Diusulkan Vonis Ringan Tidak Harus Masuk Penjara untuk Atasi Overload Lapas, Dorong Perubahan Mekanisme Pemenj

Diusulkan Vonis Ringan Tidak Harus Masuk Penjara untuk Atasi Overload Lapas, Dorong Perubahan Mekanisme Pemenj

DILAPAP API: Foto rilisan Kemenkum HAM memperlihatkan kondisi di dalam lapas yang terbakar. Para napi tewas karena terkunci di sel masing-masing. (KEMENKUMHAM/AFP) JAKARTA - Kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang menjadi sorotan banyak pihak. Problem overload pun kembali mengemuka. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai kondisi itu terjadi karena arus masuk dan keluar lapas tidak seimbang. Jumlah masyarakat yang masuk penjara jauh lebih banyak ketimbang yang keluar penjara. https://radarbanyumas.co.id/tiga-orang-ditetapkan-tersangka-kasus-kebakaran-lapas-tangerang/ Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab menyampaikan, overload dalam lapas bukan hanya perkara angka. Lebih dari sekadar kapasitas yang tidak sebanding dengan isi. Overload dalam lapas, kata dia, memunculkan banyak masalah. "Bahwa di Indonesia, krisis kemanusiaan terjadi di dalam lapas," ungkap dia dalam diskusi publik belum lama ini. Overload menjadi problem utama. Amir mencontohkan rata-rata kondisi di lapas-lapas tipe B. "Overkapasitasnya (overload, Red) itu sudah lebih dari 400 persen," imbuhnya. Menurut dia, itu terjadi karena ketidakseimbangan jumlah warga binaan atau narapidana (napi) yang masuk dan keluar lapas. "Menurut saya, arus masuk (napi) terlalu deras, sementara arus keluarnya kecil," terang dia. Masalah itu, lanjut Amir, tidak akan dapat diselesaikan dengan membangun lapas-lapas baru. "Selama arus masuknya sangat deras, overkapasitas itu tidak akan bisa diatasi," imbuhnya. Karena itu, dia sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa mekanisme pemenjaraan harus dibenahi. Tujuannya, menekan arus masuk napi ke dalam lapas atau penjara. Bila tidak dilakukan, masalah tersebut akan memicu persoalan lain. "Segala macam hal bisa terjadi di dalam lapas," ujarnya. Termasuk pelanggaran-pelanggaran yang bersentuhan dengan kemanusiaan dan hak asasi. Untuk itu, dia menilai harus ada perubahan. Salah satunya, kesadaran publik. Menurut dia, tidak semua kesalahan harus dikoreksi atau ditebus lewat penjara. "Mungkin jenis-jenis penghukuman perlu diubah," tambah dia. Termasuk bagi pelanggar aturan pidana. Dia mengungkapkan, harus ada mekanisme baru sehingga tidak semua dijebloskan ke dalam penjara. Misalnya, yang vonis ringan. Kemudian pengguna narkotika. Amir menyatakan, harus ada mekanisme hukuman di luar pemenjaraan terhadap mereka. Apalagi, data yang dia terima, lebih dari 50 persen penghuni lapas hari-hari ini adalah pengguna narkotika. Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu. Menurut dia, menyelesaikan masalah overload dalam lapas tidak bisa berpatokan pada pembangunan lapas baru. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, perbaikan mekanisme pemenjaraan harus dilakukan. Setelah itu, pemerintah akan lebih leluasa bila ingin mengatur narapidana melalui pembangunan lapas-lapas baru. Tiga Tersangka Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya telah menetapkan 3 tersangka dalam kasus kebakaran yang melanda Lapas Kelas I Tangerang. Meski pun hanya dijerat Pasal 359 KUHP, mereka terancam hukuman cukup berat, yakni 5 tahun penjara. "Di dalam gelar perkara ditetapkan tiga tersangka untuk Pasal 359 KUHP," kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat kepada wartawan, Selasa (21/9). Tubagus menyebut Pasal 359 KUHP yakni tentang kelalaian yang membuat orang lain meninggal dunia. Ketiga tersangka ini dianggap lalai, sehingga puluhan narapidana meninggal dalam kebakaran tersebut. "Pasal 359 KUHP objeknya mengakibatkan meninggalnya seseorang," jelasnya. Ada pun Pasal 359 KUHP berbunyi, seseorang yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia dapat dikenakan Pasal 359 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling singkat satu tahun. Sebelumnya, penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya resmi menetapkan 3 tersangka dalam kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, Banten. Penetapan ini dilakukan setelah dilakukan gelar perkara. "Sementara 3 orang ditetapkan sebagai tersangka, semua adalah petugas dari Lapas," kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (20/9). Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka yakni berinisial RU, S, dan Y. Seluruhnya dijerat Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang membuat orang lain meninggal. Ada pun penetapan 3 tersangka ini juga dilakukan setelah penyidik memeriksa 53 saksi. Dua di antaranya adanya saksi ahli kebakaran dari Universitas Indonesia (UI), dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum, terkait penetapan tiga petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang sebagai tersangka. Dia mengaku, pihaknya sampai saat ini masih fokus terhadap pemulihan keluarga korban. "Ya biarkan saja proses hukum berjalan. Kita tunggu polisinya," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/9). Politikus PDI Perjuangan ini menyampaikan, pihaknya saat ini masih fokus untuk memperbaiki situasi yang ada pasca kebakaran melanda Lapas Kelas I Tangerang. Seperti halnya membentuk tim psikolog guna membantu korban yang selamat. "Kita sedang membentuk tim psikolog untuk membantu korban-korban ini karena traumanya berat ya itu kita lakukan. (Korban meninggal) 48 sudah dikembalikan ke keluarga, dikebumikan, semua kita tanggung biayanya termasuk santunan kita sudah dibayar," ucap Yasonna. "Tinggal satu WNA sekarang yang belum. Kita tunggu bagaimana dari negara yang bersangkutan di Nigeria kalau mereka katakan kubur di sini atau kremasi kita akan lakukan," imbuhnya. (jpc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: