Mengenal Komunitas Wayang Merdeka, Kenalkan pada Anak Bikin Wayang dengan Ranting Singkong
JOGJA – Berbagai cara unik dan menarik membuat wayang. Tidak melulu berbahan kulit binatang. Komunitas Wayang Merdeka membuat wayang dari ranting daun singkong. Bagaimana caranya? Komunitas Wayang Merdeka setiap bulannya selalu mengagendakan workshop dan aksi budaya. Salah satunya membuat loka karya wayang anak dengan berbagai jenis wayang untuk anak maupun generasi masa kini. Teknik pembuatan yang dikenalkan paling mudah dan murah meriah. “Dengan kata merdeka kami membebaskan dari konsep yang klasik itu. Tapi tentunya kami juga mencintai klasik dulu sebagai dasar utamanya,” kata Ketua Komunitas Wayang Merdeka, Miko Jatmiko kepada Radar Jogja disela membuat karya mainan wayang dari ranting daun singkong di Plaza Ngasem kemarin (20/4). Aktivitas ini berkaitan erat dengan anak-anak dan generasi penerus agar dapat mencintai wayang. Dimulai dengan cara bermain-main. Ya, bermain-maik ini diartikan sebagai membuat loka karya wayang dari bahan yang ada di lingkungan sekitar. Seperti bulan ini, kegiatan membuat wayang ranting daun singkong. Dari untaian ranting bisa diubah menjadi karya wayang kulit dan wayang golek. Ini juga bertujuan supaya anak mengurangi main gadget. ”Tangannya bisa hidup lagi, imajinasinya bebas,” katanya. Pemilihan media ranting singkong karena dinilai sangat sederhana. Barangnya mudah didapat di lingkungan sekitar. Disamping memang ranting singkong mudah dibentuk-bentuk menjadi sebuah karya yang bernilai seni dan budaya. Namun, menggunakan media ini juga perlu berhati-hati karena cenderung lebih mudah patah. https://radarbanyumas.co.id/ada-kesenian-banyumasan-tiap-akhir-pekan-di-komplek-museum-wayang-banyumas/ “Kami pernah membuat karya wayang dari media kardus, suket, bubur kertas, sedotan plastik, dan dari plastik itu sendiri juga,” jelasnya. Kegiatan komunitas yang terdiri dari para budayawan, perupa, penulis, hingga tukang las ini berangkat dari munculnya isu akan dimusnahkannya wayang pada saat itu. Munculnya kegiatan tersebut juga menunjukkan ekspresi kemarahan para anggota komunitas. Namun diwujudkan dengan cara yang positif. “Kami mengalihkan amarah ke karya-karya yang bermanfaat,” terangnya. Dengan begitu, upaya pelestarian yang digagas ini ditargetkan dapat mengedukasi anak-anak sejak dini tentang warisan budaya para leluhur. Dan menambah kecintaan generasi masa kini terhadap wayang. “Sekarang mencintai wayang dengan cara seperti ini dulu sebagai anak, suatu saat mungkin bisa mencintai bentuk wayang beneran,” harapnya pria 40 tahun. Salah satu wahana ini ditargetkan dapat menjadi wadah. Baik anak-anak hingga orang tua untuk memperdalam nilai-nilai para leluhur. Sementara, salah satu orang tua peserta Wulan mengapresiasi kegiatan yang digagas komunitas tersebut. Kegiatan tersebut dinilai cukup bagus menghindarkan anak dari bermain gadget. Terlebih, kegiatan itu digelar sepulang anak sekolah. https://radarbanyumas.co.id/para-seniman-tuntut-pemerintah-tegas-lindungi-reog-sebagai-warisan-unesco-jangan-sampai-kecolongan-negara-tetangga/ “Anak saya aktif terjun di sanggar tari, karawitan, ikut sanggar wayang bocah juga. Jadi memang ada bakat, ini anak saya suka sekali apalagi membuat mainan wayang seperti ini,” katanya. (bah/WINDA ATIKA IRA P/Radar Jogja/ttg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: