Miniatur Kereta Klasik di Meddarie Works.id, Ukuran 1,3 Meter Dibanderol Rp 20 Juta
KERETA MINI: Teknisi merakit miniatur kereta api klasik di Meddarie Works.id, Condongcatur, Depok, Sleman, Rabu (15/12). Pembuatan miniatur kereta dengan menggunakan 3D printing ini memakan waktu pengerjaan seminggu-tiga bulan. Dengan harga jual 150 ribu hingga 20 juta. elang kharisma dewangga/radar jogja Lebih Dekat dengan Yoga Bagus Prayogo, Penghobi Miniatur Kereta Api Bermula dari hobi, Yoga Bagus Prayogo mencoba peruntungan baru. Dia menjejaki usaha pembuatan miniatur kereta uap hingga membuat Medarrie Works Id dan Pustaka Arsip Kereta Api. Seperti apa kisahnya? MEITIKA CANDRA LANTIVA, Sleman, Radar Jogja Di ruangan ukuran 15 meter itu, Yoga berkutat dengan pekerjaannya. Di meja kerjanya berantakan dengan potongan badan kereta yang berhasil ia kerdilkan. Sesekali menyesap kopinya, tapi sorotan matanya tak lepas dari benda berskala yang dia bolak balikkan di tangannya. “Ini miniatur kereta uap pesanan,” kata Yoga, di Studionya, Condongcatur, kemarin (16/12). Sesekali pria 26 tahun itu, membolak-balikkan buku perkeretaapian koleksinya. Dia tampak merapikan beberapa komponen bodi yang terbuat dari resin itu. “Bodi kereta ini habis dicetak dari mesin pencetak,” terang pria asal Condongcatur, Depok, Sleman itu. Berbagai material dia gunakan, selain resin ada juga akrilik dan plastik pla. Diakui pekerjaannya rumit. Membutuhkan konsentrasi tinggi dan observasi yang mendetail. Sebab, apa yang dibuatnya itu merupakan replika dari aslinya. Jadi sebisa mungkin harus mirip, tampak aslinya. Miniatur kereta api yang sedang dia buat, Kereta Api Uap Indonesia pada masa Hindia Belanda. Yakni Lokomotif D52 dan C28. Lalu ada juga lokomotif kereta api perkebunan jenis duckduckgo and brown. Sebelum memasuki tahap produksi, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan. Bila jenis kereta api yang dibuat itu baru. Maka butuh waktu tiga bulan pengerjaannya. Sebab, dia harus melakukan studi banding, mencari literasi sesuai kereta api yang dia bikin. Lain halnya bila model kereta sudah pernah dibikin sebelumnya. Tentu saja pembuatannya lebih cepat. “Paling tidak sebulan selesai,” kata pria berkacamata ini. Setelah observasi dilakukan, maka kereta harus didesain ulang. Desain dilakukan dengan sistem digital melalui komputer. Kemudian pecah pola per elemen kereta. Berikutnya memasuki proses produksi. Ada tiga jenis produksi. Bisa melalui CNC printing, CNC Cuting maupun laser. “Begini nih jadinya,” tunjuk dia, menyebutkan elemen demi elemen body kereta api yang masih tampak pucat itu. Langkah selanjutnya, perakitan, pengecetan dan terakhir finishing. Dia menjelaskan, proses produksi ini tidak dilakukan sendiri. Melainkan kerja tim. Dibantu dua orang temannya. Ada yang bertugas menggambar dan pecah body. Ada pula yang finishing. Sementara dia mendapatkan jatah merakit. Bagian tersulit di antara semua proses. Nah, harga miniatur kereta api ini bervariatif sesuai skalanya. Untuk skala terkecil 1:87 atau istilah internasionalnya skala HO, berukuran 8-10 cm dibanderol Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu. Sementara ukuran paling besar yang pernah dia buat 1:12 sekitar 1,3 meter itu dibanderol Rp 20-an juta. “Tergantung skala custom-nya,” beber dia. Peminatnya pun khusus kalangan penghobi kereta api. Kendati begitu sudah tembus di pasar internasional. Ke Belanda, Jerman, Jepang, Malaysia dan Australia. Begitu juga di pangsa pasar lokal. Dia promosikan melalui komunitas penghobi miniatur kereta. https://radarbanyumas.co.id/rakit-pesawat-di-rumah-akhirnya-dibeli-republik-ceko-dan-dipesan-tni-au-dibuat-oleh-lulusan-stm-di-lamongan/ Lima tahun menjalankan bisnisnya, alumnus Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Jogjakarta itu mengaku gunjang-ganjing saat bisnisnya terdampak pandemi Covid-19. Bahan baku pembuatan miniatur yang disuplai dari Wuhan, Tiongkok macet. Karena saat itu Wuhan disebut-sebut biang keladinya Covid-19. Lantas dia harus beralih bahan lain dan memutar otak, membuat miniatur industri seperti alat perang TNI agar bisa survive. Nah, pada 2021 ini usahanya kembali survive dan memiliki mitra usaha yang sama di Solo, Jawa Tengah. Dia juga mengepakkan sayapnya. Menyulap studionya yang tersekat menjadi dua bilik itu sebagai pusat workshop perkeretaapian atau Medarrie Works Id dan sebagai perpustakaan, Pustaka Arsip Kereta Api. Tempatnya mahasiswa melakukan studi literasi. Adapun penghasilan bulanan mampu dia kantong Rp 15 juta. Meski usaha ini terbilang menjanjikan. Jenis usaha yang sudah memasuki industrial 4.0 ini sulit menembus pasar internasional lebih luas. Karena biaya ekspor lebih tinggi dibandingkan harga barang. “Ini yang masih sering jadi kendala. Nah, ini juga tak lepas dari peran pemerintah bagaimana solusinya,” tandasnya. (pra/radarjogja/ttg) Sleman Tag :
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: