Keunikan selanjutnya dalam tradisi ini yaitu alat pembayaran yang digunakan dalam transaksi jual beli tersebut bukan menggunkaan uang pada umumnya, melainkan menggunakan wingka maupun batu. Bagi yang tidak tahu wingka itu apa, wingka adalah pecahan genting. Benda tersebutlah yang menjadi alat pembayaran sah dalam tradisi Mecah Paruk ini.
Dikarenakan tradisi Mecah Paruk ini sudah dilaksanakan sejak dahulu, maka ketika mengetahui ada yang melaksanakan tradisi ini masyarakat setempat dengan cepat merespon dan bergegas mencari wingka untuk membeli dagangan.
BACA JUGA:Ini Properti yang Ada pada Kesenian Ebeg dan Maknanya
BACA JUGA:Jadi Penari Ebeg Ternyata Berisiko, Apa Saja Risikonya?
Adapun proses pembeliannya yaitu pembeli akan menyerahkan wingka kepada pembeli. Selanjutnya, penjual akan menyiapkan menu makanan dengan dibungkus pincuk daun pisang. Pembeli bisa memakannya langsung di tempat ataupun dibawa pulang.
Ketika semua dagangannya habis terjual, wingka-wingka tersebut kemudian dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam paruk yang sudah kosong. Paruk ini adalah alat masak tradisional dari tanah liat berbentuk cembung yang digunakan untuk tempat becek lumbu. Setelah wingka dimasukkan ke dalam paruk, kemudian paruk tersebut diangkat ke atas untuk dipecahkan di perempatan jalan.
Saat paruk tersebut diumbulna (dilempar ke atas), penjual dianjurkan untuk berdoa dan mengucap "jabang bayi mbabar" yang artinya jabang bayi lahir. Pemecahan paruk ini menandakan telah berakhirnya proses tradisi Mecah Paruk.
Makna di Balik Simbol-Simbol Tradisi Mecah Paruk
Dalam tradisi Mecah Paruk terdapat pesan-pesan dari leluhur dalam simbol-simbol yang digunakan pada tradisi ini. Adapun simbol-simbol tersebut antara lain.
1. Perempatan Jalan
Perempatan jalan yang dijadikan sebagai lokasi pelaksanaan tradisi Mecah Paruk termasuk dalam simbol yang terdapat makna tersirat di dalamnya.
BACA JUGA:Kesenian Ebeg: Budaya Banyumasan yang Aktraktif
BACA JUGA:Menelusuri Lagu-Lagu Tradisional yang Hits Dimainkan Saat Pertunjukan Ebeg Banyumasan
Maknanya yaitu supaya kelak bayi tersebut lahir dan tumbuh dewasa, dia akan mengerti "pancer papat" atau "kiblat papat" (empat arah). Dalam hal ini pancer papat yaitu tetangga yang ada di sekitar rumah. Hal tersebut bertujuan agar kita tahu akan tetangga di sekitar dan punya kepedulian yang tinggi.
2. Hari Jumat
Ditetapkannya hari Jumat sebagai waktu dilaksanakannya tradisi Mecah Paruk yaitu karena hari tersebut dianggap sebagai hari yang paling baik di antara hari yang lainnya. Selain itu, hari Jumat ditetapkan karena keutamaan beramal pada hari tersebut dimana pahalanya akan berlipat ganda.