Salurkan Idealisme Musik lewat Jingle Iklan
[caption id="attachment_93368" align="aligncenter" width="100%"] SUGENG SULAKSONO/JAWA POS
PRODUKTIF: Rezky Ichwan di studio miliknya yang terletak di rumahnya, kawasan Cinere, Jakarta.[/caption]
Rezky Ichwan, Komposer dengan Ribuan Karya di Tengah Keterbatasan
Bertumpu pada dua tongkat sejak usia 12 tahun tidak menghalangi Rezky Ichwan berkarya di industri musik, terutama untuk sinema dan iklan televisi. Musik-musik yang mengiringi film komedi Warkop DKI adalah kreasinya yang paling akrab di telinga.
Sugeng Sulaksono, Jakarta
Air mata Milly Ratulangie meleleh demi menyaksikan sebuah film di layar hitam putih TVRI. Sinema itu berkisah tentang seorang anak difabel yang dikungkung orang tuanya di sebuah kamar lantai 2 di rumahnya.
Si anak yang punya bakat menyanyi tersebut lantas nekat kabur melalui jendela untuk menuju sebuah stasiun radio. Si orang tua yang kebingungan mencari sang anak akhirnya tersadar begitu mendengar suara anaknya yang membanggakan di radio.
Peristiwa 35 tahun silam tersebut menjadi momen penting bagi komposer Rezky Ichwan. Milly Ratulangie, sang ibu, kini memang telah tiada. Namun, restu yang dia berikan lebih dari tiga dekade silam agar dia bisa bersekolah di Berklee College of Music, Boston, Amerika Serikat (AS), telah mengarahkan jalan hidupnya.
Awalnya, selain karena pertimbangan biaya, ibunya enggan memberi Rezky izin berangkat ke Negeri Paman Sam. Dia khawatir dengan kondisi Rezky.
"Ibu saya nangis menonton itu. Terus, akhirnya bilang, ’Iya, silakan berangkat.’ Syaratnya, tidak ada liburan, kecuali sudah lulus baru pulang," cerita Rezky yang juga cucu pahlawan nasional Sam Ratulangi.
Dia menuntaskan kuliah dan menjadi sarjana musik dalam 2,5 tahun dari yang biasanya delapan semester. "Saya pikirkan cara tidak lama kuliah. Saya berhasil," kata Rezky.
Selain karena kegemaran, pilihan jalur musik memang mempertimbangkan keterbatasan fisiknya. "Orang tua memikirkan saya jalan pakai tongkat. Saya umur 12 tahun kena polio. Masa depan mau jadi apa. Sama tante saya, Latifah Kodijat, yang juga seorang pianis, disarankan di musik saja," kenang putra pasangan Luki Anwar (alm) dan Milly Ratulangie (almh) itu.
Guru bahasa Inggrisnya yang berasal dari AS kemudian membantu mendaftarkan ke Berklee College of Music. Dia diterima. Saat itu, ayahnya sudah meninggal dan praktis tinggal mengandalkan sang ibu.
Setelah lulus kuliah yang berfokus scoring film pada 1985, dia langsung terjun ke industri profesional. Karyanya berjibun. Untuk jingle iklan komersial saja, ada tidak kurang dari 1.500 karya.
Berbagai karya Rezky diperlihatkan ketika ditemui Jawa Pos di Studio Jinglemaster (Musicpro) miliknya yang terletak di rumahnya sendiri, kawasan Cinere, Jakarta, Selasa malam (22/12). Mayoritas sangat dikenal, terutama jingle iklan yang mewarnai bertumbuhnya industri televisi swasta tahun ’90-an hingga saat ini.
"Yang terbaru sih ini untuk Kementerian Kesehatan. Iklan layanan masyarakat begitu. Secara lagu sudah selesai. Tinggal syuting di PH (production house) untuk klip videonya," ucap Rezky kemudian memutarkan jingle karyanya yang diisi vokalis Elfa’s Singers itu.
Di YouTube, Rezky juga memajang sekitar 300 karya dengan kata kunci namanya sendiri. Mulai iklan otomotif, sabun, produk tembakau, sampai obat nyamuk. Itu merupakan bagian dari hasil kerjanya pascaindustri film layar lebar mengalami krisis dan sempat meredup pada1990-an dan kemudian pulih sekitar awal 2000.
Sebelumnya, pria kelahiran Bandung, 1 September 1961, itu lebih dominan berkiprah di musik film, baik layar lebar maupun sinetron. "Kalau orang tanya, film apa yang (musiknya) sering saya buat? Warkop!" ucapnya.
Pada 1985, tidak lama setelah Rezky kembali ke Indonesia, film Warkop berpindah dari tangan produsen sebelumnya ke Soraya Films. Raam Soraya, sang produser baru, saat itu bertekad meneruskan kiprah film yang dibintangi trio kocak; Dono, Kasino, dan Indro, tersebut.
Ingin lebih menarik dan berkualitas, sineas muda direkrut -terutama lulusan AS- untuk beberapa lini teknisnya. Termasuk bagian musiknya. Rezky terpilih. Dengan sentuhannya, satu per satu film Warkop DKI dia garap. Rata-rata mendapat Piala Antemas, ganjaran penghargaan untuk film terlaris karena selalu mencapai 500 ribu penonton.
Rezky lalu mulai merambah ke sinetron yang pada awal 1990-an baru tayang di TVRI. Salah satunya Sengsara Membawa Nikmat, sinetron yang diadaptasi dari novel karya Tulis Sutan Sati dengan judul sama. Drama berlatar belakang kompeni di Sumatera Barat dengan tokoh Midun itu menjadi pengalaman pertamanya menggarap musik untuk sinetron kejar tayang.
Pernah suatu ketika hasil syuting baru selesai sekitar pukul tiga sore. Masih ada waktu sekitar lima jam bagi Rezky untuk segera mengisi musik-musiknya karena akan tayang pukul 21.30 setelah program Dunia Dalam Berita.
Dalam situasi normal, terlebih untuk film layar lebar, mengisi musik sebuah film idealnya bisa berhari-hari, bahkan sebulan. Beruntung, kata dia, saat itu baru muncul teknologi komputerisasi walaupun masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan sekarang.
Rezky termasuk segelintir yang sudah mengoperasikan dan memiliki alat canggih saat itu. Semua peralatan, terutama yang disebut sound module, dia tata dalam sebuah gerobak. Gerobak tersebut kemudian dia bawa dari rumah orang tuanya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, ke TVRI di Senayan.
Menggarap musik untuk sinetron kejar tayang membuat suami Nefi Ichwan itu bekerja lebih keras. Setelah terkena sakit liver, Rezky mengurangi porsi di sinetron dan musik film. Terlebih ada masukan dari musisi Addie M.S. yang menyarankan untuk mulai mencoba ke jingle iklan komersial.
Menurut Rezky, Addie M.S. tahu betul bahwa yang didapat di sekolah tidak bisa disalurkan di film atau sinetron yang kejar tayang. "Padahal, pelajaran yang saya dapatkan di sekolah, setiap scene yang perlu musik harus digubah. Tapi, di Indonesia tidak sempat. Jadi, akhirnya bikin stok musik saja. Tiga menit, satu menit, nanti tinggal tempel. Jadi, secara nurani tidak dapat. Di sekolah juga tidak diajarkan begitu," bebernya.
Dengan kesadaran itu, Rezky memantapkan diri lebih banyak mengerjakan musik untuk iklan komersial sebagai arranger maupun music director. Meski proyeknya banyak, tingkat tekanannya tidak separah di film dan sinetron. Terlebih semua proyek tersebut bisa dia kerjakan secara penuh di studio sendiri.
Di iklan komersial, idealisme Rezky dari sisi karya juga bisa tetap tersalurkan. Dia bisa menghadirkan musik megah atau menyesuaikan suasana dan tema. Berimprovisasi pada suara-suara agar menciptakan efek dramatis atau menyenangkan.
Dia juga konsisten sebagai seniman di belakang layar. Padahal, teman-teman sekaliber dan seangkatannya rata-rata menjadi selebriti. "Saya juga tahu diri kalau ke depan panggung. Nanti kalau hujan, terpeleset malah repot. Saya tahu diri. Se-comfortable mungkin untuk saya saja," ucapnya. (*/c6/sof)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: