Kudeta Turki: Rakyat Bersatu karena Tak Mau Militer Berkuasa

Kudeta Turki: Rakyat Bersatu karena Tak Mau Militer Berkuasa

AS Tawarkan Bantuan Ungkap Dalang Kudeta Turki ANKARA - Sekelompok serdadu militer menguji kekuatan pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Jumat malam waktu setempat (15/7) mereka melancarkan kudeta saat sang presiden berlibur bersama keluarganya di sebuah resor di Kota Marmaris, Provinsi Mugla, Turki. Kemarin (16/7) tidak sampai 24 jam kemudian, kudeta digagalkan. Keberhasilan pemerintahan Erdogan menumpas kudeta menuai pujian dari negara-negara sahabat. Salah satunya Qatar. Melalui sambungan telepon, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani mengucapkan selamat kepada pemimpin 62 tahun tersebut. "Kami turut bersyukur karena Erdogan dan seluruh rakyat Turki telah berhasil mengatasi kudeta militer," terang Kantor Berita QNA. Dalam kesempatan itu, Al-Thani juga mengecam keras upaya kudeta sekelompok militer Turki. "Qatar siap memberikan bantuan apa pun untuk Turki dalam upaya menegakkan kembali konstitusi dan hukum serta memelihara keamanan dan stabilitas kawasan," lanjut sang emir dalam pernyataan resminya. Jika dibandingkan dengan negara Teluk Persia lainnya, Qatar merupakan negara yang paling dekat dengan Turki. Reaksi atas kegagalan kudeta di Turki juga datang dari Amerika Serikat (AS). Negara yang menjadi tempat berlindung Fethullah Gulen itu mengaku prihatin atas peristiwa berdarah yang merenggut sedikitnya 161 nyawa di Turki tersebut. Terkait dengan tuduhan Turki atas keterlibatan Gullen, AS siap memberikan bantuan. Melalui departemen luar negeri, AS mengundang Turki untuk mencari bukti keterlibatan pria 75 tahun itu. Sementara negara-negara Uni Eropa (UE) dan Timur Tengah memuji pemerintahan Erdogan dan mengecam militer yang melancarkan kudeta, kekacauan masih merajai Turki. Terutama di Kota Ankara dan Kota Istanbul. Taksim Square kembali menjadi saksi unjuk rasa. Tapi, kali ini mereka datang untuk membela pemerintah. Bukannya memprotes atau menggugat pemerintah seperti biasanya. Turkish+Military+Stage+Coup Massa yang turun ke jalan atas imbauan Erdogan itu memadati Taksim Square yang lebih dahulu diduduki militer. Tepatnya, sekelompok militer yang melancarkan kudeta. Semakin siang jumlah orang yang datang ke lapangan bersejarah tersebut kian banyak. Bahkan, suara tembakan dari peluru para serdadu yang membangkang pemerintahan Erdogan tidak lagi membuat mereka takut dan bubar. Jumlah massa yang sebagian besar mengusung bendera kebangsaan Turki itu menjadi ribuan orang. Kalah jumlah, nyali sekitar seratus serdadu yang menyebut diri mereka sebagai bagian dari Council for Peace in the Homeland itu pun menciut. Apalagi tidak semua massa yang datang ke Taksim Square hanya membawa bendera. Sebagian yang lain terlihat membawa senjata. "Militer angkat kaki!" seru para pengunjuk rasa. Military+Occupy+Strategic+Locations+Turkey Dogan, salah seorang warga yang ikut menghadiri aksi massa di Taksim Square, menyebut pemerintahan militer sebagai momok terbesar rakyat. Oleh karena itu, sebenarnya, tanpa komando Erdogan pun, dia akan turun ke jalan dan melawan. "Rakyat takut pada pemerintahan militer. Sebagian dari kami sudah pernah menjadi wajib militer dan kami tahu benar seperti apa buruknya pemerintahan militer," ungkapnya. Sebuah helikopter lantas terbang rendah di kawasan Taksim Square. Berbarengan, massa langsung meneriaki helikopter militer tersebut. "Huuu!" seru mereka sambil mengepalkan tinju ke angkasa. Sedetik kemudian, para serdadu pro-kudeta melepaskan tembakan ke arah kerumunan. Tiga orang tertembak. Salah seorang di antaranya jatuh ke tanah dengan bersimbah darah. Polisi antihuru-hara langsung terjun ke Taksim Square berbarengan dengan beberapa ambulans yang sirinenya meraung-raung bersahutan. Dengan tameng mereka, polisi antihuru-hara itu membuatkan jalan bagi paramedis yang mengevakuasi korban. Tapi, baku tembak tetap berlanjut. Tidak hanya di Taksim Square, tapi juga di Jembatan Fatih Sultan Mehmet Bridge yang melintasi Selat Bosphorus dan di beberapa lokasi lain. Kemarin tidak ada toko yang buka di Ankara dan Istanbul. Juga, di beberapa kota besar Turki lainnya. Beberapa toko yang terlihat buka langsung diserbu warga yang berniat menimbun makanan dan air minum selama masa genting. Antrean warga mengular di depan ATM. Mereka berlomba menarik sebanyak-banyaknya uang tunai karena khawatir dengan situasi Turki pascakudeta. Meski aktivitas warga terhenti, tidak demikian halnya dengan semangat mereka untuk menyelamatkan pemerintahan Erdogan. Atau, tepatnya, pemerintahan sipil. Mereka tidak mau Turki kembali jatuh ke tangan pemerintahan militer. "Negara ini sudah mengalami beberapa kali kudeta. Dan, saya menentang semua itu. Mereka (kelompok yang melakukan kudeta) tidak akan pernah berhasil," tegas Ali, penduduk Kota Besiktas. Secara terpisah, Jenny White, pengajar pada Stockholm University Institute for Turkish Studies, menyebut kudeta gagal itu sebagai tragedi. Bukan tragedi bagi para pelaku kudeta, melainkan tragedi bagi rakyat. Sebab, menurut dia, kudeta tersebut terjadi karena ulah Erdogan sendiri. Ada banyak konflik horizontal yang tercipta dalam masyarakat gara-gara pemerintah terlalu sibuk memburu gengsi. Gengsi untuk menjadi penyelamat bagi para pengungsi Syria dan gengsi untuk menjadi bagian dari Uni Eropa (UE). "Dalam manifestonya, kelompok militer yang melancarkan kudeta menganggap pemerintah telah bersifat otokrasi dan memandulkan hukum Turki. Ini pendapat yang tidak salah," ungkap penulis buku Muslim Nationalism and the New Turks tersebut. Sejarah Turki mencatat bahwa kudeta selalu didahului dengan situasi yang kurang lebih sama. Yakni, pemerintahan yang terlalu memburu kemauan mereka sendiri. "Sejak AKP (partai yang dipimpin Erdogan) berkuasa pada 2004, pemerintah telah berkali-kali berusaha mengebiri militer lewat berbagai kasus. Pemerintah juga memenjarakan banyak pejabat militer hingga sejumlah pemimpin militer mundur pada 2011," tulis White. Pada akhirnya, para jenderal dan pemimpin militer itu memang bebas. Militer Turki tetap menjadi salah satu lembaga yang paling dipercaya di negara tersebut. Tapi, militer yang kini berkuasa tidak lagi sama. Mereka adalah generasi yang lahir dari represi pemerintahan sipil. "Ini adalah tragedi yang lahir dari luka menganga yang diciptakan sendiri oleh pemerintah,"’ tandasnya. (AFP/reuters/CNN/hep/c6/any)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: