Kakek Tega Cabuli Anak Berkebutuhan Khusus Di Kudus

Kakek Tega Cabuli Anak Berkebutuhan Khusus Di Kudus

JEKULO – Kasus pencabulan terhadap satu per satu bermunculan. Kali ini menimpa anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Kudus, anak tersebut berinisial ES, 11, warga Kecamatan Jekulo. Dia menjadi korban pencabulan RM yang berusia 60 tahun. Kasus yang menimpa anak yang mengalami gangguan intelektual atau tuna grahita ini terjadi pertengahan Mei ini. Saat itu, korban yang tercatat sebagai siswa kelas V ini sedang bermain di sungai. Tiba-tiba dipanggil oleh pelaku. Korban diminta datang ke rumah pelaku. Begitu tiba di rumah, pelaku meminta korban memijit. Bila bersedia akan diberi uang jajan. Tanpa pikir panjang. Tanpa disangka, pelaku mempunyai niat buruk. Pelaku pun mencabuli ES di belakang rumah. Aksi itu terbongkar oleh guru korban. Sebab, akhir-akhir ini ES di luar kebiasaan dan kewajaran. Korban sering merayu teman-teman lelakinya. Temannya diminta membuka celana dan bermain alat kelamin. Melihat kejadian itu, guru korban menginterograsi. Akhirnya diketahui ES diduga dicabuli seorang kakek yang masih tetangga. Kejadian itu lantas dilaporkan oleh guru tersebut ke Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Kudus. Kabid Sosial Disosnakertrans Kudus Sutrimo menjelaskan, atas kejadian itu keluarga korban merasa tertekan. Selain itu, merasa malu dengan tetangganya. Sebab, mereka berasal dari keluarga miskin. Korban yang tinggal bersama ibu dan adiknya ini jadi jarang keluar rumah. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Meski persoalan ini telah diselesaikan secara kekeluargaan. Berdasarkan mediasi yang mempertemukan keluarga korban dan pelaku, persoalan itu dinilai sudah selesai. Pertemuan yang disaksikan kepala desa dan ketua RT, keluarga korban menyepakati uang kompensasi Rp 20 juta. “Uang itu sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku,” papar Sutrimo. Dia menjelaskan, selama ini korban tinggal di sebuah gubuk. Karena tidak mempunyai rumah. ”Mereka tidak memiliki rumah, hanya menumpang disamping kerabat dengan mendirikan gubuk. Tempat tidurnya hanya satu. Semua bercampur dengan ruang makan, dapur, dan tidak memiliki mandi cuci kakus (MCK). Kebutuhan air bersih menumpang di tetangga,” urainya. Untuk pekerjaan, ibu korban hanya bekerja menjadi buruh masak. Penghasilannya sekitar Rp 10 ribu per hari. Pendapatan itu dirasakan belum mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sutrimo menjelaskan, pendampingan sosial terhadap korban terus dilakukan. Pihaknya akan merujuk pada Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dan memberikan akses pendidikan. (san/ris)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: