Kondisi Getir Penyintas Konflik Suriah
IDLIB – Hampir 12 juta orang mengungsi akibat dari konflik di Suriah. Sekitar 5,6 juta jiwa harus keluar dari Suriah, di antaranya ke Turki dan negara-negara Eropa. Sementara 6,2 juta jiwa harus jadi pengungsi di negara sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh Bambang Triyono selaku Direktur Global Humanity Response (GHR) – Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada Kamis (16/1). “Dan jangan lupa dari total 11,8 juta jiwa pengungsi itu, ada 2,6 juta itu anak-anak. Jadi kita bisa bayangkan 9 tahun konflik, maka korban paling menyedihkan tentu saja anak-anak. Dari 2,6 juta jiwa, 1,1 juta adalah anak yatim,” tambah Bambang. Selain itu, saat ini eskalasi sedang meningkat akibat serangan yang terjadi di Kota Idlib. Sekitar 350 ribu jiwa meninggalkan Kota Idlib menuju ke titik-titik pengungsian yang ada di wilayah utara Suriah yang berbatasan dengan Turki. “Mereka tinggal dalam kondisi yang seadanya. Kalau pengungsi lama barangkali sudah berganti tenda pengungsian beberapa kali karena sudah bertahun-tahun di situ. Sementara yang sekitar 300 ribu ini, karena mereka pendatang baru. Ada yang ditampung oleh pengungsi lain, kemudian ada yang menerima bantuan tenda yang tidak cukup layak untuk bisa mereka tinggali. Ditambah Januari ini ada serangan lagi. Jadi hampir 50 ribu orang lari lagi ke wilayah utara,” Bambang menjabarkan. Firdaus Guritno dari Tim GHR - ACT yang beberapa hari lalu berada di Suriah pun mengamini hal tersebut. Menurutnya, pengungsi saat ini dalam kondisi sulit, mengingat saat ini Suriah juga sedang memasuki musim dingin. “Karena memang mereka kondisi di dalam sana, mereka yang tinggal di kamp pengungsian, selain masih menghadapi serangan juga menghadapi musim dingin. Suhunya mencapai 3-5 derajat Celsius, khususnya di malam hari yang tentunya sangat dingin untuk wilayah Idlib dan sekitarnya,” ujar Firdaus. Firdaus berkunjung ke kamp pengungsian saat pekan-pekan eskalasi konflik berlangsung, yakni pada 11-12 Januari lalu. Dia saat itu sedang memberikan bantuan pangan untuk para pengungsi dan menjabarkan bahwa musim dingin membuat tenda-tenda para pengungsi dalam keadaan basah karena hujan. “Keadaannya sangat menyedihkan karena becek bahkan ada beberapa yang harus dievakuasi karena tenda tersebut terkena air. Tentunya karena kondisi geografis Idlib sendiri, apabila terkena hujan akan susah sekali kering. Bisa 2 sampai 3 hari, apalagi sekarang musim penghujan. Sanitasi sendiri juga sangat-sangat buruk karena banyak sekali kamp-kamp pengungsian yang belum memiliki toilet. Jangankan toilet pribadi, toilet umum juga mereka belum memiliki,” tutur Firdaus. Selama ini bantuan selalu disalurkan ACT, terutama saat eskalasi konflik meningkat di Suriah. ACT memiliki kantor cabang di Turki, sehingga dapat selalu memantau bagaimana kondisi di Suriah. Bambang menjelaskan, bantuan selama ini selalu didistribusikan di wilayah-wilayah Suriah yang berada dalam pengawasan Turki. “Selama ini ACT berada di bagian utara yang berbatasan dengan wilayah Turki langsung. Beberapa wilayah ada di bawah pengawasan Turki, termasuk Idlib. Cukup banyak, sekitar ratusan pengungsian di sana. Beberapa program-program ACT selalu kami lakukan di sana,” ujarnya. Beberapa wilayah di Suriah diawasi oeh beberapa negara karena konflik, namun ACT selalu mendistribusikan bantuan di wilayah-wilayah pengawasan Turki karena terbilang relatif aman. Merespons eskalasi konflik yang baru saja terjadi, ACT berencana menyiapkan program Emergency House untuk para pengungsi. Rumah semi-permanen ini rencananya akan diberikan untuk para pengungsi Turki, mengingat banyaknya pengungsi di sana. “Jika eskalasi tambah meningkat dan membutuhkan alat transportasi untuk eksodus, akan kami sediakan kendaraan-kendaraan penjemput di sana untuk bisa mengangkut pengungsi yang ingin menyelamatkan dirinya,” kata Bambang. Selain itu, ACT juga berencana membangun rumah yatim mengingat anak-anak yatim yang jumlahnya lebih dari 1 juta jiwa. Selain itu, ACT akan terus melanjutkan program-program yang sebelumnya sudah diimplementasikan untuk Suriah. Di antaranya adalah apartemen di Idlib yang sudah menampung sekitar 25 kepala keluarga, kemudian Indonesia Humanitarian Center (IHC) yang akan terus dimasifkan untuk memenuhi kebutuhan logistik pengungsi, serta melanjutkan pemberian bantuan pangan dan bantuan musim dingin. [adv]
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: