Posisi 4 WNI Terus Dipantau

Posisi 4 WNI Terus Dipantau

Diplomasi Total Diteruskan JAKARTA-  Setelah sukses memulangkan 10 WNI anak buah kapal (ABK) Brahma 12 dengan selamat, pemerintah kini berfokus pada nasib empat WNI yang masih disandera kelompok Abu Sayyaf. Koordinasi antarmenteri terkait kembali dilakukan. TENGAH 20160502130901220Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengadakan rapat terkait dengan upaya tersebut di kantornya kemarin (2/5). Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengikuti rapat tersebut. Namun, hingga rapat yang berlangsung sejam itu selesai, hampir seluruh pejabat yang hadir enggan menjelaskan dengan cara apa pembebasan empat sandera WNI tersebut dilakukan. Luhut hanya menegaskan bahwa pembebasan sandera murni dikendalikan pemerintah Indonesia. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menuturkan, upaya memulangkan empat WNI itu akan dilakukan dengan prosedur yang sama dengan pembebasan 10 WNI lainnya, yakni diplomasi total pemerintah dan berbagai organisasi masyarakat. "Banyak pihak yang terlibat dalam pembebasan itu. Mereka mempunyai peran yang cukup signifikan. Tapi, siapa mereka, saya tidak bisa sebutkan," ujarnya. Saat melepas 10 WNI yang selamat ke keluarga di kantor Kemenlu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Lestari Priansari Marsudi mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia sudah mengetahui lokasi penyanderaan empat WNI itu. Lokasi tersebut pun saat ini terus dipantau. "Pemerintah menggunakan seluruh opsi untuk membebaskan empat WNI. Pemerintah tidak akan membayar tebusan kepada penyandera. Lokasi empat WNI itu terpantau dari waktu ke waktu," katanya. Empat WNI yang saat ini masih disekap kelompok Abu Sayyaf adalah ABK kapal tunda TB Henry dan anak buah kapal Tongkang Cristi. Mereka adalah Moch. Ariyanto Misnan, warga Taman Narogong Indah, Rawalumbu, Bekasi; Dede Irfan Hilmi, asal Pangandaran, Jawa Barat; Samsir, warga Jalan Gajah Mada 21, Kelurahan Karang Anyar Pantai, Tarakan; serta Loren Marinus Petrus. Kapal mereka dibajak saat berada dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan, 15 April lalu. Sebetulnya, total ada 10 WNI dalam dua kapal tersebut. Namun, saat kelompok bersenjata membajak, terjadi perlawanan. Satu orang tertembak, lima selamat, dan empat diculik. Mayjen TNI (pur) Kivlan Zein selaku negosiator dalam upaya pembebasan WNI mengaku masih terus berusaha membebaskan empat WNI awak kapal TB Henry yang juga berada di Filipina. "Jadi, kami telah mengetahui posisi mereka. Saya sudah kontak dengan yang pegang empat orang itu. Semoga bisa kita bebaskan," katanya. Namun, mantan kepala staf Kostrad tersebut meminta agar tidak ada upaya-upaya yang justru bisa mengacaukan perundingan yang saat ini berjalan. Apalagi pihak-pihak yang hanya ingin mencari nama. Keluarga Waswas Kepulangan 10 WNI ABK Brahma 12 ke Indonesia Minggu malam (1/5) membuat keluarga empat WNI yang masih disandera waswas. Sebab, belum ada perkembangan berarti mengenai kabar mereka. Salah seorang anggota keluarga Samsir, satu di antara empat WNI tersebut, yang bernama Fitri -yang menetap di RT 21 Nomor 74, Kelurahan Karang Anyar Pantai, Tarakan, tempat Samsir menginap kala tidak berlayar- mengaku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Fitri kerap menanyakan kabar sepupunya itu hingga harus menelepon orang tua Samsir di Luwu. "Saya tidak tahu bagaimana sudah kabarnya. Kami harap keberadaannya cepat ditemukan biar kami tidak waswas," ungkap Fitri kepada Radar Tarakan (Jawa Pos Group) Senin (3/5). Fitri yang menyaksikan pemberitaan kepulangan 10 ABK Brahma 12 ke Indonesia di televisi sampai meneteskan air mata. Bagaimana tidak, tidak ada kabar sama sekali tentang Samsir yang merupakan sepupu terdekatnya tersebut. Karena itu, tak heran jika Fitri terus dihantui kekhawatiran. Dia pun terus bertanya soal siapa sebenarnya yang menculik Samsir dan tiga rekannya. "Semoga Allah melindungi Samsir di sana dan bisa pulang dengan selamat seperti 10 ABK yang baru tiba di Indonesia," ungkap Fitri dengan mata berkaca-kaca. Perusahaan pemilik kapal Henry, PT Global Trans Energi, di Jalan Imam Bonjol, Tarakan, juga belum bisa berbuat banyak karena belum mendapat informasi soal permintaan kelompok separatis tersebut. "Kami tetap memantau. Tapi, belum ada info yang kami dapatkan. Kami juga tidak tahu maunya minta apa ini?" kata Manajer PT Global Trans Energi Syahrul. Dia mengaku hingga kini belum mengetahui kabar empat krunya. Sebab, Kemenlu pun belum memberikan informasi terkait dengan perkembangan terakhir. "Ini berbeda dengan penyanderaan 10 WNI ABK Brahma 12 yang sudah jelas siapa yang menyandera dan minta tembusan berapa. Belum diketahui siapa yang menyandera ABK kami," ungkapnya. (idr/JPG/c5/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: