Banner v.2
Banner v.1

Meski Siswa Sedikit, 28 SMP Negeri di Purbalingga Tak Akan Diregruping

Meski Siswa Sedikit, 28 SMP Negeri di Purbalingga Tak Akan Diregruping

Trigunawan Setyadi SH MH, Kepala Dindikbud Kabupaten Purbalingga.-Dok Radarmas-

PURBALINGGA, RADARBANYUMAS.CO.ID – Sebanyak 28 Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kabupaten Purbalingga tercatat memiliki jumlah siswa baru yang minim pada tahun ajaran 2025/2026. Meski demikian, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) setempat menegaskan tidak serta-merta akan melakukan regrouping atau penggabungan sekolah.

Kepala Dindikbud Kabupaten Purbalingga, Trigunawan Setyadi, menegaskan bahwa proses regrouping tidak bisa dilakukan sembarangan. Salah satu pertimbangan utama adalah jarak antar sekolah yang akan digabung.

“Jika akses siswa ke sekolah jadi beban karena jauh usai regrouping, menyulitkan siswa, maka akan dipertimbangkan tidak digabung,” ujar Trigunawan saat dikonfirmasi, Kamis (31/7/2025).

Ia mencontohkan, dalam kasus di jenjang Sekolah Dasar (SD), pernah dilakukan penggabungan antara dua sekolah yang berdekatan namun berbeda jauh jumlah siswanya. Namun kondisi berbeda terjadi di wilayah pinggiran, di mana meskipun jumlah siswa sedikit, jarak antar sekolah cukup jauh dan menyulitkan mobilitas siswa jika digabungkan.

BACA JUGA:Jumlah Murid Baru SMPN Dengan SMP Swasta Belum Imbang

Menurut Trigunawan, minimnya jumlah siswa baru di puluhan SMPN tersebut lebih disebabkan oleh rendahnya input lulusan dari jenjang sebelumnya, yakni SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI).

“Dari 28 SMPN kurang siswa itu, terjadi karena input dari lulusan MI dan SD sedikit. Sebelumnya kami sudah berusaha memberikan kebijakan pendaftaran siswa baru secara offline, namun tetap belum optimal memperoleh siswa baru,” jelasnya.

Sebagai informasi, pada tahun ajaran baru ini, jenjang SMP di Kabupaten Purbalingga menyediakan 333 rombongan belajar (rombel) dengan daya tampung sebanyak 10.927 murid. Namun jumlah siswa yang mendaftar belum sepenuhnya memenuhi kuota yang disediakan, terutama di sekolah-sekolah kawasan pinggiran.

Selain isu kekurangan siswa, Dindikbud juga tengah melakukan evaluasi terhadap kebijakan lima hari sekolah. Analisis dampak positif dan negatif dari sistem tersebut terhadap kegiatan belajar mengajar dan kesejahteraan siswa menjadi bagian dari kajian ulang yang dilakukan dinas. (amr)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: