Aktivis Bentuk Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi, Kumpulkan Surat, Sindir Jokowi

Aktivis Bentuk Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi, Kumpulkan Surat, Sindir Jokowi

Foto twitter ICW JAKARTA - ‘KPK Dilemahkan, Pegawai Berintegritas Disingkirkan’. Begitu salah satu tulisan poster yang dipegang para aktivis antikorupsi yang sedang berkumpul di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat sore (24/9), sekitar pukul 17.00. https://radarbanyumas.co.id/ragam-cara-para-pegawai-kpk-menikmati-pemecatan-jadi-petugas-kebersihan-di-sela-kumpulkan-bahan-bahan-tulisan/ Ada sederet aktivis yang hadir di depan gedung ACLC KPK itu. Mulai dari Febri Diansyah, Anita Wahid, Boyamin Saiman, Asfinawati, dan banyak lagi. Mereka membentuk Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi. Para aktivis itu mengumpulkan surat. Rencananya surat itu diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam kesempatan itu, Febri Diansyah yang merupakan mantan juru bicara KPK didaulat sebagai jubir Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi. Mengenakan kaos berwarna hitam yang bertuliskan ‘Berani Jujur Pecat’, Febri dengan lantang menyesalkan rekan-rekan seperjuangannya di KPK disingkirkan. Mereka dipecat dengan alasan tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK). “Para penyidik penyelidik itu disingkirkan dengan alasan TWK,” ujar Febri dengan suara lantang. https://radarbanyumas.co.id/komnas-ham-jokowi-masih-berwenang-untuk-menyikapi-polemik-twk-kpk/ Dia menyebut bahwa Gedung Merah Putih KPK yang dibangun dari uang rakyat saat ini sedang dalam pembajakan. Padahal, lahirnya gedung merah putih itu sejak 2012 lalu diharapkan pemberantasan korupsi bisa lebih kuat. “Tetapi sekarang kita tahu gedung itu dibajak untuk kepentingan yang berseberangan dengan pemberantasan korupsi,” sesal Koordinator Visi Integritas itu. 57 pegawai KPK yang diberhentikan tinggal menghitung hari. Tepatnya 30 September 2021. Menurut Febri hal itu masalah bagi rakyat Indonesia. Permasalahan itu adalah bentuk pengkhianatan bagi komitmen pemberantasan korupsi. “Yang terjadi sekarang adalah pengkhianatan terhadap semangat yang dibangun bertahun-tahun oleh masyarakat,” cetus Febri. Lebih jauh dia berpendapat, seharusnya Presiden Joko Widodo mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan pemecatan terhadap 57 pegawai KPK. Terlebih, sejak adanya undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Kini KPK berada dalam rumpun rumpun eksekutif, dengan Presiden adalah pucuk pimpinan tertinggi. “Presiden punya kewenangan untuk mengangkat PNS. Bahkan, seharusnya presiden tidak diam,” harap Febri. Anita Wahid, putri ketiga Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gusdur mengatakan bahwa jika ayahnya, Gus Dur, ikut melakukan TWK pun tak akan lulus. “Jadi apabila Gusdur harus ikut TWK yang kemarin belum tentu lulus, karena nilainya berseberangan dengan yang ada di tes TWK,” ungkap Anita. Perempuan pegiat antikorupsi itu menyatakan, pelemahan terhadap KPK sudah berangsur lama. Tidak hanya TWK, tetapi juga sudah banyak pelemahan terhadap KPK. “Kita nggak bisa melihat TWK dari TWK saja. Kita nggak bisa hanya melihat pemecatan hari ini. Itu hanya pemecatannya saja. Tapi kita perlu melihat bahwa selama belasan tahun KPK sudah mengalami berkali-kali usaha pelemahan, mengalami serangan tidak cuma secara kelembagaan, tapi individu-individu di dalamnya,” beber Anita. Lantas Anita menyebut, pemecatan terhadap 57 pegawai KPK merupakan bagian dari revisi UU KPK. Seharusnya, Presiden Jokowi bisa menyelesaikan polemik pemecatan 57 pegawai KPK. “Kita mengingatkan pada Jokowi bahwa itulah dampak dari revisi UU KPK yang begitu gegabah. Bapak Jokowi mungkin akan berhenti 2024, tapi peninggalan revisi UU KPK akan masih ada. Legacy itu yang membuat akan susah bebas dari korupsi,” tandas Anita. (muh/ilh/jpc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: