JAKARTA-Pemilihan Umum (Pemilu) serentak yang diawali dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara bersama-sama pada akhir 2015, dinilai masih belum berhasil menciptakan pemerintahan yang efektif. Hal tersebut dikemukakan Guru Besar Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris.
Ia melihat beberapa elemen seharusnya diterapkan dalam pemilihan, guna menciptakan pemerintahan yang efektif. Salah satu yang dipaparkan terkait adanya tingkatan pada Pemilu.
"Pemilu serentak saat ini hanya efisian dalam segi dana dan segi waktu. Tapi tidak menghasilkan pemerintahan yang efektif," tuturnya dalam diskusi "Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah" di Jakarta, kemarin.
Pemilu dijelaskan harus ditempatkan dalam dua tingkat berbeda. Pertama, yakni Pemilu Nasional dan selanjutnya Pemilu Daerah.
Pembagian itu, dikatakan Syamsuddin bisa memberi keleluasaan bagi pemilih dalam menyampaikan aspirasi di bilik suara. Saat ini, pemilihan memang masih untuk memilih Kepala Daerah saja, namun ke depan Pemilu, Pemileg sampai Pilkada dimampatkan dalam satu waktu.
Hal inilah yaang dikatakan Syamsuddin tidak bertujuan membangun pemerintahan efektif. Menurutnya, ketentuan pelaksanaan pemilu serentak yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi ini menjadikan garis kepemimpinan pusaat dan daerah tak sinergis, dan jauh dari kepentingan rakyat.
"Kebutuhan kita yang paling mendesak adalah menghasilkan pemerintahan yang efektif, bukan semata-mata hanya pemilu serentak," imbuhnya. Selain itu, Syamsuddin juga melihat perlunya pemisahan waktu antar penyelenggaraan pemilu.
Ia menyebut 30 bulan, sebagai jeda untuk rakyat dalam menilai kinerja orang-orang pilihan mereka. Sehingga, jika rakyat menyimpulkan pilihan mereka di daerah bagus, terbuka kesempatan bagi individu yang dipilih maju dalam pemilu tingkat nasional.
"Pemilu nasional untuk memilih calon presiden-wakil presiden, anggota DPR RI dan DPD RI, sedangkan pemilu lokal guna memilih gubernur, bupati/wali kota, dan anggota DPRD," pungkasnya. (adn)