WHO Fasilitasi Negara Miskin Vaksin Corona
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus JENEWA - Setidaknya 64 negara kaya berkoordinasi untuk mendukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memfasilitasi vaksin virus corona kepada negara-negara miskin. Namun, dua negara besar Cina dan Amerika Serikat (AS) tidak ikut bergabung dalam skema global tersebut. WHO bersama aliansi vaksin global Gavi dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) membuat mekanisme yang bertujuan untuk memastikan distribusi vaksin secara adil di masa depan. Mekanisme yang dikenal dengan Covax, berupaya mengumpulkan dana untuk 92 negara miskin yang sebelumnya telah mendaftar. COVAX dipimpin oleh GAVI yakni organisasi internasional yang bergerang terkait akses vaksin, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Koalisi CEPI untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan skema COVAX akan memberikan portofolio kepada para kandidat penerima vaksin terbesar di dunia. https://radarbanyumas.co.id/who-sebut-vaksin-covid-19-belum-tersedia-hingga-2021/ "Ini bukan amal, ini untuk kepentingan terbaik setiap negara. Ini bukan hanya hal yang benar untuk dilakukan, tapi ini adalah hal yang cerdas untuk dilakukan," ujar Ghebreyesus dalam pernyataannya, Selasa (22/9). "Hal ini menjadi tantangan untuk mendistribusikan vaksin secara adil antara negara kaya dan negara miskin di dunia. Aliansi skema COVAX berharap 38 negara kaya lainnya dapat bergabung dengan inisiatif ini dalam beberapa hari mendatang," sambungnya. Di antara mereka (daftar negara) yang telah mendaftar termasuk Komisi Eropa atas nama 27 negara anggota Uni Eropa ditambah Norwegia dan Islandia. Sekitar 64 negara dan 38 lainnya diperkirakan akan bergabung dalam program penyediaan vaksin bagi negara-negara miskin. "Tujuan fasilitas Covax adalah untuk mencoba bekerja dengan setiap negara di dunia. Saya mengatakan bahwa kami telah melakukan percakapan dan akan terus melakukannya dengan semua negara," kata Ketuga Gavi Seth Berkley dalam konferensi pers virtual. Berkley mengatakan, pihaknya juga sedang menjalin dialog dengan negara-negara produsen vaksin untuk memastikan bahwa produk mereka tersedia untuk orang lain di dunia. "Covax menargetkan 2 miliar dosis vaksin yang aman dan efektif di akhir 2021," ujarnya. Mereka telah menerima komitmen sebesar 1,4 miliar dolar AS untuk penelitian dan pengembangan vaksin. Namun jumlah tersebut masih belum mencukupi. Mereka masih membutuhkan sumbangan tambahan antara 700-800 juta dolar AS. Lebih dari 150 vaksin potensial sedang dikembangkan dan diuji secara global. Dari jumlah tersebut, sebanyak 38 vaksin sedang dalam tahap uji coba kepada manusia.(der/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: