Ini Dasar Hukum Berkurban Jelang Idul Adha

Ini Dasar Hukum Berkurban Jelang Idul Adha

Anak membawa kambing/domba. Foto Muhammadiyah.or.id Kata “qurban” berasal dari qaruba-yaqrubu-qurbanan yang berarti hampir, dekat, atau mendekati. Dalam bahasa Arab, kata qurban disebut udhhiyyah. Dikutip dari website resmi Muhammadiyah, Kata udhhiyyah merupakan bentuk jama’ dari kata dlahiyah yang berarti binatang sembelihan, disebut juga nahr (ibadah qurban). Ibadah qurban merupakan ibadah yang disyariatkan berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an dan hadis Nabi; Surat al-Kautsar (108): 1-2 sebagai berikut; إِنَّآ أَعۡطَيۡنَـٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ -١- فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ -٢ Sesungguhnya Kami (Allah) telah memberikan engkau (Muhammad) ni’mat yang banyak, maka shalatlah kamu karena Tuhanmu dan sembelihlah (kurbanmu). (Q.S. Al-Kautsar:1-2) Surat al-Hajj (22): 36 وَٱلۡبُدۡنَ جَعَلۡنَـٰهَا لَكُم مِّن شَعَـٰٓٮِٕرِ ٱللَّهِ لَكُمۡ فِيہَا خَيۡرٌ۬‌ۖ فَٱذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَيۡہَا صَوَآفَّ‌ۖ فَإِذَا وَجَبَتۡ جُنُوبُہَا فَكُلُواْ مِنۡہَا وَأَطۡعِمُواْ ٱلۡقَانِعَ وَٱلۡمُعۡتَرَّ‌ۚ كَذَٲلِكَ سَخَّرۡنَـٰهَا لَكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ -٣٦ Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian daripada syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak daripadanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelih dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang-orang yang tidak minta-minta dan orang-orang yang minta-minta. Demikianlah Kami menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. (Q.S.Al-Hajj: 36) Hadis Nabi dari Jabir: Saya shalat ‘Idul Adlha bersama Rasulullah saw, kemudian setelah selesai, kepada beliau diberikan seekor kibasy (kambing yang besar) lalu beliau menyembelihnya seraya berdoa: Bismillahi wallahu akbar, Allahumma hadza ‘anniy wa ‘an man lam yudlahhi min ummatiy (Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar, Wahai Allah, ini dariku dan dari orang yang tidak berqurban dari umatku). [HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Turmudziy]. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum qurban, ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang berpendapat sunnah. Terlepas dari adanya perbedaan pendapat mengenai hukum melakukan qurban, tetapi yang jelas bahwa ibadah qurban itu diperintahkan oleh Allah, seperti dalam surat al-Kautsar (108): ayat 1-2, termaktub di atas. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dab beribadahlah. (QS. al-Kautsar: 1-2) Perbedaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut; Abu Hanifah, al-Auza’iy, dan Malik berpendapat bahwa kurban hukumnya wajib. Adapun dalil yang dijadikan dasar adalah QS al-Kautsar (108): 2; Maka shalatlah kamu karena Tuhanmu dan sembelihlah (kurbanmu). (QS. al-Kautsar: 2) Hadis Ahmad dari Abu Hurairah: Dari Abi Hurarah Ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda ”Barangsiapa yang memiliki keleluasan harta dan tidak menyembelih hewan qurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad). Muhammad Ibn Ismail al-Kahlany dalam kitab Subul as-Salam Syarh Bulugh al-Maram menjelaskan bahwa hadis di atas dijadikan dasar oleh sebagian ulama yang berpendapat bahwa qurban hukumnya wajib bagi orang yang mampu. Secara lengkap beliau mengatakan sebagai berikut; Ulama telah berdalil dengan hadis ini untuk menentukan hukum wajib berqurban bagi yang mampu, karena Rasulullah SAW melarang untuk mendekati tempat shalatnya menunjukkan bahwa dia (yang tidak berqurban padahal ia mampu) meninggalkan kewajiban, seakan-akan Rasulullah SAW. bersabda: Tidaklah shalat yang dilakukan berfaedah, karena meninggalkan kewajiban ini (berqurban), karena firman Allah: “maka shalatlah karena Tuhan kamu dan berqurbanlah” dan hadis Nabi saw. “Wajib bagi penghuni rumah berqurban dalam setiap tahun”. https://radarbanyumas.co.id/ini-syarat-hewan-layak-kurban-meski-terkena-pmk/ Catatan MTT-PPM: hadis di atas sesungguhnya adalah hadis yang daif, karena keberadaan seorang perawi yang bernama Abdullah ibn Ayyash yang munkarul hadis dan lemah hafalan. Namun, Imam al-Baihaqi meriwayatkan hadis di atas dengan sanad lain yang bernilai sahih, yaitu sanad yang tidak terdapat Abdullah ibn Ayyash di dalamnya. Namun, sayangnya riwayat al-Baihaqi tersebut mauquf, yaitu hanya sampai kepada Abu Hurairah. Imam as-Syafi’i, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa hukum qurban adalah Sunnah Muakkadah. Pendapat mereka didasarkan pada dalil hadis Nabi SAW dari Ummu Salamah; Apabila telah masuk hari kesepuluh (bulan Dzulhijjah), dan salah seorang darimu ingin berkurban, maka ia tidak memotong rambut dan kukunya (HR Muslim). (*/Muhammadiyah/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: