Bersama Muliakan Bumi Syam Suriah

Senin 20-01-2020,13:51 WIB

Konflik Suriah telah terjadi sejak Maret 2011 dan telah menewaskan ratusan ribu jiwa warganya. Dilansir dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (UN OCHA) dan Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SNHR), korban jiwa sejak tahun 2011-2019 adalah sebanyak 380.636 jiwa dan warga yang eksodus keluar Idlib dari Desember 2019-Januari 2020 sebanyak lebih dari 350 ribu jiwa. Selama hampir satu dekade konflik Suriah, ACT turut serta meringankan derita penduduk Suriah melalui sejumlah program kemanusiaan. Hal ini disampaikan melalui konferensi pers “Bersama Muliakan Bumi Syam Suriah” pada Jumat (17/1) di Jakarta Selatan. Syuhelmaidi Syukur selaku Dewan Pembina Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyatakan, serangan udara terus berlanjut di beberapa kawasan Idlib di Suriah, meski sempat ada kesepakatan gencatan senjata antara pihak yang bertikai. Korban sipil pun terus berjatuhan, disertai kelumpuhan di berbagai sektor kehidupan. “Melalui konferensi pers ini, kami ingin meningkatkan kepedulian antar sesama, khususnya untuk saudara-saudara kita yang terkena dampak konflik yang berkepanjangan. Kami ingin kembali mengajak kesadaran umat, bahwa pentingnya kita membantu saudara-saudara kita di bumi Syam. Apabila ada golongan maupun kelompok-kelompok yang berselisih, sudah kewajiban kita sebagai orang beriman untuk membantu atau mendamaikan mereka dengan cara-cara yang adil tanpa memihak salah satu golongan. Kami berikhtiar melalui program-program kemanusiaan kami,” ungkap Syuhelmaidi. Dampak konflik berkepanjangan di Suriah begitu masif. Sekitar 11,8 juta penduduk Suriah mengungsi, yang mana 2,6 juta jiwa di antaranya adalah anak-anak. Dari 2,6 juta jiwa anak, 1,1 juta di antaranya adalah anak yatim. Data ini disampaikan oleh Bambang Triyono selaku Direktur Global Humanity Response (GHR)-ACT. Ketegangan konflik di tengah musim dingin yang mencapai 4 derajat Celsius memperburuk kondisi para pengungsi internal. Bambang menyampaikan, 80% pengungsi Suriah adalah perempuan dan anak-anak. Beberapa keluarga berlindung di masjid atau sekolah, namun ada pula yang di tenda dekat dengan perbatasan. Sejak 2012, ACT senantiasa mendistribusikan bantuan untuk masyarakat Suriah. Bantuan diberikan melalui sejumlah program kemanusiaan berkelanjutan di bidang pangan, sandang, layanan kesehatan, pendidikan, dan lainnya. “Sementara untuk merespons krisis saat ini, adapun sejumlah program yang disiapkan adalah 1.000 paket pangan, 2.000 paket roti, peralatan musim dingin (pakaian hangat, selimut, bantal, kasur, bahan bakar, dll), emergency house seluas 24 m², dan 10 unit bus yang bersiaga untuk memobilisasi eksodus penduduk jika terjadi serangan. Hingga saat ini, tidak hanya di Indonesia kami pun terus bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat global dalam aksi serta program kemanusiaan yang terencana, terukur, serta tepat sasaran,” imbuh Bambang. Ibnu Khajar Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) pun mengajak masyarakat Indonesia untuk bersama-sama membela Bumi Syam Suriah sebagai bentuk tindakan nyata dalam menghadapi krisis kemanusiaan global. Hilangnya tempat tinggal, kondisi kesehatan yang memburuk, cuaca yang ekstrem telah menambah penderitaan para pengungsi di Suriah. “Apalagi menjelang musim dingin, Suriah menjadi daerah yang semakin menyedihkan setiap harinya. Jika hujan, air genangan akan masuk ke kamp-kamp warga. Tidak sedikit juga kamp yang rusak terkena arus. Kini, yang mereka butuhkan adalah dukungan serta bantuan dari sahabat dermawan sekalian. Juga menjadi tugas kita pula untuk menolong saudara-saudara yang kesusahan. Jangan biarkan mata kita tertutup, dan enggan membagikan kebahagiaan untuk saudara-saudara kita di Suriah sana. Tidak hanya sampai disitu, Bumi Syam juga masuk dalam keistimewaan serta keberkahaan tersendiri. Beberapa keistimewaannya terutama umat muslim yaitu Bumi Syam sebagai tempat para nabi,” tutup Ibnu. [adv]

Tags :
Kategori :

Terkait