PURBALINGGA - Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Purbalingga masih berjalan. Terutama menjadi pemukiman warga dan perumahan, serta bangunan lainnya. Data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Purbalingga, dalam lima tahun terakhir (2015-2019) luasannya mencapai 21,11 hektar.
Kasi Pengadaan Tanah, BPN Kabupaten Purbalingga, Muhammadiyah SH menjelaskan, data dari BPN Purbalingga, berdasarkan fakta di lapangan dan permohonan yang ada. Tentunya dengan menyesuaikan regulasi yang berlaku.
“Kami mencatat dan didapatkan luasan 21,11 hektar dalam 5 tahun terakhir. Intinya dari lahan pertanian menjadi non pertanian, bisa bangunan dan lainnya,” ungkapnya sesuai data base yang ada di BPN Purbalingga.
https://radarbanyumas.co.id/menanti-lahan-industri-di-banyumas-ini-sebaran-2-500-ha-untuk-kawasan-industri/
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga, Mukodam SPt mengakui jika yang masih sulit didata atau dicari luasannya yaitu alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat perorangan untuk bangunan rumah tinggal atau perdagangan dan jasa.
Menetapkan LP2B sebetulnya hal yang tak sulit, tetapi yang sulit adalah konsekuensi aplikasinya. Lahan yang ditetapkan adalah milik warga masyarakat dalam hal ini memiliki hak sebagai pemilik. Sekaligus dituntut harus ada kesadaran dan komitmen yang kuat dari pemilik lahan untuk dapat mempertahankan lahan yang ditetapkan sebagai LP2B tidak dialihfungsikan.
Bahkan ketika dibutuhkan untuk berbagai kepentingan lain misalnya membangun rumah, tempat usaha atau lainnya walapun suatu saat membutuhkannya untuk kepentingan lain tersebut. “Yang juga berat adalah pemerintah daerah harus mampu memberikan insentif tertentu kepada pemilik lahan yg menyetujui ditetapkan sebagai LP2B,” tegas Mukodam, Jumat (19/2).
Kedepan, penetapan LP2B tidak hanya sekadar penetapan saja, tetapi harus diikuti dengan regulasi terkait sanksi pelanggarannya. Kemudian adanya insentif atau reward bagi petani yang menyetujui lahannya dijadikan LP2B.
“Tanpa adanya persetujuan pemilik lahan maka realisasi aplikasi riil LP2B sulit dilaksanakan. LP2B sangat membutuhkan kesiapan pemerintah, kesadaran masyarakat dan seluruh komponen yang terkait. Karena sejatinya yang ditetapkan sebagai LP2B itu bagian terbesar adalah tanah pertanian milik masyarakat,” tambahnya.
Alih fungsi lahan tersebut merupakan suatu keniscayaan, karena jumlah penduduk yang terus bertambah. Sehingga kebutuhan perumahan serta pemenuhan barang dan jasa memerlukan prasarana seperti gudang, pertokoan, warung, kios dan lainnya ikut bertambah.
“Sepanjang alih fungsi lahan tersebut tidak menyalahi peruntukan lahan yang ditetapkan dalam RTRW,” ujarnya.
Kondisi eksisting saat ini ada lahan-lahan yang dalam RTRW dipersiapkan peruntukannya kedepan untuk permukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa maupun industri. Namun saat ini masih dipakai untuk budidaya pertanian (tanaman pangan, hortikuktura maupun perkebunan).
“Itu boleh saja atau tidak menyalahi ketentuan pemanfaatan. Artinya sepanjang lahan tersebut masih dapat ditanami tanaman produktif dan belum digunakan peruntukan sesuai yang ditetapkan dalam RTRW tentu positif untuk mendukung ketersediaan dan ketahanan pangan. Yang tidak boleh manakala dalam RTRW ditetapkan lahan diperuntukan pertanian dipakai untuk perumahan,” paparnya.
Data yang dihimpun Radarmas, Kabupaten Purbalingga memiliki total luas lahan pertanian di kisaran 21 ribu hektar. Terutama dengan komoditas padi atau jumlah lahan persawahan dan pertanian secara umum. (amr)