "Saat ditangkap, anak saya itu umurnya dua tahun, sekarang sudah 13 tahun. Siapa yang akan menjadi ayahnya," keluhnya. Agus Hadi yang sedari awal paling diam, mulai tersulut. Dia menuturkan, kalau saja diberi kesempatan untuk bisa hidup, dirinya akan menjadi relawan untuk bisa membantu para pecandu dan pada pengguna. "Saya akan habiskan hidup saya mengentaskan mereka dari jeratan narkotika," tuturnya. Suryanto tiba-tiba berharap Presiden Jokowi untuk mendengar keluhannya. Dia mengaku memilih Jokowi saat pencoblosan di Lapas Batam 2014 lalu. Menurutnya, dirinya tidak akan pernah menyentuh narkotika lagi. Bahkan, akan bersama-sama menjadi relawan agar tidak ada lagi yang menggunakan narkotika. (idr/gun/sof)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: