Peluang Panglima Setelah Marsekal Hadi Tjahjanto, Andika dan Yudo Kandidat Kuat

Peluang Panglima Setelah Marsekal Hadi Tjahjanto, Andika dan Yudo Kandidat Kuat

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta TNI selalu siap siaga menghadapi ancaman yang ada di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-76, Selasa (5/10). Presiden mengatakan, TNI selalu diaktifkan menghadapi spektrum ancaman yang lebih luas seperti pelanggaran kedulatan, pencurian kekayaan alam di laut, radikalilsme, terorisme ancaman cyber, dan ancaman biologi. "Termasuk juga ancaman bencana alam," ujar Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Jokowi menuturkan, untuk menghadapi ancaman ini, maka transformasi pertahanan harus terus dilanjutkan. TNI mesti bisa bertransformasi menjadi kekuatan pertahanan indonesia yang mampu berperan dalam lingkungan strategis regional maupun global. Jokowi menuturkan, saat ini Indonesia harus bisa bergeser dari kebijakan belanja pertahanan menjadi kebijakan investasi pertahanan yang berpikir jangka panjang. Pria asal Surakarta, Jawa Tengah ini pun menuturkan, sampai dengan hari ini Indonesia masih berada di bayang-bayang pandemi Covid-19. Bila diibaratkan sebagai perang melawan virus Covid-19 saat ini seperti dalam perang yang berlarut-berlarut. https://radarbanyumas.co.id/tni-au-akan-beli-hercules-seri-terbaru-dari-as-handal-dalam-setiap-operasi-militer/ "Perang yang sangat menguras tenaga, menguras pikiran, mental dan semangat juang. Perang yang membutuhkan kewaspadaan, kecepatan, sinergi dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi," katanya. Karena itu, Jokowi mengatakan keberhasilan Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19 ini tidak terlepas dari peran besar TNI. Sebab TNI yang selalu menunjukkan profesionalisme dalam setiap penugasan. "Kemampuan peroroangan, kemampuan satuan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk aluatsista telah digunakan dan digerakkan dalam menunaikan setiap tugas yang diberikan," ungkapnya. Jokowi berujar, penguatan budaya strategis prajurit dan perwira TNI harus tetap menjadi fondasi utama transformasi pertahanan. Peringatan HUT Ke-76 TNI, Selasa (5/10) kemarin, bakal menjadi perayaan terakhir bagi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Sebab, bulan depan dia memasuki masa purnatugas. Spekulasi tentang calon pengganti Hadi pun merebak. Setara Institute merilis hasil survei berkenaan dengan opsi pengganti orang nomor satu di tubuh TNI itu. Berdasar Undang-Undang (UU) TNI, yang berpeluang menduduki kursi panglima TNI adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono, dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Ketiganya memiliki peluang setara. Meski demikian, bila merujuk rotasi antarmatra yang biasa dilakukan untuk memilih panglima TNI, kesempatan Fadjar lebih kecil jika dibandingkan dengan Andika dan Yudo. Sebab, Hadi sebagai panglima TNI saat ini juga berasal dari TNI-AU. Dalam paparan hasil survei yang telah dilaksanakan, peneliti Setara Institute Ikhsan Yosarie menyatakan bahwa ada lima dimensi yang diukur. "Kapabilitas, integritas, responsivitas, akseptabilitas, dan kontinuitas," terang dia. Survei tersebut dilakukan dengan menanyai seratus ahli di bidang pertahanan, keamanan, dan hak asasi manusia (HAM). Hasilnya, Ikhsan menyatakan, para ahli menilai bahwa Andika unggul di empat dimensi dari lima dimensi yang menjadi ukuran. "Yaitu, integritas, akseptabilitas, kapabilitas, dan responsivitas," ungkap dia. Khusus dimensi kontinuitas, para ahli lebih mengunggulkan Yudo ketimbang Andika dan Fadjar. Namun, keunggulan tersebut bukan tanpa cela. Sebab, ada beberapa catatan yang juga dinilai oleh para ahli. Selain itu, skor masing-masing calon tidak terpaut jauh. "Bedanya tipis," ujarnya. Ikhsan menyatakan bahwa para ahli sepakat lima dimensi yang menjadi ukuran penting bagi panglima TNI ke depan. Utamanya dimensi integritas. Menurut para ahli, sebagai pucuk pimpinan institusi militer tanah air, panglima TNI harus berintegritas. Selain itu, melalui survei tersebut, Setara Institute juga merekomendasikan supaya panglima TNI pengganti Hadi meneruskan reformasi TNI. Menurut para ahli yang menjadi responden, agenda reformasi TNI harus terus didorong. Terpisah, pemerhati isu-isu militer Khairul Fahmi menyatakan bahwa masing-masing kepala staf punya kapasitas kepemimpinan dan kecakapan dasar yang memadai untuk menjadi panglima TNI. Menurut dia, kemampuan KSAD, KSAL, maupun KSAU kurang lebih sama. "Masing-masing kandidat juga punya keunggulan kompetitif," kata dia kepada Jawa Pos, Radar Banyumas Grup. Meski demikian, bila dilihat dari kacamata kebutuhan secara politik, dia menilai bahwa saat ini presiden butuh panglima TNI dengan loyalitas total. Tanpa kepentingan apa pun di luar agenda pemerintah. "Terutama untuk memuluskan agenda-agenda politik dan pemerintahan," imbuhnya. Dari sana, Fahmi menilai, Yudo lebih cocok menjadi pengganti Hadi ketimbang calon lainnya. Sebab, dia melihat tidak ada penghalang apa pun dalam relasi antara Presiden Jokowi dan Yudo. Hanya, lanjut Fahmi, kondisi itu juga menunjukkan bahwa Yudo tidak dibekali dukungan kuat di belakangnya. Di sisi lain, dukungan terhadap Andika cukup kuat. Bahkan, tidak sedikit yang sudah menyatakan dukungan tersebut secara terbuka. Baik yang berasal dari tokoh masyarakat maupun politisi. "Kita hanya bisa berharap, presiden maupun DPR tidak terjebak pada bangunan citra dan reputasi yang disodor-sodorkan," imbuhnya. Sebab, menurut Fahmi, memilih panglima TNI harus berpatokan pada realitas dan objektivitas. Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa Yudo punya kekurangan pada dua poin. Pertama, kurang agresif membangun komunikasi politik. Kedua, kurang intens membangun reputasi dan komunikasi publik. "Sehingga sulit bagi publik untuk menilai, terutama hal-hal yang menyangkut aspek integritas, akseptabilitas, kapabilitas, dan responsivitas seperti disebut oleh Setara (Institute)," jelasnya. Di sisi lain, Fahmi menyatakan, Yudo sedikit lebih unggul pada beberapa poin. Termasuk soal usia. "Seperti sering saya katakan, masa jabatan yang terlalu singkat akan berpotensi menimbulkan ketidakefektifan dalam pengelolaan organisasi," jelasnya. Dibanding Andika, Yudo memiliki waktu yang lebih panjang untuk mengemban tugas sebagai panglima TNI. Selain itu, Yudo diunggulkan lantaran saat ini Indonesia perlu membangun kekuatan pertahanan laut yang memadai dan interoperabilitas antarmatra. Di luar posisinya sebagai orang nomor satu di TNI-AL, sebagai mantan panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I, Fahmi menilai bahwa Yudo sudah teruji mampu memimpin pasukan yang bertugas di tiga matra berbeda. "Yudo Margono dengan pengalamannya sebagai KSAL dan Pangkogabwilhan saya kira dapat memperkuat upaya itu jika menjabat panglima TNI," imbuhnya. (jpc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: