Kudeta Militer Turki: 34 Jenderal dan 6 Ribu Orang Ditangkap

Kudeta Militer Turki: 34 Jenderal dan 6 Ribu Orang Ditangkap

Siapkan Hukuman Mati, Erdogan Habisi Oposisi ISTANBUL- Kegagalan kudeta oleh militer pada Jumat malam (15/7) membuat Pemerintah Turki sah melakukan "bersih-bersih" kelompok anti pemerintah. Sampai kemarin (17/7), mereka menangkapi sekitar 6 ribu orang yang diduga terlibat dalam aksi kudeta. Sudah ada 34 jenderal yang diringkus. Termasuk sosok senior seperti Komandan Pasukan Ketiga Erdal Ozturk dan Komandan Pasukan Kedua di Malatya Adem Huduti. 34-Jenderal-dan-6-Ribu-Orang-Ditangkap Menteri Kehakiman Turki Bekir Bozdag menegaskan, jumlah itu akan terus bertambah. "Operasi bersih-bersih masih berlangsung," ujarnya sebagaimana dilansir Anadolu kemarin. Komandan garnisun di Kota Denizli, Ozhan Ozbakir, juga ditahan beserta 51 prajurit lain. Jenderal pasukan udara Brigjen Bekir Ercan Van turut ditangkap bersama para pejabat militer di tubuh angkatan udara. Beberapa hakim agung juga ikut diciduk. Pemerintah Turki benar-benar memanfaatkan momen tersebut untuk menyingkirkan sebanyak-banyaknya oposisi. Mereka, tampaknya, tidak akan mengampuni siapa pun yang ditengarai ikut terlibat dalam aksi kudeta tersebut. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahkan bakal mengajukan rancangan undang-undang agar para pelaku bisa dijatuhi hukuman mati. Dia juga menerbitkan perintah penangkapan kepada ajudan militernya, Kolonel Ali Yazici. Beberapa pihak menyerukan agar prajurit yang masih berusia sekitar 20 tahun diberi pengampunan karena mungkin hanya salah mengikuti perintah. Penahanan besar-besaran itu membuat dunia internasional waswas. Sebagian yang ditangkap tersebut sangat mungkin tidak tahu apa-apa. 34-Jenderal-dan-6-Ribu-Orang-Ditangkap-2 Presiden Amerika Serikat Barack Obama meminta Turki menghormati hukum pascatragedi kudeta pada Jumat malam lalu. Hal senada diungkapkan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault. Dia meminta Turki tidak menggunakan kudeta gagal tersebut sebagai senjata untuk membungkam oposisi. Namun, Turki bergeming. Kudeta itu bahkan mengakibatkan hubungan Turki dengan AS panas. Erdogan sekali lagi meminta AS mengembalikan ulama Fethullah Gulen ke Turki. "Setelah upaya kudeta yang terjadi, saya meminta sekali lagi. Ekstradisi pria di Pennsylvania ini (Gulen, Red) ke Turki! Jika kita memang mitra strategis, lakukan apa yang diperlukan," tegas Erdogan kepada Obama. Mayoritas dari 6 ribu orang yang ditahan memang merupakan pendukung Gulen dan gerakan Hizmet. Turki menyebut mereka sebagai Fethullah Terrorist Organisation alias FETO. Menteri Ketenagakerjaan Turki Suleyman Soylu malah membuat situasi lebih panas dengan menuding AS ikut menyokong kudeta tersebut. Pernyataan itu langsung dibantah Menteri Luar (Menlu) Negeri AS John Kerry. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS John Kirby mengungkapkan, Kerry telah menghubungi Menlu Turki Mevlut Cavusoglu. Kerry berjanji AS membantu mengungkap pemberontakan tersebut. "Klaim bahwa AS memiliki peranan dalam usaha kudeta yang gagal ini benar-benar salah dan melukai hubungan bilateral kami," tutur Kirby. Sejauh ini belum ada pernyataan tentang AS bakal mengekstradisi Gulen atau tidak. Pemerintah AS juga mengimbau warganya untuk tidak pergi ke Turki lebih dulu. Selain itu, Turki menutup Pangkalan Udara Incirlik yang selama ini digunakan 1.500 personel militer AS untuk melakukan serangan udara ke Iraq dan Syria. Turki beralasan bahwa pangkalan itu ditutup hingga dipastikan bahwa seluruh pasukan di Incirlik tidak terlibat pemberontakan. Bukan hanya terhadap AS. Pemerintah Turki juga meminta Yunani mengekstradisi delapan petinggi militer yang melarikan diri dengan helikopter militer Black Hawk. Delapan orang itu ditangkap pemerintah Yunani karena memasuki wilayah udara negara tersebut tanpa izin. Mereka diadili hari ini. Helikopternya sudah diterbangkan ke Turki untuk dikembalikan. Pemerintah Yunani masih mempelajari hukum internasional sebelum mengembalikan mereka. "Kami akan menaati hukum internasional," ujar Olga Gerovasili, juru bicara pemerintah Yunani. Pengacara delapan orang itu, Ilia Marinaki, menjelaskan bahwa kliennya belum mengontak keluarganya sama sekali sejak tiba di Turki. Mereka bersikukuh tidak terlibat dalam upaya kudeta di Turki. Para pencari suaka tersebut melarikan diri ke Yunani karena khawatir dengan keselamatan nyawanya. Saat itu polisi menembaki mereka begitu saja. Seluruh prajurit yang melarikan diri itu sudah menikah dan berusia 40-an tahun. Pada Skai TV, Marinaki menjelaskan bahwa delapan orang tersebut tengah ditugasi atasannya untuk memindahkan orang-orang yang terluka dari jalanan Istanbul dengan helikopter ke ambulans di lokasi lain. "Itulah yang mereka lakukan sampai ditembaki polisi. Mereka tidak tahu bahwa ada kudeta dan mereka tidak terlibat di dalamnya," terangnya. Pernyataan mereka melalui Marinaki tersebut kian menguatkan tudingan bahwa kudeta di Turki itu sebenarnya hanyalah rekayasa untuk bersih-bersih oposisi. Terutama anggota Hizmet. Direktur Eksekutif Alliance for Shared Values Alp Aslandogan menuturkan, rupanya kudeta yang terjadi tidak direncanakan dengan matang. Alliance for Shared Values adalah jaringan gerakan Hizmet di AS. "Eksekusinya juga buruk dan semua tampak bergantung pada perintah Erdogan. Banyak pertanyaan soal usaha kudeta ini bisa dilakukan," paparnya. Dia menambahkan, pemerintah Turki tidak pernah bisa menemukan pelanggaran hukum oleh Gulen. Karena itulah, dia dituduh menggulingkan pemerintahan. "Ini adalah konspirasi yang biasa terjadi untuk melawan Gulen," tandasnya. (Reuters/AFP/The Wall Street Journal/The Guardian/CNN/sha/c14/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: