Inspirasi, Triyono Aswad, Dalami Pembuatan Panah lewat Kanal YouTube, Kini Tembus Pasar Nusantara
Triyono menunjukkan beberapa jemparing atau panah yang telah rampung ia kerjakan.(Naila Nihayah/Radar Jogja) Nasib baik dari ketekunan yang dilaluinya. Berawal dari ketertarikan akan jemparing atau panah, membuat Triyono Aswad, 45, menjajal peruntungan dengan memproduksi panah sendiri. Tak hanya di Magelang, peminatnya pun mulai merambah di berbagai daerah. Tangannya piawai mengubah kayu dan bambu menjadi usaha kreatif panahan atau biasa disebut jemparing. Tentunya dengan berbagai kreasi yang ia olah sendiri. Bersama tiga rekannya, ia mulai menekuni pembuatan jemparing, termasuk anak panahnya pada Oktober 2019 lalu. Di dekat rumahnya, ia mendirikan gubuk kecil untuk berkreasi. Gubuk yang ia sebut sebagai bengkel tersebut berada di Dusun Ketaron, Desa Tamanagung, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Pria yang merangkap pegawai bagian pusat pengendali operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang ini mengaku hanya iseng membuat jemparing dan digunakan untuk mengisi waktu luang. “Ketika itu saya main ke rumah teman dan melihat ada jemparing. Akhirnya tertarik ingin membuat sendiri,” katanya saat ditemui kemarin (24/1). Percobaan pertama, ia membuat empat set dengan model pegangan yang ia desain sendiri. Lantas mengunggah produk jemparingnya di Facebook. Ternyata membuahkan hasil. Jemparingnya laku. Bahkan, sebelum benar-benar jadi. Percobaan awal itu tidak serta merta langsung diterima oleh rekan-rekannya. Ia kerap mendapat kritik lantaran membuat handle atau pegangan dengan mengarang. Tidak mengikuti model jemparing milik daerah lain. Ia pun belajar secara otodidak melalui kanal YouTube. Mencari berbagai referensi aneka jemparing dari berbagai daerah dan negara. Ternyata, setelah ia menggali lebih dalam lagi terkait aneka jemparing, banyak model yang beragam dengan ciri khas masing-masing daerah. Seperti model jemparing Jogja dan Solo. Lantas, ia mulai mengiblat model jemparing Jogja untuk ditiru. Tentunya, dengan menambah sedikit kreasinya sendiri. “Kalau handle Jogja bentuknya cenderung kotak,” ungkapnya. Setelah belajar dan mendalami soal jemparing, ia mantap memproduksinya untuk dijual. Ia mengaku ingin mengenalkan jemparing sebagai olahraga yang bermanfaat bagi masyarakat. Terlebih, jemparing atau panahan menjadi salah satu sunah Rasul. “Waktu awal-awal korona, malah lumayan laku,” ujarnya. Untuk membuat jemparing, ia menggunakan bahan alami. Seperti bambu, rotan, dan kayu. Biasanya menggunakan fiber, kayu sonokeling, sawo, dan kemuning. Sementara untuk pegangangan menggunakan tali prusik. Sedangkan busurnya menggunakan jenis kayu sesuai permintaan. Bulu pada busur berasal dari entok dan kalkun. Bulu itu memiliki kualitas yang bagus karena ada lapisan yang tidak mudah basah. Proses pembuatannya terbilang sederhana. Pertama, Triyono akan membuat pola pada kayu. Kemudian, dipotong mengikuti pola. Ia masih menggunakan alat dan mesin seadanya. Saat membuat bentuknya, ia harus berhadapan dengan kualitas kayu. Bagus tidaknya hasil jemparing, memang ditentukan oleh kualitas kayunya. Setelah terbentuk, masih harus melewati tahap penyerutan dan penyesuaian. Antara ujung atas dan bawah. Harus sinkron. Untuk membuat satu jemparing, ia bisa menghabiskan waktu sekitar 10 hari. Dari tahap membuat pola hingga finishing. Peminat jemparingnya tidak hanya dari Magelang saja. Melainkan Jogja, Karanganyar, Boyolali, Jawa Barat, dan luar Jawa seperti Aceh. Saat ada pesanan pun, Triyono tidak langsung membuat. Pasalnya, ia juga punya pekerjaan lain yang harus diselesaikan. “Jadi kalau pesan, sebisa mungkin tidak kesusu. Paling tidak harus kasih waktu dua minggu hingga satu bulan,” tambahnya. Kesulitan utamanya memang ada pada bahan. Terlebih ketika bahannya sulit didapat. Pasalnya, serat alami yang ia gunakan juga berhubungan dengan serangan alami. “Misalnya bambu. Kalau tidak bisa memilih bambu dan pada saat pemotongan salah, hasilnya tidak akan memuaskan,” tandasnya. Harga yang ditawarkan Triyono beragam. Tergantung desain dan bahan baku yang diinginkan. Makin rumit bentuknya, makin mahal juga harganya. Satu jemparing berkisar antara Rp 350 ribu hingga Rp 600 ribu. Biasanya, para pembeli akan memesan terlebih dahulu. https://radarbanyumas.co.id/mengenal-belva-zauqi-kristantra-belajar-di-youtube-kini-jadi-ksatria-panah-asal-banyumas/ “Biasanya yang pesan untuk latihan komunitas, pribadi, wisata, ataupun di rumah. Jadi, harga bisa menyesuaikan,” jelasnya. Triyono berharap, anak-anak muda yang masih bersekolah agar lebih mengenal tradisi jemparingan. Sedapat mungkin, pihak sekolah juga membuka ekstrakurikuler panahan. Tujuannya agar jemparing tidak lantas luntur di mata masyarakat. Tak hanya menjadi perajin dan berbisnis untuk menyalurkan hobi, Triyono juga memiliki komunitas jemparing bernama Bamburuncing Archery Club (BAC) dengan 40 anggota. Bahkan sudah di bawah naungan KONI Kabupaten Magelang. “Ini juga legal. Karena termasuk senjata tajam. Kalau ilegal, saya nanti bisa ditangkap,” guarunya. (laz/NAILA NIHAYAH-Magelang-Radar Jogja)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: