WHO Analisis Varian Baru COVID-19, Inggris - Italia Lockdown

WHO Analisis Varian Baru COVID-19, Inggris - Italia Lockdown

Ilustrasi mutasi virus SARS-CoV-2.(SHUTTERSTOCK/peterschreiber.media) JENEWA - Varian baru virus Corona (COVID-19) ditemukan di Inggris. Meski tidak bertambah ganas, namun varian baru ini daya tularnya lebih cepat. Untuk menganalisis COVID-19 varian baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) melakukan koordinasi intensif dengan Inggris. Kekhawatiran WHO akan proses penularan yang begitu cepat dan tinggi di negara Ratu Elizabeth tersebut. "Mereka (Inggris) terus berbagi informasi dan hasil dari analisis serta studi yang masih berlangsung," tulis WHO dalam sebuah pernyataan via akun Twitter resminya, Minggu (20/12). https://radarbanyumas.co.id/varian-baru-virus-corona-ditemukan-di-afrika-selatan/ "Kami akan memperbarui informasi seputar hal ini kepada negara-negara anggota dan juga publik, begitu kami sudah mengetahui lebih lanjut mengenai varian baru virus dan implikasinya," lanjut WHO. Varian baru COVID-19 yang diidentifikasi di Inggris memiliki tingkat penuaran lebih cepat 70 persen. Messki demikian, otoritas kesehatan Inggris menyebut varian baru ini tidak lebih berbahaya, dan bisa tetap dicegah penularannya dengan menggunakan vaksin. Mengingat tingginya penyebaran COVID-19 di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson memutuskan penerapan pembatasan tingkat 4 jelang libur Natal dan Tahun Baru. Dalam pernyataannya, Johnson memberlakukan pembatasan "Tingkat 4" di beberapa bagian London dan juga Inggris bagian tenggara serta timur. Kawasan Tenggara dan juga Timur yang saat ini berada dalam status "Tingkat 3". "Warga di seluruh area tersebut harus tetap berada di dalam rumah, kecuali untuk beberapa pengecualian di bawah aturan hukum," tegasnya, dilansir Arutz Sheva. Dalam pembatasan "Tingkat 4", semua toko non-esensial, pusat kebugaran, dan fasilitas hiburan serta perawatan diri ditutup. Warga juga diimbau untuk bekerja dari rumah, namun boleh berangkat ke tempat kerja jika skema Work From Home (WFH) tidak memungkinkan. Sama seperti halnya penguncian (lockdown), aturan "Tingkat 4" juga melarang warga untuk keluar masuk wilayah tanpa izin. "Semua warga di wilayah Tingkat 4 juga tidak boleh menghabiskan malam di luar rumah. Tiap-tiap warga hanya boleh menemui satu orang dari rumah lain di ruang terbuka," kata Johnson. Meski demikian, pembatasan "Tingkat 4" ini tidak melarang beribadah komunal. Menurut, Johnson pemberlakuan aturan baru ini dibutuhkan demi melindungi warga dari musim dingin yang berbahaya. "Sebagai Perdana Menteri kalian semua, saya meyakini tidak ada alternatif lain. Tanpa aksi nyata, bukti-bukti mengindikasikan infeksi (covid-19) akan meroket, rumah sakit akan kewalahan, dan ribuan orang akan kehilangan nyawa," ungkapnya. Kondisi penyebaran COVID-19 yang tinggi di Inggris, membuat Pemerintah Belanda melarang semua penerbangan dari Inggris. Larangan masuk ke Belanda untuk semua penerbangan dari Inggris mulai berlaku pada hari Minggu, 20 Desember 2020, pukul 06.00 pagi waktu setempat. Larangan ini diberlakukan hingga 1 Januari 2021. Pengumuman terbaru dari Belanda ini disampaikan beberapa jam usai Pemerintah Inggris mengumumkan pembatasan baru "Tingkat 4" untuk sejumlah wilayah yang mencatat lonjakan infeksi covid-19. "Mutasi virus covid-19 sedang bersirkulasi di Inggris. Varian baru itu disebut-sebut lebih mudah menyebar dan juga sulit dideteksi," kata Kementerian Kesehatan Belanda. Terpisah, Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte juga mengumumkan penerapan lockdown berskala nasional pada liburan Natal dan Tahun Baru. Dalam aturan itu, semua toko non-esensial, restoran, dan bar harus ditutup total. Warga hanya boleh keluar rumah untuk bekerja, berobat, atau alasan darurat lainnya. Jumlah warga yang boleh bertamu juga dibatasi. "Perintah lockdown ini bukan sebuah keputusan mudah. Tim pakar kami begitu khawatir akan ada lonjakan kasus usai Natal. Oleh karenanya, kami harus bertindak," katanya dikutip BBC. Italia mencatat angka kematian akibat covid-19 tertinggi di Eropa, dengan jumlah pasien meninggal hampir mencapai 68 ribu.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: