Dosen Biologi Unsoed Temukan Formula Pengendali Kecoak

Dosen Biologi Unsoed Temukan Formula Pengendali Kecoak

ISTIMEWA DESERTASI: Dra Trisnowati Budi Ambarningrum MSi saat memaparkan disertasinya dalam Sidang Terbuka Pasca Sarjana Institute Teknologi Bandung Gedung Annex, CCAR – ITB, Kamis (09/1) PURWOKERTO- Fakultas Biologi Unsoed menambah lagi Dosen berkualifikasi Doktor. Hal ini setelah Dra Trisnowati Budi Ambarningrum MSi berhasil meraih mempertahankan disertasinya, dalam Sidang Terbuka Pasca Sarjana Institute Teknologi Bandung Gedung Annex, CCAR – ITB, Kamis (09/1). Judulnya, "Deteksi Potensi Perkembangan Perilaku Glucose Aversion Pada Kecoak Jerman, Blattella germanica L. (Dictyoptera : Blattellidae) di Indonesia". Penguji terdiri dari Prof Amin Setyo Leksono, SSi MSi PhD (Prodi Biologi FMIPA Universitas Brawijaya), Dr. Agus Dana Permana (SITH-ITB), dan Dr. Ramadhani Eka Putra (SITH-ITB). Tim Promotor Prof. Intan Ahmad, Ph.D dan Dr. Lulu Lusianti Fitri, M. Sc. Trisnowati menyampaikan penelitian bertujuan untuk mendeteksi potensi perkembangan perilaku glucose aversion pada kecoak Jerman di Indonesia. Lalu menganalisis respon kemosensorik pada kecoak Jerman melalui pengamatan perilaku pemilihan terhadap gula, dan menganalisis respon metabolik yang mendasari proses pemilihan gula pada kecoak Jerman melalui pengukuran indeks nutrisi. Dalam disertasinya disebutkan Kecoak Jerman, Blattella germanica L. (Dictyoptera: Blattellidae) merupakan salah satu hama permukiman yang cukup sulit dikendalikan. Salah satu teknik pengendalian kecoak Jerman yang aman terhadap lingkungan adalah menggunakan umpan. Namun masalah yang dihadapi saat ini adalah berkembangnya perilaku glucose aversion pada kecoak Jerman, sehingga pengendalian berbasis umpan mengalami kegagalan. Penelitian terbagi tiga tahap. Tahap 1 digunakan 21 strain kecoak Jerman yang berasal dari 12 provinsi di Indonesia, yaitu strain Aceh, Medan, Pekanbaru, Padang, Jambi, Bengkulu, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Surabaya, Samarinda, serta satu strain berasal dari Vector Control Research Unit (VCRU) Universiti Sains Malaysia sebagai strain standar rentan insektisida.. Tahap 2 dan 3 digunakan lima strain, yaitu Padang (PDG), Bengkulu (BKL), Jakarta-b (JKT-b), Pekanbaru-b (PKU-b), serta VCRU. Perlakuan menggunakan 4 jenis gula, yaitu glukosa, fruktosa, sukrosa, dan maltosa, serta kontrol (tanpa gula) ". Penelitian ini juga menemukan hal yang baru bahwa kecoak mempunyai preferensi makan yang berbeda terhadap empat jenis gula yang nampaknya berdasarkan tingkat perangsang makan (fagostimulan) dan kandungan nutrisinya. Pada strain yang terindikasi mengembangkan perilaku glucose aversion, yaitu strain Jakarta-a, Jakarta-b, Bandung-b, dan Pekanbaru-b pilihan terhadap gula, khususnya glukosa lebih rendah dibandingkan dengan strain non glucose averse. “Maltosa merupakan fagostimulan (perangsang makan) yang tercepat bagi kecoak Jerman. Meskipun maltosa bukan nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan kecoak Jerman secara optimal, namun temuan penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam memformulasikan umpan kecoak Jerman”, ungkapnya. Menurutnya dalam pengendalian kecoak jerman berbasis umpan, dibutuhkan umpan dalam jumlah sedikit dengan formulasi berisi fagostimulan yang dapat menarik kecoak untuk datang dalam waktu yang cepat serta bahan aktif insektisida yang bekerjanya secara slow action. “Karena dengan bahan aktif yang bersifat slow action memungkinkan bagi kecoak untuk memakannya beberapa saat sebelum gejala toksik muncul dan kembali ke sarangnya”, jelasnya. Dengan memanfaatkan perilaku kecoak yang mempunyai sifat nekrofagi (memakan individu lain yang telah mati) dan koprofagi (memakan feses), maka dimungkinkan kecoak yang telah memakan umpan mengandung bahan aktif bersifat slow action akan mati di sarangnya, serta memungkinkan kecoak lain yang ada di dalam sarang akan memakannya ataupun akan memakan fesesnya, sehingga menyebabkan kematian pada individu lainnya yang ada di dalam sarang. (*/psibio/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: