Pentingnya Skrining Kanker Payudara
Skrinning kanker payudaya.-dok-
Penulis:
Dr Rochmawati I Sp Rad (K) PRP
Departemen Radiologi FK Unsoed
RADARBANYUMAS.CO.ID - Kanker payudara (carcinoma mammae) merupakan kanker paling umum pada wanita di Indonesia (sekitar 18,6% kasus kanker. Sayangnya sekitar 80% kasus baru terdeteksi saat sudah stadium lanjut, ketika pengobatan lebih sulit.
Padahal, pemeriksaan rutin dapat mendeteksi kanker payudara sejak ukuran kecil atau pada tahap awal perubahan pra-kanker. Jika ditemukan lebih dini, pengobatan dapat segera dilakukan dan tingkat kesembuhan jauh lebih tinggi. Oleh karena itu penting sekali membudayakan skrining payudara secara berkala.
Siapa yang Berisiko Terkena Kanker Payudara?
Kanker payudara bisa terjadi pada siapa saja, tetapi ada beberapa faktor yang meningkatkan risikonya. Di antaranya adalah:
- Faktor genetik/keluarga – Memiliki mutasi gen BRCA1/BRCA2 atau anggota keluarga dekat (ibu, saudara perempuan, anak) dengan riwayat kanker payudara.
- Usia – Risiko meningkat seiring bertambahnya usia. Mayoritas kasus terdiagnosis di atas usia 50 tahun.
- Faktor hormon dan reproduksi – Menarche lebih awal (<12 tahun), menopause terlambat (>55 tahun), kehamilan pertama pada usia tua (>30 tahun), tidak pernah hamil, atau obesitas setelah menopause dapat menambah risiko. Selain itu, jaringan payudara yang padat juga membuat risiko terdeteksi terlambat lebih besar.
- Gaya hidup – Kurang olahraga, kelebihan berat badan, serta kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol berlebihan turut meningkatkan risiko kanker payudara.
Meski demikian, bukan berarti wanita tanpa faktor risiko tidak perlu waspada. Karena sebagian besar kanker payudara pada awalnya tidak menimbulkan gejala, setiap wanita dianjurkan menjalani pemeriksaan rutin sesuai anjuran medis.
Kapan Harus Mulai Skrining?
Sebagian besar ahli kesehatan menyarankan agar wanita mulai memperhatikan payudaranya sejak usia muda. Pemeriksaan mandiri (SADARI) sebaiknya dimulai sejak masa remaja atau usia sekitar 15–20 tahun.
SADARI dilakukan setiap bulan, idealnya 7–10 hari setelah hari pertama haid, saat payudara paling tidak bengkak. Dengan rutin mengecek sendiri, wanita bisa lebih cepat menyadari jika ada benjolan atau perubahan tidak biasa.
Selain pemeriksaan mandiri, pemeriksaan klinis oleh tenaga kesehatan (SADANIS) dianjurkan. Pedoman Kementerian Kesehatan RI menyebutkan wanita usia 20–39 tahun sebaiknya pemeriksaan klinis payudara setiap minimal 3 tahun sekali, sedangkan usia 40 ke atas setiap tahun.
Saat melakukan SADANIS, dokter atau perawat akan meraba payudara dan ketiak untuk mencari benjolan atau tanda lain yang perlu ditindaklanjuti.
Untuk deteksi yang lebih pasti, ada juga pemeriksaan pencitraan (imaging). Mammografi (X-ray khusus payudara) umumnya direkomendasikan mulai usia 40-an tahun.
Sebagai contoh, wanita 40–49 tahun biasanya disarankan mammografi setiap tahun, sedangkan usia 50–74 tahun tiap 1–2 tahun sekali (jadwal bisa disesuaikan dokter berdasarkan riwayat risiko).
Pemeriksaan USG payudara sering dipakai sebagai tambahan terutama pada wanita muda atau yang memiliki jaringan payudara padat. USG tidak menggunakan radiasi dan baik untuk membedakan benjolan padat atau kistik.
Adapun MRI payudara hanya ditujukan bagi kasus berisiko sangat tinggi, misalnya wanita muda bermutasi BRCA atau riwayat radiasi dada, atau bila hasil mammografi/USG masih meragukan]. MRI lebih sensitif pada payudara padat, namun tidak menggantikan mammografi. Tim medis akan menyesuaikan metode skrining dengan kebutuhan dan risiko masing-masing individu.
Metode Skrining Kanker Payudara
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

