Galungan kembali diselenggarakan sesuai dengan tradisi yang telah dikenal sebelumnya. Keputusan ini mengukuhkan kembali pentingnya perayaan Galungan dalam kehidupan spiritual dan budaya umat Hindu di Bali.
Sementara itu, Kuningan merupakan perayaan yang dilaksanakan sepuluh hari setelah Galungan. Pada momen ini, umat Hindu memberikan penghormatan kepada roh leluhur mereka, menegaskan kembali nilai-nilai kekeluargaan dan pengabdian kepada nenek moyang. Kuningan menjadi wujud konkret dari penghormatan terhadap leluhur.
Makna Galungan
Makna Galungan memiliki akar dalam bahasa Jawa Kuno yang mengartikan "menang" atau "bertarung." Secara luas, Hari Raya Galungan dipahami sebagai perayaan kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan), yang disimbolkan dengan penghaturan sujud bakti kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa.
BACA JUGA:Umat Hindu Tutup Hari Suci Nyepi dengan Saling Memaafkan
BACA JUGA:Umat Hindu Lakukan Upawasa dalam Rangkaian Catur Brata Penyepian
Namun, dalam filosofi yang lebih dalam, makna perayaan Galungan dapat dipahami melalui petikan dari lontar Sundarigama yang menyatakan, "Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep."
Dalam terjemahan oleh Putu Sanjaya, kutipan tersebut dapat diartikan sebagai berikut: "Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran."
Dari konsep yang terkandung dalam lontar Sundarigama ini, Galungan menjadi perayaan yang bertujuan untuk menyatukan kekuatan spiritual agar mencapai pemahaman yang jernih dan untuk membersihkan segala kekacauan pikiran. Dalam esensinya, Galungan menjadi simbol dari perjuangan batin yang mengarah pada penemuan kebenaran dan penyebaran cahaya spiritual.
Makna Kuningan
Perayaan Kuningan membawa makna yang dalam bagi umat Hindu. Momen ini bukan hanya sebagai ajang ritual, tetapi juga sebagai waktu yang suci untuk memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan, dan petunjuk lahir batin kepada para Dewa, Bhatara, dan Pitara.
BACA JUGA:Umat Hindu Selenggarakan Upacara Melasti Menjelang Nyepi
BACA JUGA:Mengenal Segehan Mancawarna dalam Hindu
Pada hari Kuningan, umat Hindu mempersembahkan upacara dan persembahyangan hingga setengah hari. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa para Dewa dan Bhatara, didampingi oleh para Pitara, hanya turun ke bumi hingga tengah hari. Momen ini menjadi saat yang sangat penting bagi umat Hindu untuk berkomunikasi dengan dunia spiritual dan memohon berkah serta petunjuk dari para dewa.
Salah satu aspek khas dari perayaan Kuningan adalah adanya perlengkapan khusus seperti Endongan, yang merupakan simbol persembahan kepada Hyang Widhi. Endongan menjadi representasi dari kesungguhan umat Hindu dalam memberikan penghormatan dan persembahan kepada Tuhan. (WAN)