Iran Siap kembangkan Nuklir

Iran Siap kembangkan Nuklir

TEHERAN– Iran mengumumkan bahwa, negaranya tidak lagi mematuhi batasan pengayaan uranium yang diatur dalam perjanjian nuklir 2015. Sikap itu diambil, setelah perwira tinggi militer Iran Mayor Jenderal Qasem Soleimani tewas dalam serangan udara yang diluncurkan Amerika Serikat di Baghdad, Irak, pada Jumat (3/1). “Program nuklir Iran tidak lagi menghadapi batasan dalam operasional. Artinya Iran kembali melanjutkan program nuklir,” kata pemerintah Iran dalam sebuah pernyataan dikutip dari AFP, Senin (6/1). Perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015 yang digagas di era Presiden AS Barack Obama dengan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB -Inggris, China, Prancis, Rusia, dan AS serta Jerman saat ini dalam kondisi ‘gantung’ setelah AS menarik diri secara sepihak pada Mei 2018 Dimana sebelumnya, perjanjian itu menetapkan Iran harus membatasi pengayaan uranium hingga 3,67 persen, jauh dari keperluan mengembangkan senjata nuklir yaitu 90 persen. Sebagai timbal balik, negara Barat akan mencabut serangkaian sanksi terhadap Teheran. Selain AS, negara-negara yang menandatangani kesepakatan nuklir JCPOA, yakni Inggris, Prancis, Jerman, China, Rusia, dan Uni Eropa. Akan tetapi, di bawah komando Presiden Donald Trump, AS menarik diri secara sepihak dari perjanjian nuklir itu pada Mei 2018 dan kembali menerapkan sanksi atas Iran. Para pemimpin Eropa, Jerman, Prancis, dan Inggris juga telah merespons rencana Iran tersebut. Mereka mendesak Iran untuk membatalkan langkah-langkah yang bertentangan dengan perjanjian nuklir 2015. “Kami menyerukan Iran untuk menarik semua langkah yang tidak sejalan dengan perjanjian nuklir,” kata Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan PM Inggris Boris Johnson dalam pernyataan bersama. Para pemimpin Eropa juga mendesak Iran, untuk menahan diri tidak menggunakan kekerasan dalam merespons kematian Soleimani. Mereka juga meminta, pihak-pihak untuk tidak membahayakan pertempuran melawan ISIS, setelah parlemen Irak menuntut pemerintah mengeluarkan ribuan tentara AS dari negara itu. “Mempertahankan koalisi sangat penting dalam konteks ini. Kami menyerukan pihak berwenang Irak untuk terus memberikan dukungan yang diperlukan kepada koalisi,” kata mereka. Tentara AS yang ditempatkan di pangkalan-pangkalan militer di Irak merupakan bagian dari koalisi internasional untuk membantu memerangi ISIS. Mereka ditugaskan di sana sejak 2014. Sementara itu, Jenderal baru Iran, Esmail Qaani bersumpah akan mengusir pasukan AS dari timur tengah. Pernyataan itu ia sampaikan, setelah Pemimpin spiritual Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Jumat lalu menunjuk dirinya untuk menggantikan Soleimani. “Kami berjanji untuk melanjutkan langkah Soleimani dengan kekuatan yang sama. Satu-satunya kompensasi bagi kami adalah mengusir AS dari kawasan,” kata Qaani, dalam wawancara dengan stasiun radio pemerintah, sebagaimana dilaporkan kembali Reuters. Menanggapi ancaman tersebut, Presiden Donald Trump juga balik mengancam akan menyerang 52 basis Iran termasuk situs budaya jika Teheran berani menyerang balik aset-aset dan warga Amerika Serikat di Timur Tengah, sebagai balasan atas kematian Mayor Jenderal Qasem Soleimani. “Biarkan (pembunuhan Soleimani) dijadikan peringatan jika Iran berani menyerang warga atau aset Amerika, kami akan menargetkan 52 situs Iran,” kata Trump melalui kicauan di Twitter. Trump menyebutkan, 52 situs yang menjadi target AS itu terdiri dari situs paling penting Iran dan beberapa situs budaya. Sementara itu, angka 52, tutur Trump, mewakil jumlah warga AS selama ini yang pernah disandera Iran sejak akhir 1979. “Dan Iran sendiri akan diserang sangat sangat cepat dan berat. Amerika Serikat tidak ingin ada ancaman lagi!” pungkasnya. (der/afp/rts/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: