Pada akhirnya bermodalkan tiga warung getuk goreng tersebut, anak cucu dari Tohirin berhasil mengembangkannya dengan pesat hingga saat ini sudah ada 10 gerai getuk goreng Haji Tohirin yang semuanya besar dan ramai dikunjungi.
Salah satu kelebihan dari kudapan getuk goreng asli Haji Tohirin ini adalah ketahanannya meskipun tidak menggunakan pengawet.
Getuk goreng dikemas dalam besek atau anyaman bambu dan mampu bertahan hingga 10 hari dalam suhu ruangan biasa.
Penggunaan besek sebagai kemasan menjadikan getuk goreng Haji Tohirin semakin unik, menarik, alami, serta terkesan mempertahankan karakter tradisional.
Pada awalnya rasa getuk goreng hanya original atau gula jawa saja. Seiring perkembangan pasar yang mana lidah masyarakat modern menyukai berbagai rasa, kini sudah tersedia rasa coklat, nangka, dan durian.
Meski begitu, getuk goreng Haji Tohirin tidak sedikitpun meninggalkan bahan baku aslinya yaitu singkong. Proses pembuatannya pun hingga saat ini tidak menggunakan peralatan khusus.
BACA JUGA:Getuk Sudah, Kini Kejar Legenda Kamandaka Jadi WBTB
BACA JUGA:Toko Getuk Sokaraja Terbakar
Semua prosesnya menggunakan alat-alat tradisional. Disamping untuk menjaga citarasa yang khas, penggunaan peralatan tradisional ini bertujuan untuk menghindari adanya proses yang tidak terkontrol.
Makanan ini dibuat dengan seratus persen menggunakan tangan manusia tanpa campur tangan mesin (hand-made).
Singkong yang dipilih untuk membuat getuk goreng juga tidak sembarang pilih. Jenis dan kualitasnya sama karena dipanen dari tempat yang sama secara keseluruhan.
Gula jawa atau gula merah yang digunakan juga tidak sembarangan. Karena perannya yang menjadi pemanis alami tentu sangat selektif dalam pemilihannya.
Seiring berjalannya waktu, banyak sekali merk getuk goreng baru bermunculan dan jadi sumber mata pencaharian masyarakat Sokaraja, Banyumas.
Sejarah getuk goreng Haji Tohirin harus selalu dijaga demi utuhnya catatan masa lalu yang berisi tokoh-tokoh berjasa yang kini ratusan orang hidup dari idenya. (okt/*)