Mediasi Sengketa DCS Tak Temui Mufakat

Mediasi Sengketa DCS Tak Temui Mufakat

Antara PPP dan PBB Melawan KPU PURWOKERTO-Mediasi sengketa Pemilu 2019 terkait penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) yang digelar Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Banyumas gagal mencapai mufakat Senin (20/8). Mediasi melibatkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Ketua Bawaslu Kabupaten Banyumas Miftahudin SHI mengatakan, mediasi antara PPP dengan KPU yang dilaksanakan pukul 10.00 belum mencapai kesepakatan. "Masing-masing pihak masih berpendirian kuat," katanya. Begitupun dengan mediasi antara PBB dengan KPU. "Tidak mencapai mufakat juga, masing-masing teguh cekelan waton dengan pendiriannya," ujarnya. Oleh karena itu, Bawaslu akan menggelar mediasi sekali lagi. Mediasi kedua dilaksanakan Selasa (21/8) hari ini di tempat yang sama, yaitu Kantor Kesbangpol Banyumas."Kalau tidak mufakat juga kita naik ke adjudikasi," tegasnya. Kasusnya, kata dia, salah satu Bacaleg PPP tidak menyertakan ijazah SMA. Sedangkan keterangan KPU, secara normatif bacaleg wajib menyertakan ijazah SMA walaupun melampirkan ijazah yang lebih tinggi. Dan semua proses asistensi, kata dia, telah dilakukan oleh KPU dengan maksimal. Sedangkan dari pemohon, menyayangkan KPU memberitahukan kekurangan tersebut kepada PPP malam hari di hari terakhir penyerahan berkas perbaikan. Sekjen PPP Banyumas Muflihun mengatakan, sengketa yang diajukan PPP karena keterlambatan Parpol dalam menyrerahkan syarat yaitu ijazah SLTA. PPP memperjuangkan bacaleg atas nama Anis Naila yang ada di daerah pilihan empat ini, karena Anis telah berkenan melengkapi syarat yang kurang. Sedangkan bacaleg yang TMS lain sudah tidak mau melengkapi lagi. "Ini beban dan tugas kami, ibarat pihak sana (Anis) sudah mengamanatkan kepada kami untuk mengurusi proses. Dan pihak keluarga juga sudah minta do'a restu dan membentuk Timses," katanya. "Ijazah seharusnya SLTA, tapi yang kami lampirkan Ijazah D3," katanya. Ia mengatakan, Parpol menganggap Ijazah D3 ini adalah ijazah SLTA, karena D3 bacaleg dari STIMIK. Akan tetapi, kata dia, KPU mengingatkan kepada pihaknya pada saat tengah malam, dan ia menyampaikan kepada KPU bahwa pihaknya baru bisa melengkapi syarat ijazah yang dimaksud pada pagi harinya. "Tapi ketika pagi kami ke KPU, ditolak, alasannya sudah disepakati semalam (malam 31 Juli)," katanya. Dan pada saat itu, lanjut dia, KPU menyarankan untuk mengajukan sengketa. Komisiomer KPU Banyumas Ikhda Aniroh seusai menjalani mediasi mengatakan, terkait dokumen yang perlu diperbaiki, KPU memberi ruang ini sejak 20 hingga 31 Juli 2018. "Saya kira di media juga sering memberitakan beberapa Parpol yang datang ke KPU untuk berkonsultasi," katanya. Akan tetapi, kata Ikhda, PPP tidak melakukan konsultasi sebagaimana Parpol lainnya. Selain itu, PPP datang menyerahkan dokumen perbaikan di hari terakhir yaitu 31 Juli dan waktu yang mepet yaitu pukul 23.30. Namun karena masih ada berkas yang harus diperbaiki, yaitu dokumen B dan B1, maka PPP baru bisa menyerahkan pukul 23.55, sedangkan penutupan penyerahan dokumen pada pukul 00.00. Sesuai Juknis, KPU baru bisa menerima dokumen perbaikan jika B dan B1 clear, apabila ada perubahan bakal calon. "Dan faktanya dokumen B1 PPP waktu itu belum selesai," katanya. Ketika PPP telah menyerahkan dokumen, KPU memang menceklist per-caleg dokumen perbaikan apa saja yang diserahkan. Dan pada saat itulah baru diketahui ada bacaleg atas nama Anis Naila Muafiyah kurang melampirkan ijazah SLTA. Sebenarnya bukan hanya satu, kata dia, tapi kurang lebih ada 10 bacaleg PPP yang dinyatakan TMS karena tidak lengkapnya dokumen. "Dan kami sampaikan kekurangannya malam hari karena mereka memang menyerahkannya malam," katanya. Ikhda mengatakan, PPP meminta untuk meng-MS kan khusus satu bacaleg tersebut. Akan tetapi, lanjut Ikhda, KPU tetap pada prinsip, bahwa KPU melakukan semuanya sesuai dengan aturan sesuai Undang-Undang, Peraturan KPU, serta Juknis. KPU juga telah melakukan banyak hal terkait komunikasi dan pelayanan sebagai bentuk asistensi KPU kepada parpol. Untuk kasus sengketa yang diajukan PBB, Ketua DPC PBB Kabupaten Banyumas Sutedjo menyampaikan alasannya mengajukan sengketa. “Sebenarnya kader-kader PBB layak menjadi calon anggota DPRD, tetapi terhalang oleh instansi yang ditunjuk KPU,” ujar Sutedjo. Ia mengatakan, 15 bacaleg PBB yang dicoret KPU atau dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS), sudah melakukan proses pemberkasan. Tetapi akibat instansi terkait, dalam hal ini Rumah Sakit dan Pengadilan, yang terlambat menyerahkan hasil tes dan surat keterangan. Hal ini menyebabkan bakal calon legislatif (bacaleg) PBB terlambat melengkapi berkas syarat hingga ditutupnya masa perbaikan. Dari 15 bacaleg PBB yang TMS, sebagian besar karena kurang syarat tes kesehatan. Tes kesehatan yang dimaksud ada tiga hal yakni tes narkoba, tes jasmani, dan tes rohani. “Ada bacaleg kami yang narkoba dan rohaninya diserahkan, tapi jasmaninya tidak diserahkan. Jadi di KPU dicoret karena kurang lengkap. Padahal bukan salah kami,” keluhnya. Komisioner KPU Banyumas Ikhda Aniroh mengatakan, ada beberapa perubahan aturan terkait syarat bacaleg adalah sehat jasmani rohani dan bebas narkoba. Ia menegaskan, KPU juga telah melakukan koordinasi dengan pihak BNN, RS Margono dan RS Banyumas. "Setiap KPU melakukan koordinasi atau sosialisasi, KPU selalu menyampaiakan kepada Parpol bahwa surat keterangan sehat jasmani dan rohani serta bebas narkoba ini dilakukan oleh RS pemerintah yang MS," ujarnya. "Kalau sosialisasi telah kami lakukan mulai dari 4 Juni, termasuk bagaimana menyiapkan keterangan jasmani rohani dan bebas narkoba, jadi tidak ada alasan tidak ada waktu," katanya. KPU juga memiliki grup whatsapp dimana Parpol bisa menerima informasi dari grup itu. Ia mengatakan, PBB beserta beberapa Parpol lain sempat komplain kepada KPU, bahwa bacalegnya telah melakukan pemeriksaan kesehatan, tetapi suratnya baru bisa dikeluarkan hari berikutnya saat masa penyerahan berkas perbaikan telah selesai. "Terkait dengan tekhnis diluar kewenangan KPU," ujarnya. Namun, lanjut Ikhda, KPU berusaha untuk melakukan koordinasi dengan RS dan berupaya agar surat keterangan dikeluarkan 31 Juli. "Tapi karena dokternya sudah tidak di RS, jadi surat belum keluar dari RS," tandasnya. (ing/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: