Uji Materi di MK Ditolak, Pilkada Tetap Digelar

Selasa 27-10-2020,11:27 WIB

Foto Istimewa JAKARTA – Uji Materi yang yang diajukan Lembaga Kemasyarakatan Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan warga sipil ini meminta Pemilihan Kepala Daerah Serentak pada 2020 untuk ditunda. Hasilnya, Pilkada tetap digelar. Diketahui, MK menguji UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada di tengah masa Pandemi Covid-19. Hakim MK Saldi Isra saat membacakan konklusi mengatakan, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Pokok permohonan tidak dipertimbangkan. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. https://radarbanyumas.co.id/pilkada-sukses-bukan-cuma-kpu/ https://radarbanyumas.co.id/pilkada-serentak-tetap-jalan/ “Pemohon tidak cukup hanya dengan menjelaskan tujuan dari pembentukan organisasi, tetapi harus pula dapat menyampaikan contoh konkret aktivitas atau kegiatan pemohon sebagai lembaga berkenaan dengan isu konstitusionalitas norma yang diajukan," ucap Saldi, Senin (26/10). Mahkamah Konsitusi meragukan pemohon aktif berkegiatan yang berkaitan dengan isu konstitusionalitas dalam norma yang dimohonkan. Hakim menilai pemohon tidak mengalami kerugian, baik langsung maupun tidak langsung, atas berlakunya norma yang diuji. kemasyarakatan Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP) yang diwakili Johan Syafaat Mahanani selaku ketua dan Almas Tsaqibbirru selaku sekretaris. Saldi menjelaskan uraian pemohon mengenai kedudukan hukum dan alat bukti dalam perkara tak dapat meyakinkan MK. Diketahui, lembaga masyarakat solo ini mempermasalahkan Pasal 201 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020. Dua ayat yang mengatur waktu pelaksanaan pilkada di tengah bencana nonalam itu dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon menilai pelaksanaan pilkada pada Desember 2020 dapat berisiko membahayakan penyelanggara, peserta, hingga pemilih pilkada serentak di tengah pandemi covid-19 (korona). Pemohon meminta pilkada ditunda hingga September 2021 meski belum dipastikan pandemi berakhir. "Namun sekurang-kurangnya dalam rentang waktu tersebut kebiasaan-kebiasaan kenormalan baru seperti menggunakan masker, rajin cuci tangan, dan jaga jarak telah menjadi gaya hidup yang melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga laju penyebaran dan penularan covid-19 dapat ditekan," bunyi petikan permohonan pemohon. Sebelumnyta, pelaksanaan Pilkada pada Desember mendatang diprediksi akan dipenuhi dengan kecurangan. Sebab, pengawasan akan mengendur seiring dengan mewabahnya pandemi Covid-19. Atas hal itu, Pilkada Serentak 2020 dinilai mesti ditunda. Tak hanya kecurangan, potensi politik uang juga diprediksi bakal terjadi dalam pilkada mendatang. Hal ini ditilik dari kondisi ekonomi masyarakat yang tengah menurun akibat terdampak Covid-19. "Ini sudah kami prediksi sehingga sekali lagi kami masih mendorong agar pilkada di tengah pandemi untuk ditunda," ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha dalam diskusi daring, Minggu (25/10). Egi menduga, ketegasan pemerintah untuk tetap menggelar Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi diakibatkan adanya desakan dari orang-orang kuat. Menurutnya, orang-orang kuat tersebut ingin tetap bisa menumpuk kekayaan di daerah. (khf/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait