Patung Tentara Pelajar, Simbol Perjuangan Pelajar di Masa Revolusi
SIMBOL PERJUANGAN – Pengendera sepeda motor melewati Patung Tentara Pelajar, Jumat (2/10). K. ANAM SYAHMADANI/RATEG SELAIN pemuda dan badan kelaskaran, perjuangan rakyat di masa revolusi juga diwarnai kaum pelajar. Di Kota Tegal, terdapat Patung Tentara Pelajar di Jalan Tentara Pelajar, atau tepatnya di dekat SMA Negeri 1 Kota Tegal, yang digambarkan seorang pemuda sedang mengepalkan tangan dan memegang bendera Merah Putih. https://radarbanyumas.co.id/bakal-dibangun-monumen-pancasila-dan-patung-bung-karno-di-jalan-tembus-gerilya-sudirman/ Patung tersebut sebagai simbolisasi kalangan sekolahan ikut bergerilya mempertahankan kemerdekaan bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR yang diresmikan 5 Oktober 1945 menjadi cikal bakal TNI. Seorang putra veteran yang juga Anggota DPRD Kota Tegal Sisdiono Ahmad menceritakan, di lokasi Patung Tentara Pelajar dulunya terdapat Patung Tentara Belanda, dan oleh beberapa Tentara Pelajar, salah satunya Harto Tenoyo, diusulkan untuk diganti. “Patung ini sekaligus menandai diresmikannya Jalan Tentara Pelajar,” ujar Sisdiono, Jumat (2/10). Sejarawan Pantura Wijanarto mengemukakan, semenjak Jepang kalah perang, situasi menjadi tidak normal. Pelajar ikut bergerilya mengingat bayi Republik yang baru dilahirkan membutuhkan tenaga mereka untuk melawan NICA. Jejak keterlibatan pelajar terekam dalam kepindahan Sekolah Pelayaran Laut Semarang ke Tegal dan berinisiatif membangun BKR Angkatan Laut. Pada 15 November 1945, Sekolah Angkatan Laut diresmikan Presiden Soekarno, dan lokasinya ksatriannya di daerah SMK Negeri 1 Kota Tegal sampai PIUS sekarang. “Tahun pertama, 200 siswa siap menjadi calon tentara Angkatan Laut,” ujar Wijanarto. Tidak hanya di Tegal, Tentara Pelajar banyak bergerilya di Pekalongan, Banyumas, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan. Di Jogja dan Solo, Tentara Pelajar mengusung motto ‘Pelajar Indonesia Merdeka atau Mati’. Setelah perjuangan tersebut, sambung Wijanarto, pelajar yang ingin melanjutkan karir di militer diberi kesempatan. Bagi yang melanjutkan sekolah diberi semacam beasiswa. Banyak yang kembali ke sekolah dan menjadi intelektual seperti Prof Sediono Condronegoro. “Dengan demikian, tidak hanya militer murni, semi militer juga ada. Masyarakat sipil juga membantu revolusi,” ungkap Wijanarto. (nam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: