Pebiliar Nony Krystianti Andilah, dari Jaga Kantin ke Pelatnas SEA Games
Nony Krystianti Andilah menempati deretan pebiliar top di Indonesia. Salah satu anggota Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) proyeksi SEA Games 2019. Bagaimana kisah dara berparas cantik asal Kota Cirebon itu menapaki karirnya? TATANG RUSMANTA, Cirebon LANTAI tujuh Wisma Indovision 2 disulap jadi pusat latihan atlet biliar nasional. Gedung milik MNC Group itu terletak di Jalan Panjang, Kedoya, Jakarta Barat. Kini merupakan venue Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) biliar. Di sana lah, Nony dan 17 pebiliar nasional lainnya menempa diri sebelum berlaga di SEA Games. SEA Games akan digelar di Filipina akhir November mendatang. Sementara Pelatnas biliar baru resmi dimulai pada 1 Oktober 2019. Walau begitu, target Pengurus Besar Persatuan Olahraga Biliar Seluruh Indonesia (POBSI) cukup tinggi. Membidik tiga medali emas pada pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara tersebut. PB POBSI menampung 18 atlet biliar di Pelatnas hasil Seleksi Nasional (Seleknas) yang digelar di Jakarta Juli 2019 lalu. Rekomendasi dari Komite Olimpiade Indonesia (KOI) untuk memboyong 12 pebiliar saja ke SEA Games tidak terlalu dihiraukan. “Pengurus (PB POBSI) upayakan agar semua atlet biliar yang lolos Seleknas bisa turun di SEA Games,” kata Nony. Gadis kelahiran Cirebon, 23 November 1995 itu salah satu andalan Indonesia di divisi pool putri. Kualitasnya memang tidak diragukan. Nony merebut gelar juara pertama di Seleknas. Untuk sampai pada posisinya saat ini, Nony melewati jalan yang tidak mudah. Karirnya dimulai dari nol. Lika-liku kehidupan sebagai atlet perempuan negeri ini pun dia arungi dengan tekad yang membaja. Bermain biliar sejak belia. Langkah kecil Nony dimulai dari sebuah rumah biliar di Jalan Pulasaren, Kota Cirebon. Nony baru duduk di bangku kelas lima sekolah dasar saat pertama kali memainkan cue (stik biliar). Waktu itu ibunya, Mirah Marlina dan sang Ayah, Yudi Andilah, mengelola kantin di sebuah rumah biliar milik mantan Ketua Umum POBSI Jawa Barat, Wiharto. “Awalnya sih coba-coba aja. Terus Pak Ook (sapaan karib Wiharto) kasih kesempatan saya untuk pelajari lebih serius,” tutur bungsu dari enam bersaudara tersebut. Sejak saat itu Nony semakin jatuh cinta pada permainan bola sodok. Sepulang sekolah bukan bermain dengan teman-teman sebayanya. Nony lebih memilih untuk serius berlatih biliar. Beberapa tahun kemudian, dia sudah mampu mencuri perhatian di arena Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jawa Barat. Pada 2010 Nony menjalani debutnya di Porda yang berlangsung di Kota Bandung. Saat itu usianya baru 14 tahun. Masih berstatus pelajar SMP. Namun, berkat kegigihannya berlatih, Nony langsung berhasil naik ke podium juara. Dia rebut medali perunggu di pesta olahraga tingkat provinsi tersebut. Prestasi demi prestasi pun diraih. Pada tahun 2012 dia dipercaya membela kontingen Jawa Barat di Pekan Olahraga Nasional (PON) yang dihelat di Riau. Nony berhasil menyumbangkan satu medali perak. Pada Porda Jabar XII/2014 di Kabupaten Bekasi dia meraih 1 medali emas dan 2 perak. Lalu merebut medali perunggu pada PON XIX/2016. Selepas PON 2016, pebiliar 24 tahun itu memilih menetap di Jakarta. Di Cirebon dia merasa mentok. Sulit mengembangkan diri karena kurangnya rivalitas dan minim kejuaraan. Dengan mantap Nony pun memutuskan untuk meninggalkan studinya di sebuah perguruan tinggi swasta di Cirebon lalu hijrah ke Jakarta. Di kota metropolitan itu Nony sepenuhnya menceburkan diri ke dalam kancah olahraga biliar nasional. Bersaing dengan para pebiliar top tanah air. Tidak langsung menembus Pelatnas. Nony berjuang dari bawah. Berlatih dan mengikuti pertandingan-pertandingan kecil di rumah-rumah biliar yang tersebar di Jakarta. Pada 2017, upaya kerasnya mulai membuahkan hasil. Namanya semakin dikenal. Prestasinya semakin menanjak. Di tahun itu dia sukses merebut medali emas Kejuaraan Nasional (Kejurnas). Setahun kemudian Nony kembali membela Kota Cirebon. Dia bermain pada Porda Jawa Barat yang berlangsung di Kabupaten Bogor. Sayang, prestasinya menurun. Hanya menyumbangkan satu medali perak dan satu perunggu. Tapi Nony semakin mendapatkan tempat di level nasional. Oleh PB POBSI Nony dikirim ke sejumlah kejuaraan internasional. Nony mengikuti kejuaraan dunia wanita di Shangrao, Tiongkok. Lalu di kirim ke Jepang dan Singapura. Dalam debutnya di kejuaraan dunia, Nony langsung terhenti di babak 64 besar. Kalah dari pebiliar putri Rusia, Irinna Gorbataya lewat pertandingan sengit yang berakhir dengan kedudukan, 5-3. Dalam kejuaraan bertajuk Annual All Japan Championship 2018 yang berlangsung di Hyogo, Jepang, Nonny tampil lebih baik. Dia bermain sampai babak perempat final. Mengalahkan pebliar putri nomor satu Taiwan, Chen Chia Hua di babak 16 besar dengan skor telak 9-1. Namun, terhenti di fase 8 besar usai kalah dari wakil Tiongkok, Shi Tian Qi juga dengan skor 9-1. Di akhir turnamen, Shi Tian Qi keluar sebagai juara pertama turnamen itu. Nah, pada Juni 2019 lalu Nony kembali membela kontingen Merah-Putih. Dia dikirim menuju Lion Cup 2019 di Singapura. Di kejuaraan terbuka tingkat dunia itu Nony hampir mencapai final. Sayang sebelum menjejakan kaki di partai puncak, dia dikalahkan pebiliar putri tuan rumah, Charlene, dengan skor 4-8. “Saya percaya Nony bisa maju terus,” kata Ketua Umum POBSI Kota Cirebon, Saut Pasaribu. “Potensinya besar. Nony juga gigih dalam mengejar cita-cita. Sekarang dia di Pelatnas dan akan bermain di SEA Games. Kami mendukungnya untuk berikan yang terbaik bagi Indonesia,” pungkasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: