Perajin Tempe Logede Berharap Kedelai Stabil

Perajin Tempe Logede Berharap Kedelai Stabil

PRODUKSI: Produsen menata tempe usai pembungkusan. PEJAGOAN - Perajin tempe di Desa Logede Pejagoan berharap harga kedelai stabil. Sebab kedelai menjadi bahan pokok bagi pengrajin tempe. Harga kedelai yang tidak stabil tentu dapat mengancam keberlangsungan usaha pembuatan tempe. Tempe merupakan lauk yang digemari di masyarakat, termasuk di Kebumen. Lauk tempe dinikmati mulai dari masyarakat bawah hingga atas. Selain harga terjangkau tempa juga kaya akan gizi. Makanan tersebut kaya akan protein nabati. Salah seorang perajin Tempe di Logede Muhammad Kholidun sudah menekuni usaha tersebut selama 14 tahun. Ini dimulai sejak tahun 2008 silam. Pihaknya rata-rata membutuhkan kedelai sebanyak 1,7 kwintal dalam sekali berproduksi. Ini menjadi sekitar 3300 lebar tempe perharinya. Produksinya tersebut dapat meningkat dua kali lipat di Hari Raya Idul Fitri dan hari besar lainya. Permintaan tempe juga meningkat saat banyak masyarakat yang mengadakan hajatan. Hingga kini tempe seakan masih menjadi menu wajib. “Kalau lagi ramai produksi dapat dua kali lipat dari biasanya,”tuturnya, Selasa (30/11). Menurutnya proses pembuatan tempe diakui memang cukup rumit. Ini dimulai dari perebusan bahan baku berupa kedelai. Perebusan dilakukan hingga kedelai masak. Langkah selanjutnya yakni mencucinya dan merendam kedelai hingga semalam. Setelah itu masih ada proses selanjutnya yakni pencucian kedelai hingga bersih dan kemudian dikukus. “Proses selanjutnya yakni peragian,” jelasnya. Selanjutnya kedelai yang sudah di kasih ragi tersebut dibungkus satu persatu. Ada dua jenis tempe yang dihasilkan di pabriknya, yakni tempe biasa dan tempe tipis yang untuk tempe mendoan. Untuk kepraktisan dalam produksi tempe, pembungkusan kedelai menggunakan plastik. “Awal awal produksi paling banter 3 kilogram. Seiring berjalanya waktu naik sampai 10 kilogram. Kini rata-rata sudah bisa mencapai 170 kilogram kedelai perharinya,” paparnya. Meski pemasaran tidak menjadi masalah, namun kendala usaha tempe yakni harga kedelai yang tidak stabil. Harga naik turun bahkan pernah menyentuh Rp 10.400 perkilgramnya. Ini mungkin lantaran adanya Pandemi Covid-19. Sehingga impor kedelai sebagai bahan utama pembuatan tempe harus ditutup. Namun demikian kini harga di pasaran mulai stabil yakni di angka Rp 9.850 perkilogramnya. Pihaknya berharap pemerintah dapat memperhatikan nasib para pengusaha kecil seperti dirinya. Minimal pemerintah dapat menstabilkan harga kedelai impor. Hal tersebut tentunya untuk keberlangsungan produksi tempe di pabriknya. https://radarbanyumas.co.id/harga-kedelai-impor-naik-produksi-tempe-di-banyumas-berkurang/ “Saat harga kedelai naik, harga tempe tidak ikut naik. Kalau dinaikkan banyak pembeli yang komplain,” paparnya. Terpisah, Kepala Desa Logede Imdad Durokhman menyampaikan pemerintah Desa selalu mendukung para pengusaha UMKM di desanya. Dimana dengan semakin banyak masayarakat yang berdikari, akan memperluas lapangan kerja di Desa Logede sendiri. Disamping itu untuk mendukung desa edukasi wisata, pihaknya juga akan menyelengarakan pelatihan UMKM bagi masyarakat. “Kedepan kita akan mencoba mengambangkan Desa Wisata, yang mana potensinya sudah ada seperti kerajinan genteng dan lainnya,” ucapnya. (mam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: