Lokalisasi di Kaltim Ditutup Serempak

Lokalisasi di Kaltim Ditutup Serempak

Indonesia-bebas-lokalisasi SAMARINDA – Momen hari lahir Pancasila dijadikan pemerintah untuk  menunjukkan komitmennya menuju Indonesia bebas lokalisasi prostitusi 2019. Bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kemarin (1/6), Kementerian Sosial (Kemensos) menutup serentak seluruh lokalisasi di provinsi tersebut. Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Kaltim mencatat, ada  22 lokalisasi dan 16 lokasi prostitusi di sana. Dari 38 tempat tersebut,  terdeteksi sebanyak 1.515 Wanita Tuna Susila (WTS) atau Pekerja Seks Komersial (PSK) yang mengais rejeki dengan menjajakkan diri. Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawangsa menuturkan, Kaltim merupakan daerah dengan lokalisasi terbesar kedua setelah Surabaya. Penilaian ini berdasarkan jumlah lokalisasi yang jauh lebih banyak ketimbang daerah lain. Seperti, Riau 9 lokalisasi, Kalimantan Tengah (Kalteng) 10 dan Kepulauan Riau 10 lokalisasi. ”Bukan penghuninya. Kalau penghuni memang jauh lebih besar dolly di Surabaya. Bahkan kata Pak Dahlan Iskan, kalau dihitung tamu dan penghuni dalam satu malam bisa mencapai 60 ribu,” tutur Mensos di lokalisasi Bayur, Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda kemarin (1/6). Menurutnya, penutupan lokalisasi-lokalisasi di Indonesia harus disegerakan. Pasalnya, kawasan ini sangat dekat dengan tindak kekerasan, eksploitasi dan trafficking. Atas penutupan yang dilakukan pun, pemerintah tidak lantas cuci tangan. Kemensos memberikan bantuan modal bagi para eks WTS agar kelak bisa hidup mandiri dan tidak kembali profesinya. Khofifah menyatakan, setiap eks WTS akan diberi uang saku dan modal sebesar Rp 5,050 juta per orang. ”Oleh karenanya, nanti kita verifikasi,” papar Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Abdurrahman Wahid itu. Lalu, lanjut dia, akan diberikan pula pelatihan keterampilan untuk mereka sehingga bisa mandiri. Nanti pihaknya bisa memfasilitasi adanya training bagi mereka dengan mendatangkan tenaga dari Jakarta. Mereka juga akan didampingi selama enam bulan ke depan untuk memastikan mereka siap kembali ke lingkungan yang sehat. Dia percaya, para eks WTS bisa melalui ini. Ada peluang rizky lebih banyak dari pekerjaan yang saat ini mereka geluti. ”Dari pengalaman saya dekat dengan eks PSK di Dolly dulu, tidak ada dari mereka yang menginginkan terjerumus. Saya yakin semua juga ingin keluar. Jadi, percaya pada yang Di Atas kalau soal rizky,” ungkapnya. Dengan penutupan lokalisasi di Kaltim ini, pemerintah masih punya pekerjaan rumah (PR) untuk menutup 69 titik lainnya. Dari jumlah tersebut, lokalisasi terbesar saat ini berada di Jawa Barat. Ada 11 lokalisasi dengan 21 ribu penghuni. ”Pada 29 Mei 2016 kemarin sudah dilakukan penutupan di Mojokerto. Bulan puasa nanti, rencananya di Dadapan, Panggrahan. Itu ada 600 penghuni. Kita terus koordinasi dengan pemda tentunya,” paparnya. Ditemui dalam kesempatan sama, Gubernur Kaltim Awang Faroek menyampaikan, bahwa upaya penutupan seluruh lokalisasi ini cukup berliku. Ada pihak-pihak yang melakukan penolakan keras pada rencananya tersebut. ”Ada salah satu ketua DPRD yang tidak setuju pada penutupan ini,” ungkapnya. Namun, dia bersyukur, seluruh proses berjalan dengan baik. Tidak ada aksi anarkis. Awang mengatakan, penutupan serempak ini bertujuan agar eks WTS tidak lari ke lokalisasi lain di Kaltim. Seperti yang terjadi saat Dolly ditutup, dia memprediksi ada beberapa yang pindah ke daerah pimpinannya. Dia melanjutkan, usai ditutup lokalisasi akan diratakan dengan tanah. Pihaknya meminta dinsos bekerja sama dengan kepolisian dan TNI untuk memastikan tidak ada eks wts yang kembali. Karenanya, pihaknya akan membekali eks wts ini dengan modal dan keterampilan. Kemudian, untuk menunjang hidup sementara, mereka mendapat bantuan sebesar Rp 600 ribu per orang selama tiga bulan. “Nanti diberikan modal juga sebesar Rp 3 juta per orang. Dan bagi mereka yang ingin pulang, akan difasilitasi transportasi lokalnya,” ujarnya. Bekas warga lokalisasi Bayur, Ida (45) mengaku masih belum mengambil keputusan tentang ke depannya nanti. Apakah dia akan kembali pulang ke kampung halaman atau menetap di Kaltim. “saya sudah lima tahun di sini. Masih bingung, pulang atau nggak,” tutur perempuan asal Malang, Jawa timur itu. (mia/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: