Inspirasi Defy, Warga Semarang Pembuat Miniatur Pesawat Remote Control, Belajar dari Internet, Sudah Membuat 4

Inspirasi Defy, Warga Semarang Pembuat Miniatur Pesawat Remote Control, Belajar dari Internet, Sudah Membuat 4

Defy Amarta Felniawan saat mencoba miniatur pesawat remote control buatannya. (M HARIYANTO/JAWA POS RADAR SEMARANG) Defy Amarta Felniawan memang kreatif. Warga Gunungpati, Kota Semarang ini memiliki keahlian membuat pesawat remote control (RC). Produknya itu sudah menyebar ke mana-mana. Defy tertarik membuat miniatur pesawat yang bisa diterbangkan secara tak sengaja. Awalnya, pada 2007, ia menemukan jual beli pesawat remote control di forum Facebook. Saat itu, pria kelahiran Mojokerto, 27 Maret 1976 ini merasa tertarik dengan miniatur pesawat tersebut, kemudian membeli satu unit seharga Rp 1,5 juta. “Nyoba beli satu, lha kok ternyata bahannya dari styrofoam,” ceritanya kepada Jawa Pos Radar Semarang. Saat itulah terbesit dalam pikirannya untuk iseng-iseng membuat sendiri. Meski menemukan kesulitan, Defy tak menyerah. Segala kemampuannya dikerahkan. Termasuk mencari informasi melalui internet. Hingga akhirnya terwujudlah karya yang diinginkan. “Kali pertama membuat, butuh waktu hampir satu bulan. Itupun gak bisa langsung terbang. Miniatur pesawat jatuh dan rusak. Sempat saya dandani, tapi jatuh lagi. Sampai tiga kali,” bebernya. Apalagi Defy juga belum pernah menerbangkan pesawat remote. Setelah banyak belajar tentang pesawat aeromodeling, Defy baru paham ketentuan dalam membuat miniatur pesawat supaya bisa terbang enak. “Sejak itu, miniatur pesawat karya saya baru bisa diterbangkan,” katanya. Karya kebanggaannya tersebut, kemudian diposting di media sosial Facebook. Ternyata, selang beberapa hari, ada seseorang yang melirik dan berminat untuk membeli. Dirasa harganya cocok, akhirnya pesawat remote control buatannya tersebut dijual. “Awalnya, saya bingung, dijual laku berapa, belum tahu. Waktu itu, saya masih ingat panjang sayap pesawat satu meter, saya jual seharga Rp 400 ribu. Langsung dibayar. Terus berkelanjutan sampai sekarang,” kenangnya. Kini, hobinya itu telah menjadi sebuah bisnis. Ia membuat miniatur pesawat berdasarkan pesanan. Menurutnya, waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan satu pesawat remote control memakan waktu tiga sampai empat hari. “Biasanya saya sampaikan ke pemesan, waktunya seminggu sampai dua minggu. Pengerjaannya kan tidak cuma satu, tapi langsung lima, dengan berbagai macam model pesanan. Itu saya buat bareng,” jelasnya. Bahan yang dibutuhkan mulai styrofoam, lem, lakban, aluminium, termasuk cat untuk pewarnaan. Satu unit pesawat membutuhkan tiga books styrofoam dengan ukuran 15 sentimeter kali 40 sentimeter kali 60 sentimeter. “Untuk pembuatan diawali plane atau gambar. Biasanya cari di internet. Kemudian pemotongan gabus (styrofoam) sesuai gambar, lalu digabung dengan lem dan diamplas. Untuk elektrik pendukung remote, ada baterai dan remote khusus aeromodeling. Ada motor dan baterainya. Ada baling-baling juga,” jelasnya. Defy menekuni pekerjaan tersebut sendiri, dan terkadang dibantu istrinya ketika longgar. Tidak ada kendala dalam penerapan elektrik remote control. Sebab, ilmu tersebut telah didapatkan Defy ketika menjadi mahasiswa D1 Teknik Elektro Politeknik Undip (sekarang Polines). Ia lulus kuliah pada 1995. Sebelumnya, ia adalah lulusan SMA Negeri 2 semarang angkatan 1994. “Memang sejak dulu saya suka elektro,” katanya. Berbagai model pesawat remote control telah dibuat. Mulai pesawat model aero batik, pesawat tempur, termasuk model kargo. Ukurannya bervariasi. Mulai panjang 120 sentimeter hingga 2 meter. “Sementara ini saya melayani pembuatan pesawat panjang 120 sentimeter. Itu ukuran standar. Kalau ketinggian terbang tergantung remote. Bisa sampai 600 meter. Tapi kan dari aturan PASI, tidak boleh melebihi di atas 150 meter. Kalau untuk terbang olahraga 100-150 meter,” jelasnya. Sebelumnya, sudah banyak pesawat remote control yang dibuat. Ada model pesawat Mustang, pesawat perang dunia kedua, pesawat Jepang Zero Fighter, pesawat Jerman, pesawat pembom Amerika, dan masih banyak lainnya. Termasuk model pesawat Indonesia Tim Jupiter TNI AU sama Tukano. “Yang paling diminati pesawat aero batik. Namanya ekstra 300 sama pesawat Slick. Untuk kompetisi di luar negeri, ada Redbul Sport. Kalau jet, saya jarang bikin. Karena bikinnya lama dan terlalu rumit. Peminat kurang,” katanya. Dikatakan, jumlah miniatur pesawat yang dibuat sejak 2007 sampai sekarang mencapai lebih dari 400 unit. Untuk harga jualnya, kisaran Rp 250 ribu hingga Rp 400 ribu, belum termasuk remote control, baterai, dan carger. https://radarbanyumas.co.id/rakit-pesawat-di-rumah-akhirnya-dibeli-republik-ceko-dan-dipesan-tni-au-dibuat-oleh-lulusan-stm-di-lamongan/ “Itu pesawatnya saja. Ada juga yang minta komplet. Pesawat, remote, dan baterai, itu bisa sampai Rp 1,8 juta. Jadi, paling mahal remote, bisa sampai Rp 750 ribu, sama baterai dan carger bisa sampai Rp 1 jutaan,” ujarnya. Sekarang ini, di rumahnya masih tersisa lima unit koleksi pribadinya. Selain itu, saat ini masih membuat tiga pesawat tempur, pesawat untuk aero batik, dan pesawat jet pribadi. “Penginnya jadi home industry, cuma saya terkendala modal. Alhamdulillah, dari membuat miniatur pesawat ini saya bisa menguliahkan anak. Anak kedua SMP dan satu masih SD,” katanya. Konsumennya para penghobi aeromodeling di Jateng, Jabar, Jatim, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga Jakarta. “Pernah kirim ke Bandung sampai 50 unit,” ungkapnya. Selain itu, pernah mendapat pesanan dari Padang, Bangka Belitung, Samarinda, Pontianak, Balikpapan, Denpasar, Surabaya dan Sidoarjo. Diakuinya, sebenarnya ia juga mendapat pesanan dari warga Malaysia. Namun hingga kini belum deal lantaran terbentur kesepakatan ongkos pengiriman. “Untuk miniatur pesawat panjang 120 sentimeter ongkos kirimnya Rp 1,2 juta. Padahal harga miniatur pesawat cuma Rp 500 ribu. Makanya mereka tidak berani juga, karena mahal di ongkos,”ujarnya. (mha/aro/radarsemarang)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: