Mengenal Segehan Mancawarna dalam Hindu
Umat Hindu Desa Klinting Kecamatan Somagede menata isi segehan mancawarna, Selasa (3/1) sore di Pura Pedaleman Giri Kendeng-Fijri Rahmawati/Radarmas-
BANYUMAS, RADARBANYUMAS.CO.ID- Umat Hindu di Pura Pedaleman Giri Kendeng Desa Klinting, Kecamatan Somagede melakukan metanding banten atau menata sesaji, Selasa (3/1). Di antara sekian banyak sesaji, ada segehan mancawarna.
Pemangku Pura Pedaleman Giri Kendeng, Satam menceritakan, segehan mancawarna, atau ada juga yang menyebut segehan pancawarna berarti lima warna.
"segehan mancawarna ditujukan untuk buta kala, makhluk yang di bawah manusia," jelas Satam, disela aktivitas jejahitan janur kuning untuk tempat sesaji.
segehan mancawarna terbuat dari nasi yang diwarnai. Selain putih, ada merah, kuning, dan hitam. Nasi campuran warna diletakan di bagian tengah.
Segehan juga dibubuhi beberapa bunga. Selain itu, irisan jahe dan bawang merah yang dicampur garam.
"Peletakan sesaji untuk buta kala berbeda dengan yang dipersembahkan untuk dewa-dewa, sesaji untuk para dewa diletakan di meja," ujar Satam.
Sedangkan segehan mancawarna berada di bawah atau lantai. Pembuatan sesaji untuk buta kala dimaksudkan agar saling bersinergi antar sesama makhluk.
Setiap hari tertentu di pura, seperti hari purnama tilem dan hari raya suci atau hari besar lainnya. Umat Hindu selalu memberikan sesaji segehan mancawarna untuk buta kala.
Umat Hindu metanding banten dalam rangka persiapan hari raya suci Galungan yang dihelat pada Rabu (4/1), di Pura Pedaleman Giri Kendeng. Galungan dirayakan setiap enam bulan sekali.
"Pada hari raya suci galungan ini, ada tujuh segehan mancawarna untuk buta kala," tutup Satam. (fij)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: