Kasus Guru Dipukul Saat Enggan Bersalaman, Korban Kekeh Selesaikan Melalui Jalur Hukum

Kasus Guru Dipukul Saat Enggan Bersalaman, Korban Kekeh Selesaikan Melalui Jalur Hukum

Zaenal Mutaid, Korban Pemukulan KEBUMEN - Zaenal Mutaid, sosok guru yang menjadi korban pemukulan lantaran enggan bersalaman karena takut Covid-19 kekeh, jika perkara tersebut harus diselesaikan secara hukum. Pasalnya perkara pemukulan itu telah dilaporkan kepada aparat penegak hukum. Untuk itu penyelesaiannya pun harus dilaksanakan secara hukum. Hingga detik ini Zaenal Mutaid belum mau membuka pintu mediasi atau menyelesaikan secara kekeluargaan. Pihaknya menegaskan, beberapa waktu lalu, pihaknya diundang untuk melakukan mediasi. Ini difasilitasi oleh aparat penegak hukum. Namun karena ada urusan lain, maka pihaknya tidak hadir. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Penesehat Hukumnya yakni Dr Teguh Purnomo. "Saya tidak mau persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan. Terlebih hingga kini pelaku belum ada iktikad baik yakni datang ke rumah atau meminta maaf secara langsung," tuturnya, Minggu (19/11). Zaenal juga menegaskan dari awal pelaku sudah mengatakan dan mempersilahkan kalau perkara pemukulan tersebut akan dilaporkan kepada aparat penegak hukum. "Dari awal pelaku sudah sesumbar dan mengatakan silahkan laporkan ke aparat. Saya disini sampai empat hari," katanya. Sebagai korban, sekali lagi, Zaenal menegaskan jika perkara pemukulan tersebut harus diselesaikan secara hukum hingga ke Pengadilan. Sehingga pelaku dapat dihukum sesuai dengan perbuatannya. Terpisah Pengacara Dr Teguh Purnomo membenarkan, jika beberapa waktu lalu pihaknya menghadiri acara pertemuan mediasi. Namun apapun keputusan klienya yakni Zaenal Mutaid pihaknya akan membackup sepenuhnya. "Sebagai PH saya akan membackup penuh keputusan klien saya," tegasnya. Menurut Dr Teguh, apa yang diinginkan oleh kliennya yakni menyelesaikan persoalan secara hukum adalah hal yang wajar. Sebab dirinya merupakan korban dari perkara tersebut. "Mediasi adalah hak korban dan pelaku," ungkapnya. Ditegaskannya, mediasi atau restorative justice (RJ) memang kini tengah digaungkan oleh aparat penegak hukum. Namun demikian perlu dipahami bahwa hak dari RJ itu adalah korban dan pelaku. Jika korban dan pelaku sama-sama menghendaki adanya RJ. Artinya korban mengiyakan dan pelaku menginginkan, tentu hal tersebut dapat terlaksana. "Sebaliknya jika aparat penegak hukum yakni pengacara, polisi dan lainnya justru kemajon dalam mengusahakan RJ, ini justru dapat berpotensi menjadi tindak pidana baru. Hal tersebut tentu saja dapat dilaporkan," jelasnya. Sebab, lanjut Dr Teguh, jika RJ muncul dari aparat penegak hukum misalnya pengacara atau yang lainnya, ini rawan penyalahgunaan wewenang. Untuk itu penegak hukum jangan berani-berani yang melakukan RJ. Sebelumnya diberitakan, Gegara menolak bersalaman karena takut corona, seorang guru takni Zaenal Mutadi (55) menjadi korban pemukulan. Mirisnya hal ini belangsung di musala usai menjalankan Sholat Ied. Kejadian tak terduga itu berawal dari kegiatan saling bersalaman-salaman di Musala Al Fattah Desa Sidomoro Kecamatan Buluspesantren. https://radarbanyumas.co.id/takut-corona-berujung-teraniaya-seorang-guru-dipukul-karena-enggan-bersalaman/ Saat kegiatan bersalam-salaman itulah datang seseorang berinisial MD. Meski merupakan warga Sidomoro namun MD kini bertempat tinggal di Depok Jawa Barat. Kala itu MD sedang pulang kampung pada lebaran dan mengikuti Salat Ied. Saat itu Zaenal enggan bersalam dengan MD karena takut Corona. Atas hal itulah tiba-tiba MD memukul. Hal itu membuat bibir Zaenal berdarah, gemetar dan lemas. Sesampainya di rumah, Zaenal merasa mual dan pusing. Keluarga pun membawa ZM ke rumah sakit. Berdasarkan saran dokter, ZM dirawat di rumah sakit dan melakukan opname selama tiga hari. (mam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: