PURWOKERTO, RADARBANYUMAS.DISWAY.ID – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banyumas menghadapi somasi dari Yayasan Tri Bhakti Pratista (Tribhata) Banyumas terkait dugaan pelanggaran kode etik pemilu, Jumat (4/10/2024).
Somasi ke KPU Banyumas tersebut dilayangkan karena dianggap tidak memberikan kepastian hukum, terkait maraknya alat peraga kampanye kolom kosong, yang dinilai ilegal.
Nanang Sugiri, pendiri yayasan yang beranggotakan para Advokat itu mengungkapkan bahwa tindakan ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Namun pihaknya menyoroti masifnya pemasangan baliho, reklame, dan poster yang mengampanyekan kolom kosong di berbagai lokasi tanpa ada izin dari KPU sebagai penyelenggara pemilu.
BACA JUGA:Anggaran PMT Purbalingga Capai Rp 10,2 Miliar untuk Penanganan Stunting
"Diduga, ini dilakukan oleh kelompok yang ada penanggung jawabnya, namun caranya ilegal karena tidak ada persetujuan dari KPU. Semua terkait kampanye sudah diatur oleh KPU," kata Nanang usai menyerahkan surat somasi ke pihak KPU Banyumas.
Sebelum menyampaikan somasi, sejumlah anggota Tribrata menggelar aksi di halaman kantor KPU Banyumas, mendesak agar KPU segera mengambil langkah tegas.
Mereka menyuarakan keprihatinan atas maraknya baliho kolom kosong yang dianggap dapat mengganggu kesuksesan Pilkada. Namun, aksi tersebut hanya disambut oleh petugas KPU tanpa kehadiran komisioner.
“Kami memberi batas waktu tiga hari bagi KPU untuk merespons. Jika tidak ada jawaban, kami akan membawa masalah ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),” ujar Nanang.
BACA JUGA:Terdakwa Kasus Pembunuhan di Cipaku Dituntut 14 Tahun Penjara
Nanang menambahkan, tujuan dari aksi tersebut adalah untuk memastikan Pilkada berjalan sukses dan tanpa gangguan. Menurutnya, keberadaan baliho yang mengampanyekan kolom kosong dapat merusak integritas pemilu.
"Tuntutan kami sederhana, segera copot semua banner, reklame, dan baliho yang menyuarakan kolom kosong," tuntutnya.
Nanang juga menyinggung regulasi yang masih ambigu, terkait kolom kosong dalam Pilkada, yang bisa berpotensi menimbulkan tafsir ganda di masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa dalam kode etik pemilu, KPU sebagai penyelenggara harus memastikan adanya kepastian hukum.