Jokowi Setuju Revisi UU KPK

Kamis 11-02-2016,10:28 WIB

Tekankan Pada Empat Poin JAKARTA - Kegalauan publik pada revisi Undang-undang KPK yang dinilai  bakal menggembosi misi pemberantasan korupsi, rupanya tak mampu  menggugah kesadaran pemerintah. Bagai gayung bersambut, inisiatif legislatif itu mendapat lampu hijau dari eksekutif. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Panjaitan menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah setuju dengan empat poin yang diajukan DPR dalam revisi UU KPK. "Tapi kalau lari dari empat (poin) itu, presiden tidak mau," ujarnya di Kompleks Istana Presiden kemarin (10/2). Empat poin yang dimaksud adalah pembentukan Dewan Pengawas KPK,  prosedur penyadapan harus seizin Dewan Pengawas KPK, pengangkatan penyidik independen, serta munculnya kewenangan KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) apabila bukti dirasa tidak cukup. Luhut berdalih, keberadaan Dewan Pengawas tidak akan melemahkan KPK.  Sebab, dewan tersebut tidak bisa menghambat gerak KPK, karena fungsinya seperti oversight committee yang mengawasi saja. ''Jadi tujuannya bukan untuk mengontrol,'' katanya. Lantas, bagaimana dengan pandangan banyak pihak yang menilai prosedur penyadapan yang nantinya harus meminta izin Dewan Pengawas sebagai bentuk pengekangan? Luhut juga menepis hal itu. ''Nggak ada itu (pengekangan), kalau mau nyadap ya nyadap saja. Yang penting ada mekanismenya di internal KPK,'' ucapnya. Saat ditanya kuatnya arus publik yang menolak revisi UU KPK karena dinilai sebagai bentuk pelemahan, pensiunan jenderal TNI Angkatan Darat yang juga mantan kepala kantor staf presiden itu tak mau ambil pusing. ''Sah-sah saja mereka menolak,'' ujarnya. Luhut bersikukuh, sikap pemerintah mendukung revisi UU KPK karena didasari keyakinan bahwa hal itu bukan melemahkan KPK, tapi justru memperkuat lembaga antirasuah tersebut dan memperkuat agenda pemberantasan korupsi. ''Spirit kami baik, biar seimbang, kami mau bikin universal, tidak ada aneh-aneh,'' jelasnya. Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menambahkan, pemerintah akan menarik diri dari pembahasan revisi, apabila DPR memasukkan aturan di luar empat poin yang sudah disampaikan. Misalnya,  jika penyadapan harus meminta izin pengadilan. ''Itu pasti kami tidak terima. Soal penyadapan tetap ada, tapi SOP nya yang diperkuat,'' ujarnya. Tampaknya, agenda DPR merevisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi, memang terus menggelinding. Kemarin, melalui pandangan mini fraksi di tingkat Badan Legislasi (Baleg), draf usulan revisi yang diajukan 45 anggota dari 6 fraksi disepakati untuk dilanjutkan dibawa ke sidang paripurna. Rencananya, sidang paripurna akan langsung dilaksanakan hari ini. Di situ, bakal diambil keputusan draf revisi UU KPK menjadi usul insiatif DPR secara resmi. "Pagi harinya, pimpinan akan lebih dulu mengadakan rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah untuk menentukan agenda," tutur Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo, usai rapat Baleg, di Komplek Parlemen, Jakarta, kemarin (10/2). Dalam pandangan mini fraksi, dari 10 fraksi yang ada, sembilan diantaranya menyetujui untuk melanjutkan pembahasa draf usulan UU KPK. Hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak.     "Kami menyuarakan agar revisi UU KPK dihentikan, pelemahan jangan dikamuflasekan dengan penguatan," kata juru bicara Fraksi Gerindra Aryo Djojohadikusumo, saat rapat Baleg. Menurut dia, sebagai produk rezim reformasi, KPK tidak selayaknya dilemahkan. Lembaga tersebut juga telah berhasil menyelamatkan uang negara Rp 205 triliun. "Empat item yang mau direvisi di UU KPK itu mengebiri kewenangan KPK. Karena itu Fraksi Gerindra menolak revisi UU KPK," tandas keponakan Prabowo Subianto tersebut. Berdasar draf revisi terbaru hasil harmonisasi baleg, agenda perubahan masih mencakup empan poin utama. Mulai dari pembentukan dewan pengawas, ketentuan penyadapan, mekanisme pengangkatan penyelidik independen, dan dibukanya ruang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Meski demikian, ada hal lain yang juga menyusul masuk ketika proses harmonisasi. Yaitu, mekanisme pengunduran diri dan pemberhentian pimpinan KPK. "Kami bersyukur ketentuan ini juga diakomodir. Ini untuk mencegah konflik kepentingan politik pimpinan KPK, untuk mencegah pimpinan KPK berhenti di tengah jalan hanya karena tertarik dengan jabatan lain," kata juru bicara PKS Al Muzammil Yusuf, masih dalam rapat Baleg. Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah fraksi sempat membuka kemungkinan menolak revisi UU KPK. Salah satunya adalah Partai Amanat Nasional. Melalui Ketua Umumnya Zulkifli Hasan, partai yang belakangan merapat menjadi partai pendukung pemerintahan itu sempat menyatakan, kalau sikap partainya bergantung pada KPK. Kalau KPK menolak, partainya juga akan menolak. Namun, saat rapat Baleg, juru bicara PAN  Ammy Amalia Fatma menyatakan kalau fraksinya sepakat dengan 4 poin di UU KPK untuk direvisi. Dalam hal pembentukan Dewan Pengawas, misalnya. Dia menyatakan, keberadaan institusi itu penting untuk mencegah KPK bertindak sewenang-wenang. Meski sempat menyinggung kalau partainya menolak segala upaya pelemahan KPK, namun dalam penutup pandangan frakis yang disampaikannya, PAN tetap ingin revisi lanjut. "Kami menerima revisi UU KPK," kata Ammy. Berdasar prosedur yang ada, paska disepakati di sidang paripurna menjadi usul inisiatif DPR, draf akan dikirim ke pemerintah. Jika setuju untuk melakukan pembahasan, presiden akan mengeluarkan amanat presiden (ampres). Ampres itu berisi penunjukan menteri terkait  untuk melakukan pembahasan. Sesuai ketentuan pula, pemerintah dibatasi waktu 30 hari terkait hal tersebut.  (owi/dyn/agm)

Tags :
Kategori :

Terkait