Tangkap Tangan Korupsi Anggaran Pendidikan Kebumen Rp 4,8 M
Enam Orang Diamankan, Satu Masih Buron JAKARTA - Anggaran pendidikan senilai Rp 4,8 miliar di Kabupaten Kebumen menjadi bancakan oleh eksekutif dan legislatif. Hal itu terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu (15/10) lalu. Enam orang diamankan dalam operasi tersebut. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, enam orang yang diamankan dalam operasi itu adalah Ketua Komisi A DPRD Kebumen Yudi Tri Hartanto, Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sigit Widodo, anggota DPRD Dian Lestari, anggota DPRD Hartono, Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen Adi Pandoyo, dan pengusaha Kebumen Salim. "Dari enam orang yang diamankan, dua orang ditetapkan sebagai tersangka," kata Basaria saat konferensi pers di gedung KPK kemarin (16/10). Dua orang yang menjadi tersangka ialah Yudi Tri Hartanto dan Sigit Widodo. Sebagai penerima suap, keduanya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan empat orang lainnya, Dian, Hartono, Adi Pandoyo, dan Salim masih berstatus saksi. "Sementara ini empat orang itu masih saksi," ucap jenderal polisi bintang dua itu. KPK masih mendalami keterlibatan empat orang itu. Komisi antirasuah belum bisa memastikan apakah mereka akan menjadi tersangka. Penangkapan enam orang itu terkait dugaan suap proyek ijon di Dinas Pendidikan senilai Rp 4,8 miliar. Anggaran itu akan digunakan untuk pengadaan buku, alat peraga, dan teknologi informasi komunikasi (TIK). Basaria menyatakan, penangkapan dilakukan pada Sabtu lalu. Sekitar pukul 10.30, satgas KPK menangkap Yudi Tri Hartanto di rumah pengusaha swasta yang tak lain adalah Salim. Salim merupakan pimpinan pada anak perusahan atau cabang PT Osma Group di Kebumen. Dalam penangkapan itu, petugas mengamankan buku tabungan, bukti elektronik, dan uang senilai Rp 70 juta. Uang itu diduga untuk memuluskan proyek ijon di dinas pendidikan. Keduanya pun diamankan petugas. Selanjutnya, satgas KPK menangkap Sigit Widodo di kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kebumen. Setelah itu, petugas menangkap tiga orang lainnya di tempat berbeda. Yaitu, Dian Lestari, Hartono, dan Adi Pandoyo. Masih ada satu orang lagi yang belum tertangkap. Yaitu, Hartoyo, direktur utama PT Osma Group. Dia diduga sebagai pemberi suap untuk memulus proyek itu. "Salim hanya menjalankan perintah Hartoyo," ujarnya. Basaria mengatakan, sebelum penangkapan itu dilakukan, pihak legislatif dan eksekutif di Kabupaten Kebumen sudah berkomunikasi dengan pengusaha di Jakarta yang tidak lain adalah pemilik PT Osma Group. Pengusaha itu meminta proyek di dinas pendidikan dan menjanjikan fee bagi para pejabat. Dalam pertemuan itu ada kesepakatan komitmen fee sebesar 20 persen dari total anggaran Rp 4,8 miliar atau sebesar Rp 960 juta. "Setelah berunding angka yang disepakati berubah," ujar Basaria. Mereka dijanjikan mendapat fee sebesar Rp 750 juta. Menurut dia, pada awal Oktober anggaran pendapatan belanja daerah perubahan (APBDP) disahkan. Di dalamnya tercantum anggaran pendidikan. Setelah anggaran disahkan, kesepakatan pemberian fee dimatangkan dan transaksi suap pun dilakukan. "Modus itu banyak dilakukan pejabat di daerah. Bahkan mungkin di seluruh Indonesia," papar Basaria. Dia menyatakan, yang diamankan petugas baru Rp 70 juta. Tapi sesuai kesepakatan eksekutif dan legislatif akan mendapatkan uang Rp 750 juta. Jadi, pihaknya masih mendalami, apakah uang itu hanya tanda jadi saja. Sedangkan sisanya akan diberikan pada hari berikutnya atau sebelumnya mereka sudah menerima uang. "Kami belum tahu apakah sudah ada transaksi sebelumnya," tuturnya. Terkait peran Sigit Widodo, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan, Sigit merupakan PNS di dinas pariwisata dan kebudayaan, tapi dia menjadi perantara dalam suap di dinas pendidikan. "Fenomena seperti itu sering terjadi. Tidak kerja di instansi itu, tapi jadi perantara," papar dia. Menurut dia, Sigit merupakan orang kepercayaan Sekda Kebumen Adi Pandoyo. Jadi, dia sering mendapat kepercayaan. Pihaknya pun masih mendalami keterlibatan sekda dalam kasus tersebut. Apakah Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad juga ikut terlibat dalam perkara itu? Laode mengatakan, instansinya masih terus mendalami. Dia meminta semua kepala daerah agar memberikan perhatian serius terhadap anggaran di daerah masing-masing. "Jangan sampai kepala daerah tidak tahu dan tidak peduli," papar dia. Terutama anggaran pendidikan. Menurut dia, anggaran itu sangat penting, karena berkaitan dengan layanan pendidikan bagi generasi penerus bangsa. Jika anggaran Rp 4,8 miliar itu sudah dipotong Rp 750 juta, kemudian pengusaha juga mengambil untung dari proyek itu. Maka berapa sisa anggaran yang digunakan pendidikan. Anggaran sudah menjadi bancakan sebelum program itu dilaksanakan. Tentu hal itu sangat memprihatinkan. Diduga anggaran di dinas pendidikan itu dipecah-pecah menjadi beberapa paket. Namun, dia belum mengetahui apakah proyek itu melalui proses lelang atau lewat penunjukkan langsung (PL). Hal itu masih dikaji oleh penyidik. Hari ini, penyidik masih melakukan penggeledahan di beberapa lokasi. Laode menyatakan, saat ini pihaknya juga masih memburu Hartoyo, direktur utama PT Osma Group yang masih menjadi buron. Dia meminta pengusaha yang tinggal di Jakarta itu agar menyerahkan diri ke KPK atau datang ke kantor polisi terdekat. "Kami kerjasama dengan pihak kepolisian untuk mencarinya," terang alumnus Universitas Hasanuddin Makassar itu. Dia meminta kepada para pengusaha agar tidak mengiming-imingi dengan janji terhadap proyek pemerintah daerah. "Pengusaha jangan pengaruhi kebijakan pemerintah," tutur dia. Biar lah pemerintah daerah melaksanakan kebijakan sesuai aturan yang ada tanpa intervensi dari pengusaha. Laode mengimbau kepada semua daerah untuk melaksanakan pengadaan barang dan jasa serta pelayanan dengan baik. Yaitu, menggunakan e-procurement dalam pengadaan barang dan pelayanan satu atap. Dengan cara itu pengadaan bisa mudah dipantau dan transparan. Nantinya KPK akan melakukan kesepakatan dengan pemerintah daerah bahwa mereka siap melaksanakan pengadaan secara elektronik dan layanan satu atap. "Bentuknya surat pernyataan," papar dia. Bagaimana jika ada pemerintah daerah yang tidak melaksanakan kesepakatan itu? Laode menyatakan, pihaknya memang tidak bisa menindak secara pindana, tapi KPK bisa bekerjasama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau kementerian lainnya. Jika ada daerah yang tidak melaksanakan kebijakan itu, Kemenkeu bisa memberikan sanksi lewat anggaran yang ada. Tidak hanya itu, kata dia, KPK juga akan menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pengawasan atau audit anggaran pemerintah daerah. Salah satu syarat untuk mendapatkan status opini wajar tanpa pengecualian (WTP) adalah pemerintah daerah harus melaksanakan e-procurement dan layanan satu atap. "Dengan cara itu, kami harapkan tidak ada lagi penyimpangan," papar Laode saat ditemui usai konferensi pers kemarin. (lum)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: