Bekerja dengan risiko tinggi dan kadang bertaruh dengan nyawa serta membutuhkan fisik yang prima, menjadi keseharian para petugas pemadam kebakaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purbalingga. Salah satunya bagi sopir kendaraan penyelamat kebakaran ini. SANTAI : Petugas pemadam kebakaran saat santai tak ada “panggilan” kebakaran di pos pemadam BPBD Purbalingga./AMARULLAH NURCAHYO/RADARMAS AMARULLAH NURCAHYO, Purbalingga Raut wajah Yulianto yang sudah puluhan tahun mengendalikan kendaraan unit pemadam kebakaran pada BPBD terlihat serius. Perlahan dia mulai mengisahkan selama lebih dari 10 tahun bersama kendaraan pemadam kebakaran. Pria bertubuh gempal ini mengaku jika sudah di jalanan saat bertugas, hanya berpatokan pada tupoksinya. Yaitu membunyikan sirine sehingga kendaraan lain minggir. Namun yang paling menantang, menurutnya, saat sudah ada pemberitahuan minggir namun masih banyak yang bandel. “Saya kadang menghilangkah rasa khawatir itu dengan tetap konsentrasi dan menguasai kendaraan. Beruntung sampai sekarang saya belum dan jangan sampai nabrak kendaraan atau orang di jalan saat bertugas,” ungkap bapak tiga anak ini. Lelaki yang juga Koordinator Petugas Pemadam Kebakaran BPBD Purbalingga ini juga mengaku harus siap fisik 24 jam. Bahkan jika terjadi kebakaran jam berapapun dan harus siaga serta menuju lokasi, maka harus dilaksanakan. Tak jarang ketika sudah di rumah saat tidak piket ada kejadian kebakaran, maka harus meninggalkan kembali keluarga dengan taruhan nyawa. Dia bersyukur tidak pernah mengalami kejadian yang membuat nyawa hampir melayang. Sopir lainnya, Turyono mengaku sempat mengalami insiden beberapa tahun lalu. Yakni menabrak sepeda motor saat bertugas memadamkan api di wilayah Kecamatan Padamara. Bahkan urusannya sampai ke kepolisian, namun akhirnya bisa diselesaikan. “Kalau trauma tidak, justru menjadikan saya lebih berhati-hati di jalan saat bertugas dan tidak memacu kendaraan dengan kencang. Apalagi dengan kondisi jalan yang masih banyak kendaraan membandel untuk minggir,” kata pria bertubuh ramping ini. Rata-rata para awak pemadam kebakaran juga sudah tebal telinga saat sampai di lokasi karena dinilai warga terlambat. Padahal terkadang laporan warga telat masuk ke posko pemadam. Menurutnya, banyak warga yang terbiasa menghubungi pemadam kebakaran jika api sudah membesar. “Kami sudah terbiasa dan harus tahan dengan tidak meluapkan emosi. Karena sudah risiko tugas dan semua yang menilai masyarakat. Jika api bisa dikendalikan, baru itu menjadi kepuasan hati dan menambah kepedulian sosial kami,” kata dua sopir lainnya, Yuni dan Wawan. (*/sus)
Kisah Para Sopir Pemadam Kebakaran BPBD Purbalingga, Pernah Nabrak Motor hingga Dimarahi karena Datang Terlamb
Jumat 19-08-2016,16:15 WIB
Kategori :