Belajar Secara Otodidak, Ciptakan Stasiun Cuaca Dieng

Belajar Secara Otodidak, Ciptakan Stasiun Cuaca Dieng

Havid Adhitama, Ciptakan Prediksi Embun Es hingga Perekam Pergerakan Tanah OTODIDAK : Alat Land Slide Data Recorder (LSDR) buatan Havid yang digunakan untuk memantau pergerakan tanah di Wanayasa. (HAVID ADHITAMA UNTUK RADARMAS) Berbekal pengetahuan yang dipelajari secara otodidak, Havid Adhitama berhasil menciptakan sejumlah alat. Antara lain stasiun cuaca untuk memprediksi terbentuknya embun es di Dieng, Land Slide Data Recorder, dan komunikasi radio via satelit. DARNO, Banjarnegara Havid Adhitama telah menghasilkan berbagai alat untuk mengukur fenomena alam. Havid sendiri belum lulus kuliah, masih menjadi mahasiswa Pendidikan Guru SD semester delapan di Universitas Negeri Semarang. Meskipun alat yang diciptakannya membutuhkan pengetahuan teknis yang mumpuni, nyatanya dia tidak mengenyam pendidikan teknik. Havid memiliki hobi di bidang elektronika dan radio sejak SMP. Dia juga aktif dalam ORARI Banjarnegara. “Salah satu alat yang telah berhasil saya buat yaitu Stasiun Cuaca Dieng untuk memprediksi embun es. Alatnya terhubung dengan aplikasi Android,” kata dia. Stasiun cuaca dilengkapi sensor untuk mengukur suhu, tekanan udara dan kelembaban udara. Stasiun cuaca bisa memprediksi terjadinya embun es atau bun upas. Alat ini dipasang di depan Kantor UPT Wisata Dieng. “Jika ada angin, maka batal atau embun es tidak muncul,” ungkapnya. https://radarbanyumas.co.id/arsipkan-prestasi-lewat-aplikasi-purbalingga-juara/ Jika suhu dingin kemudian berhembus angin kencang, maka embun es tidak jadi terbentuk. “Kalau kepresisian sensornya mencapai 100 persen. Dibandingkan dengan beberapa termometer alkohol sama,” terangnya. OTODIDAK : Alat Land Slide Data Recorder (LSDR) buatan Havid yang digunakan untuk memantau pergerakan tanah di Wanayasa. (HAVID ADHITAMA UNTUK RADARMAS) Namun alat ini belum dilengkapi sensor angin. Alat ini terhubung dengan aplikasi Cuaca Dieng yang mengeluarkan notifikasi dua kali pada jam 10 malam dan jam empat pagi. “Saat jam 10 malam ada notifikasi prediksi embun es dan jam empat dini hari. Nanti kalau ada es beneran terkonfirmasi. Suhunya dingin pasti ada es,” ungkapnya. Namun jika antara jam 22.00 sampai subuh berhembus angin kencang, suhu udara bakal naik dan tidak jadi terbentuk embun es. Alat lainnya yang telah diciptakan yaitu pemantau pergerakan tanah atau Land Slide Data Recorder yang terpasang di Desa Tempuran Kecamatan Wanayasa. Untuk LSDR, masih dalam uji coba pengiriman data. “Yang penting alatnya bisa bertahan di lapangan dan bisa mengirimkan data ke gateway terus ke internet,” ujarnya. Dengan sistem ini, data pergerakan tanah bisa dipantau di web melalui internet. Untuk saat ini, dia berencana akan membuat alat pendeteksi gas yang akan dipasang di Kawah Sikidang Dieng. Saat ada program Kampus Mengajar dari Kementerian Pendidikan, Havid dan rekannya mencoba media pembelajaran tanpa internet di sekolah terpencil SD Negeri 4 Kalisat Kidul, Kecamatan Kalibening. Pembelajaran dilakukan melalui SSTV Satelit IO-86 LAPAN A2 ORARI. Penggunaan satelit ini untuk mengatasi kendala utama yang dihadapi yaitu sulitnya jaringan internet di daerah tersebut. Menurut Havid, uji coba SSTV dilakukan lantaran sekolah tersebut terisolir dari sinyal komunikasi digital. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: